Mohon tunggu...
Rodif Bosid
Rodif Bosid Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Sedang menempuh pendidikan tinggi di salah satu PTN Tanah Air. Ingin mencintai Tanah Air ini dengan sepenuh hati.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hari Ibu: Refleksi dari Diri Kita Sebagai Seorang Anak

23 Desember 2012   16:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:08 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang anak yang telah mendurhakai ibunya, ibu yang telah mengandungnya selama kurang lebih 9 bulan 10 hari dengan penuh susah payah memikul beban berat yang dirasakannya selama masa mengandung tersebut. Tentunya ini adalah hal yang sangat fatal yang dilakukan seorang anak kepada ibunya. Untuk membalas jasa seorang ibu saja kita selama hidup ini tidak pernah mampu, apalagi sampai berbuat durhaka.

Ketika masa kecil dulu kita tentunya seringkali merepotkan ibu kita dengan tangisan-tangisan kita. Mungkin ketika itu ibu kita sedang mempunyai kesibukan lain akan tetapi karena rasa sayang yang begitu hebat dari seorang ibu kepada anaknya lah semua rutinitas beliau tinggalkan demi mengurusi kita.

Sudah barang tentu kita dulu seringkali mengotori tubuh dan pakaian ibu kita dengan muntahan makanan, minuman, dan bahkan kotoran-kotaran najis yang keluar dari qubul maupun dubur kita. Ibu tidak pernah mengeluh atas semua itu. Dibersihkannya semua kotoran-kotoran dan disucikannya semua najis-najis tersebut. Rasa kesal dan capek sudah barang tentu beliau rasakan. Akan tetapi karena rasa kasih sayang kepada anaknya lah seorang ibu rela melakukan semua itu. Maka dari itu dengan jasa-jasa beliau tersebut jangan sampai kita sedikitpun mendurhakainya.

Fa laa taqul lahumaa uffin wa laa tanhar humaa wa qul lahuma qaulan karima.”

Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. Al Isro: 23)

Memuliakan Ibu

Sebagai seorang anak kita harus bisa membuat ibu kita merasa senang. Buatlah beliau merasa bangga mempunyai anak seperti kita. Walaupun itu tidak cukup untuk membalas jasa-jasa beliau selama mengurusi kita sejak kecil hingga seperti sekarang ini. Inilah hebatnya seorang ibu, tidak pernah meminta balas budi atas kebaikan yang pernah mereka lakukan untuk kita. Beliau tanpa pamrih dalam mengurusi kita.

Selaku kaum intelektual, kaum terpelajar baik secara sosial, moral, maupun agama sudah sepatutnya kita untuk memuliakan beliau. Bagaimanapun itu caranya. Minimal membuatnya tersenyum bahagia. Mungkin ibu kita akan merasa senang dan bangga ketika melihat kita kelak menjadi orang yang cakap baik dalam agama maupun sosial. Sederhana tetapi sangat sulit tentunya, menjadi orang yang bermanfaat bagi yang lainnya di mana tempat kita hidup. Mungkin itulah salah satu harapan yang sering disebutkan oleh ibu kita dalam tiap doanya kepada Yang Maha Esa.

Betapa pentingnya kita untuk memuliakan seorang perempuan yang kita sebut dengan nama Ibu juga telah disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Seorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.” Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Kemudian Ayahmu.’”

Dari hadits tersebut kita hendaknya menyadari betul bahwa orang yang pertama kali harus kita mulyakan adalah ibu kita tercinta. Dalam hadits ini bukan kemudian menyisihkan peran seorang ayah akan tetapi dilihat dari sisi perjuangan seorang ibu ketika mengandung dan melahirkan kita itulah akhirnya ibu lebih didahulukan dalam memuliakannya. Perjuangan dengan taruhan nyawa tentunya yang dihadapi oleh seorang ibu. Apalagi jika sosok ibu yang single fighter dalam keluarganya. Beliau selain berjuang mengandung dan melahirkan anaknya juga berjuang untuk menghidupi dan membahagiakan anak-anaknya dengan pendidikan setinggi-tingginya yang pastinya menjadi impian oleh semua ibu di dunia ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun