Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

The Raid 2: Ekspekstasi Berlebihan dari Film Gado-gado

30 Maret 2014   11:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:18 1000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Salah satu adegan film the Raid 2: Berandal (2014). SONY PICTURES CLASSICS via IMDB "][/caption] Setelah menunggu lebih dari dua tahun, penantian itu akhirnya terlampiaskan. Hanya, terkadang ekspekstasi yang berlebihan kerap berujung kecewa. Setidaknya, itu yang saya rasakan saat menyaksikan film The Raid 2: Berandal. Sekuel dari The Raid yang dirilis 2012 lalu itu, ternyata tidak seperti yang saya bayangkan saat menyaksikannya bersama kekasih di sebuah teater di Selatan Jakarta, Sabtu (29/3). Ya, bagi saya, The Raid 2 tak ubahnya film yang mencampuradukkan beberapa film lawas menjadi satu frame. Banyak adegan yang mungkin saja terdapat kemiripan dengan film lainnya yang wajar terjadi. Tapi, kok jalan ceritanya hampir sama persis. Lho? Misalnya, penyusupan Rama yang diperankan Iko Uwois sebagai agen polisi di kubu gembong penjahat layaknya Jackie Chan pada Police Story 2, Vin Diesel (XXX), atau yang fenomenal: Tony Leung dalam (Infernal Affairs) yang akhirnya diadopsi Hollywood menjadi The Departed melalui megabintang Leonardo Di Caprio. Selain itu, banyak lagi adegan yang mirip, hampir mirip, atau memiliki kesamaan. Mulai dari pergulatan di dalam penjara seperti The Dark Knight Rises (Batman) atau adegan bak-bik-buk penuh darah ala Kill Bill. Juga saat perang antargeng yang mengingatkan saya pada film legendaris Asia yang diperankan Ekin Cheng: Young and Dangerous Series. Termasuk adegan balapan Eka (Oka Antara) di jalan raya hingga merobohkan halte busway seperti aksi Ekin Cheng dalam The Legend of Speed. Jika diibaratkan makanan, The Raid 2 seperti Gado-gado yang merupakan campuran berbagai bumbu dan sayur. Rasanya sih enak, tapi bagi yang awam menjadi tidak keruan. Terlepas dari banyaknya kemiripan tersebut, The Raid 2 lumayan menghapus dahaga penasaran akan ending yang terjadi antara Rama dengan kakaknya, Andi (Dony Alamsyah). Maklum, perpisahan kedua saudara kandung yang berjalan berlainan arah dalam prekuelnya itu bagi saya sangat memesona. Tentu, selain adegan bak-bik-buk yang orisinil di gedung berlantai 30 dengan puncaknya duel antara Sersan Jaka (Joe Taslim) yang menggenggam pisau dengan todongan pistol dari Mad Dog (Yayan Ruhiyan). Tapi, ya itu. Adegan bak-bik-buk dalam The Raid 2 masih sama dengan prekuelnya meski terdapat beberapa tambahan koreografi dan pamerannya. Di antara tokoh antagonis dan protagonis dalam film berdurasi 148 menit itu, yang saya suka hanya Baseball Bat Man -Pembunuh yang memakai pentungan sebagai senjata- yang diperankan Very Tri Yulisman. Sementara, aksi Julie Estelle sebagai wanita pembunuh yang membawa palu (Hammer Girl), bagi saya tidak semegah yang banyak orang katakan. Masih jauh untuk menyebut Hammer Girl seperti Uma Thurman dalam Kill Bill. Bahkan, kesan dingin dari Julie Estelle seperti yang di-review banyak pengamat, tidak berbekas saat disandingkan dengan aktris Hongkong, Shu Qi yang memerankan pembunuh berdarah dingin bernama Lynn dalam So Close. [caption id="attachment_301131" align="aligncenter" width="484" caption="Pemandangan menarik bigboss Tama di The Raid yang tidak terulang pada sekuelnya (www.sonyclassics.com/theraid2)"]

