Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Madesu

13 Agustus 2013   04:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:23 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Terus, kalo nganggur mau kasih makan apa anak sama bini kamu? Dedak!"

"Yaelah Beh. Kalo udah kawin mah, rezeki mah ada aja. Kan, udah diatur, jadi Babeh sama Nyak ga usah pikirin."

"Emangnya kalo ga kerja bisa menuhin kebutuhan dapur? Terus berharap kalo udah kawin ntu duit bisa turun dari langit tanpa usaha?"

"Iya Li, Li. Nyak sama Babeh udah tua. Kami juga kan pengen nimang cucu dan liat kamu jadi orang sukses. Wajar kan kalo Nyak sama Babeh berharap begitu. Rezeki sama jodoh emang udah diatur, alias ga kemana-mana. Tapi kan tetap juga harus dicari di mana-mana. Apalagi kamu itu anak sulung, harapan di keluarga ini sekaligus sebagai contoh yang baik buat adikmu. Emang mau dilangkahi duluan nikahnya?" tutur sang Bunda menimpali.

*      *      *

Dengan wajah memerah, Sugali beringsut dari kamarnya. Bagaimanapun keras kepalanya, dia tetap seorang manusia yang masih mempunyai liangsim. Apalagi, jauh dalam lubuk hatinya, Sugali membenarkan perkataan kedua Orangtuanya. Pemuda berpostur atletis itu ingin segera menghapus memori kelam yang menderanya selama ini.

Ya, kegagalam menjadi seorang penegak hukum meski sudah menyetor 20 juta sempat membuatnya terpukul. Perasaan bersalah karena terlalu percaya pada oknum hingga uang hasil penjualan kambing Ayahnya di musim kurban ludes seketika akibat tertipu. Pada saat bersamaan, dia gagal menyelamatkan sang kekasih hingga harus kehilangan selama-lamanya.

Dengan semangat membara, pengagum Kurt Cobain itu segera menyelesaikan sarapan pagi untuk segera melamar kerja. Untuk pertama kalinya sejak tiga tahun terakhir, sebelum keluar rumah Sugali kembali mencium tangan Nyak dan Babeh. Itu membuat kedua Orangtuanya girang tak kepalang. Terbayang sudah dalam beberapa tahun lagi rumah besar ini menjadi ramai dengan kehadiran cucu dan menantu.

Maklum, sebagai salah satu keluarga terpandang di Rawa Denok, kehidupan mereka sangat kesepian. Babeh, yang asli Betawi, selain punya usaha penjualan kambing juga mempunyai puluhan rumah kontrakan. Sementara, Nyak, membuka gerai butik yang tersebar di beberapa mal elite di Jakarta. Kelimpahan materi tidak membuat mereka bahagia sebelum melihat putra-putrinya memberikan cucu sebagai pewaris di masa depan.

Sebelum menuju kawasan SCBD, Sugali singgah sejenak di belakang terminal. Tujuannya satu, meminjam uang untuk transportasi dan bekal di jalan. Lantaran dia sudah tidak ingin meminta uang kepada kedua Orangtuanya sebagai bukti telah berniat mencari kerja.

Hanya, untuk meraih keberhasilan, niat saja tidak cukup. Melainkan harus dibarengi dengan tekad bersungguh-sungguh. Dan, itu yang terjadi pada Sugali. Sesampainya di belakang terminal, dia kembali tergoda. Adagium lawas mengatakan, siapa yang berada dekat cat akan terkena cipratannya. Baik tinta berwarna putih, abu-abu, atau hitam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun