Mohon tunggu...
Rodame Napitupulu
Rodame Napitupulu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan

Seorang ibu, memiliki tiga orang anak, senang menulis dan ingin berbagi melalui tulisan. Kini berprofesi sebagai Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan. Salam sehat dan sukses selalu.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Sinergi, Regulasi dan Inovasi sebagai Kunci Menuju Kemandirian Energi Nasional

30 Desember 2015   18:25 Diperbarui: 30 Desember 2015   20:18 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sinergi Regulasi dan Inovasi Kunci Kemandirian Energi Nasional"][/caption]

Gas habis, bahan Bakar kendaraan habis dan listrik padam itu sama dengan kematian. Mati karena tidak bisa makan, tidak bisa minum, tidak bisa bepergian kemana-mana, tidak bisa mandi, tidak bisa membaca dan tidak bisa melakukan berbagai kegiatan dalam hidup sehari-hari. Ekonomi pun mati.

Galau dan kuatir menyelimuti perasaan saya, setiap kali gas habis, listrik padam dan mobil tidak bisa dipakai karena tidak ada minyaknya. Terbukti sudah, bahwa kita sangat tergantung pada energi termasuk migas (minyak dan gas). Dalam kehidupan sehari-hari, migas tidak dapat dipisahkan dalam menunjang berbagai aktivitas. Mulai dari penerangan, penggunaan lemari es, mesin cuci dan perangkat elektronik lainnya juga untuk menghidupkan mesin kendaraan. Semuanya memerlukan minyak dan gas.

Ketidaktersediaan migas menyebabkan kepanikan dan rasa kecewa. Hal tersebut adalah akibat dari ketergantungan kita pada energi, yang mungkin akan semakin parah. Maka bisa dikatakan bahwa energi merupakan kebutuhan pokok manusia. Karena memang ternyata salah satu sumber energi utama yang paling sering digunakan masyarakat Indonesia adalah migas. Tercatat penggunaannya sekitar 69 % dari total sumber energi.

[caption caption="Rencana dan Program APBN 2016 (Data Infografis 1 Tahun Pembenahan ESDM,2015)"]

[/caption]

Selain itu, disebutkan juga bahwa tahun 2015 ini saja, Indonesia mengkonsumsi 1,8 juta bph (barel per hari) minyak mentah. Sementara itu, Indonesia hanya bisa memproduksi 820 ribu bph, dimana asing berhak atas 50 % sisanya Indonesia sekitar 400 ribu bph. Artinya Indonesia mengimpor sisanya yaitu sekitar 1,4 juta bph yaitu senilai Rp 750 triliun.

Sayangnya, kita terlena dengan selalu menjadi pasenggers alias penumpang yang hanya ingin enaknya saja, menikmati semuanya dengan mudah dan tahu beres saja. Kita tidak memposisikan diri kita sebagai driver alias pengemudi. Dimana harus memikirkan berbagai kemungkinan buruk yang terjadi, bagaimana agar semua selalu nyaman dan bagaimana agar di dalam perjalanan semua lancar. Begitu juga dengan migas, kita terlalu enak, karena selalu merasa ada, selalu disediakan, tinggal beli dan bayar semua bisa dinikmati. Lalu, tidak sadar bahwa migas akan habis dan tidak dapat diperbaharui.

Richard Smalley (peraih Nobel Kimia tahun 1996) menyampaikan bahwa energi adalah masalah utama manusia pada beberapa dekade mendatang. Masalahnya adalah proses pencarian, pengolahan hingga distribusi energi tidak mudah padahal manusia tidak dapat hidup tanpa energi.  Semua itu memerlukan biaya dan pengorbanan yang sangat besar agar sampai ke tangan kita. Berapa banyak biaya yang dikeluarkan untuk mencari sumber energi tersebut, kita tidak memikirkannya kan? Belum lagi ada protes disana sini karena dampak buruk yang ditimbulkan akibat pencarian atau eksplorasi sumber energi. Masyarakat juga belum memahami bahwa proses pemurnian migas itu memerlukan waktu, biaya dan tenaga yang besar. Dimana setiap daerah pengeboran migas memiliki tingkat kesulitan yang beragam sehingga tidak jarang dibutuhkan orang-orang yang ahli dan professional untuk menanganinya.

Suatu saat nanti, migas akan semakin langka. Terutama jika kita boros pemakaian. Oleh sebab itu, diperlukan usaha untuk mencapai kemandirian energi nasional. Usaha tersebut meliputi dua hal yaitu penghematan energi nasional dan pengembangan energi alternatif.

 

Penghematan Energi Nasional

Pertamina sebagai satu-satunya BUMN yang menangani migas di Indonesia telah melakukan upaya penghematan energi nasional. Salah satunya adalah pembentukan Energi Patrol di bulan energi yaitu 26 Maret - 1 Juni tahun 2015 ini. Program efisiensi Pertamina adalah melakukan penghematan dalam pengelolaan energi, baik di area kilang maupun di perkantoran dan rumah dinas. Tim Energy Patrol yang beranggotakan pekerja dari fungsi Production, Engineering & Development, OPI, Security, General Maintenance, S&W, dan  Fire & Insurance  bertugas  melakukan patroli rutin di area kilang, perkantoran, dan perumahan. Tujuannya untuk meningkatkan awareness pekerja dan keluarga dalam penggunaan energi agar lebih hemat dan bijak.