13961288631777267582
13961288631777267582
[/caption] Bagaimana dengan peran sang Big Boss? Tio Pakusadewo sebagai gembong kelas kakap (Bangun) kok tidak terlihat auranya yang berwibawa sebagai tokoh sentral? Saya membayangkan aksi yang lebih "gila" dari Roy Sahetapy saat memerankan Tama Riyadi dalam sekuelnya. Masih ingat, ucapan Ray yang dengan entengnya menyebut kata "bersenang-senang" saat diserbu 20 pasukan elite yang dipimpin Sersan Jaka pada The Raid? Ternyata, sutradara Gareth Evans masih sulit mencari suksesor sosok antagonis seperti  Ray. Untuk Tio, perannya  di Republik Twitter masih lebih keren ketimbang sebagai Bangun di The Raid 2. Di sisi lain, dominannya peran Rama terasa membosankan karena berlangsung monoton tidak ada konflik orisinil antara si baik dan si jahat  yang bisa digali lebih jauh dari awal hingga akhir. Tidak seperti pada The Raid yang meski hanya berkutat di satu gedung, namun memiliki alur cerita yang menarik. Sedangkan The Raid 2 bisa dibilang terlalu memaksakan penonton untuk fokus pada Rama. Meminjam ungkapan populer dalam iklan cokelat, "Gede sih, tapi rela bagi-bagi?" menjadi "Keren sih melihat kamera terus menyoroti aksi Rama sepanjang pertunjukan, tapi apa tidak ada pameran lain yang mampu menandinginya?" Ya, biar bagaimanapun The Raid 2 telah menghapus rasa penasaran selama dua tahun terakhir. Setidaknya, film yang serentak dirilis di semua negara pada 28 Maret lalu lebih baik dibanding film esek-esek atau bertema horor lainnya. Apalagi, sambutan dari pengamat luar dan dalam negeri mengenai film ini banyak yang bernada positif. Meski, kalau boleh jujur memilih antara The Raid 2 dan The Raid (prekuel). Saya cenderung puas menyaksikan The Raid. Bagi saya, prekuelnya itu salah satu film lokal terbaik yang pernah saya tonton di bioskop hingga lebih dari tiga kali saking bagusnya. Bersanding dengan Ada Apa Dengan Cinta? (AADC), Petualangan Sherina, Mirror, dan Negeri 5 Menara. Bahkan, saya sampai mencari pernak-pernik berbau The Raid, mulai dari kalendar, poster, hingga komik. Catatan lainnya di luar film itu sendiri saat mengamati situasi di bioskop, saya sangat menyayangkan banyak keluarga yang menyaksikan The Raid 2 dengan memboyong anak kecil. Padahal, selain adegan pembunuhan dengan sadis seperti sayatan, tembakan, penggal dan sebagainya dengan darah yang terus mengalir. Ada beberapa adegan yang semestinya tidak ditujukan untuk anak kecil karena sedikit menyerempet esek-esek meski filmnya sudah dilabeli dewasa. Terutama saat Rama dan kelompok Bangun menagih uang jasa keamanan kepada Topan (Epy Kusnandar) yang menjadi bos pengedar video porno. Saat itu, terdapat adegan seks di balik tirai meski itu menjadi bumbu penyedap bagi penonton dewasa. Namun, tidak untuk anak kecil yang diajak orangtuanya.

*       *       *

Tentang The Raid Sebelumnya: - Komik The Raid, dari Warna Merah Menjadi Hitam Putih - Kisah The Raid dalam Laga Barcelona Vs Chelsea - Joe Taslim dan Wakil Indonesia di Hollywood

*       *       *

Postingan Film Sebelumnya: - Magnet Titi Rajo Bintang dalam 12 Menit: Kemenangan untuk Selamanya - Nostalgia Dua Dekade Jurassic Park - Cinta dalam Kardus dan Ide Orisinil Sebuah Film - Ironi Film Indonesia: Terasing di Negeri Sendiri - James Bond Syuting di Jakarta? - Catatan Film Tahun 2011: Gempuran Film Horror Berbau Esek-esek Ditengah lesunya Penonton - Serunya Menyaksikan Film "Negeri 5 Menara" Bersama Kompasianer - "Negeri 5 Menara" Sarat Makna dan Bukan Sekadar Film Hiburan - "Negeri 5 Menara" Film yang Membuat BJ Habibie Kagum - #republiktwitter, Ketika Cinta, Karir, dan Politik Berasal dari Dunia Maya - Republik Twitter, Saat Jejaring Sosial Memengaruhi Kehidupan Nyata - Looking For Eric: Sisi Lain Eric Cantona

*       *       *

- Jakarta, 30 Maret 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun