Hal ini sangat memungkinkan manusia untuk care terhadap kesatuan realitas yakni dengan menjaga kelestarian lingkungan yang juga merupakan implementasi dari segala sesuatu yang diberi predikat sustainable atau berkelanjutan.
Insting Hewani adalah lawan yang kontradiksi dengan nurani kemanusiaan yang saya jelaskan di atas. Istilah nafsu predator sendiri merupakan istilah pribadi yangs aya gunakan sehingga sangat memungkinkan untuk didebat.Â
Flashback ke seribu tahun lebih yang lalu, yakni perkataan Plautus pada sekitar tahun 945 bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lain (homo homini lupus).Â
Manusia cenderung untuk mengikuti nafsu laiknya serigala yang bertindak sebagai predator bagi mangsa-mangsanya. Melihat sisi hewan (wild side) dari manusia adalah mudah sekali. Lihat saja ketika ia sedang lapar.Â
Lapar yang dimaksudkan di sini bukanlah sebatas lapar biologis tentang hasrat makan dan minum, melainkan lebih dari itu. Kekuasaan juga adalah bagian dari rasa lapar yang akan dilengkapi dengan penaklukan sebagai rasa hausnya, yang kemudian ke-aku-an adalah sebagai rasa puas dimana lapar dan haus telah terpenuhi.
Maka tidak heran jika pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menjadi suatu hal yang ideologis dan bahkan utopis. Mengapa demikian?Â
Jawabannya adalah sederhana "bagaimana mungkin dalam waktu yang bersamaan nafsu predator yang tercermin dalam upaya membangun demi uang dengan iming-iming kesejahteraan bersama yang ujung-ujungnya nikmat terbesarnya hanya dinikmati oleh segelintir pemegang modal dapat harmonis dengan upaya melestarikan dengan tulus."
Hal seperti itulah yang terjadi ketika mengupayakan pembangunan berkelanjutan tidak berangkat dari tahapan paling awal yakni kesadaran eksistensial. Padahal, kesadaran itu sendiri adalah hal yang sangat fundamental dalam memanifestasikan ide.Â
Mungkin kita akrab dengan istilah keterasingan yang sangat lumrah digunakan oleh orang-orang yang menyebut dirinya sebagai orang kiri. Mereka memusatkan perhatian pada dampak yang ditimbulkan oleh elit ekonomi sejak awal revolusi Industri di Perancis.Â
Semenjak revolusi Industri yang ditandai pula dengan menjamurnya mekiri-pemikir modernis, oleh para pengkritiknya menganggap bahwa semangat kaum modernis terutama dalam moderenisasi industri sangatlah bahaya bagi manusia sebagai manusia yang utuh.Â