Tentu saja bukan hanya Pertamina yang harus melakukan efisiensi penggunaan energi tetapi juga kita semua masyarakat Indonesia yang juga sama-sama menggunakan dan membutuhkan energi dalam kehidupan sehari-hari. Pembentukan Energy Patrol sebaiknya juga diterapkan di tiap daerah, kecamatan bahkan desa yang ada di Indonesia. Agar masyarakat tidak menjadi pasenggers saja melainkan turut menjadi driver yang memikirkan dampak dari pemborosan energi.

Upaya penghematan energi lainnya yang dapat dilakukan di masyarakat adalah mematikan listrik saat tidur di malam hari, mematikan mesin atau perangkat elektronik seperti AC jika sudah tidak diperlukan lagi dan menggunakan berbagai peralatan tanpa listrik untuk kebutuhan sehari-hari. Penggunaan teknologi tepat guna yang sederhana dimana tidak memerlukan energi besar bahkan tanpa energi seperti lampu, charger handphone, pengisi daya, radio yang bertenaga surya, bisa juga menggunakan kompor biomas sehingga mengurangi penggunaan gas. Hal tersebut jika diterapkan oleh seluruh masyarakat Indonesia tentu akan menghasilkan penghematan energi nasional yang luar biasa. Sebagai gambaran  jika setiap keluarga terdiri dari 3 orang dapat menghemat 300 watt atau  sekitar 0,3 kWh  per hari. Maka  keluarga tersebut dapat menghemat sekitar Rp 300.000,00 setiap tahunnya. Jika kita kalikan angka tersebut dengan populasi Indonesia yaitu sekitar 63 juta keluarga, maka terdapat  jumlah  penghematan listrik melebihi 18 miliar kWh.

[caption caption="Perilaku Hemat Energi"]

[/caption]

Menjadikan perilaku hemat energi sebagai budaya bangsa sangat penting. Mengingat dampak positifnya yang sangat besar menuju kemandirian energi nasional. Mulai dari diri sendiri, keluarga hingga lingkungan tempat tinggal dan kantor tempat bekerja. Semua pihak perlu menyadari pentingnya perilaku hemat energi demi ketersediaan energi anak cucu kita kelak. Hal ini juga harus didukung oleh pemerintah. Misalnya dengan mendukung penyedia maupun pengguna perangkat elektronik bertenaga surya juga kompor biomas melalui pengembangan usaha baik ketersediaan modal maupun apresiasi terhadap masyarakat yang peduli terhadap kemandirian energi nasional. Semuanya itu baiknya ‘dibungkus’ dengan regulasi yang berpihak pada kemaslahatan umat, agar kita semua baik masyarakat maupun perusahaan yang bergerak pada pengembangan dan penyediaan energi nasional patuh pada ketentuan yang ada.

 Pengembangan Energi Alternatif

Sementara itu untuk skala yang lebih luas kita dapat membangun perilaku hemat energi dengan cara melakukan pengembangan energi alternatif  melalui pemanfaatan setiap potensi energi dalam negeri. Dengan mengurangi impor BBM,  pemerintah menghemat devisa dan anggaran subsidi yang membebani negara. Pemanfaatan seluruh potensi energi yang ada di Indonesia adalah cara ‘jitu’ menuju kemandirian energi berkelanjutan. Cara tersebut sangat mungkin dilakukan mengingat daerah di Indonesia dianugerahi kekayaan alam berlimpah yang berpotensi menjadi sumber energi baru dan terbarukan. Pemanfaatan sumber energi alternatif ini  juga dilakukan oleh Pertamina dan sedang dikembangkan terus. 

Indonesia sangat kaya. Karena mulai dari letak geografis, panjang garis pantai, bahari, gunung, hutan tropis, curah hujan, angin, panas bumi, lahan gambut, ampas pertanian dan perkebunan serta keanekaragaman hayati dimana semuanya berpotensi menjadi sumber energi.  Sungguh rugi jika semua potensi tersebut tidak dimanfaatkan dengan optimal. Artinya kita telah menyia-nyiakan segala potensi yang ada. 

Saya sangat tertarik dengan perkebunan kelapa sawit. Saat ini Indonesia merupakan negara dengan luas areal kelapa sawit dan produsen CPO kedua terbesar di dunia. Tandan kelapa sawit kosong sebagai limbah dan jumlahnya banyak tersebut sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai biomassa menjadi BBM dengan Integrated Authothermal Technology. Jika saja limbah dari seluruh areal perkebunan kelapa sawit baik yang milik pemerintah, swasta maupun rakyat dikelola dengan optimal maka jumlah engine fuel yang merupakan hasil konversi limbah biomassa, juga akan tinggi. Tentu jumlah tersebut sangat mungkin mengurangi ketergantungan kita terhadap BBM.

[caption caption="Potensi Energi Baru dari Konversi Limbah Biomassa menjadi BBM"]

[/caption]

Bayangkan, jika semua potensi yang ada ‘digali’ dikelola dan dimanfaatkan dengan benar dan optimal dengan inovasi yang intensif, bukan tidak mungkin kemandirian energi nasional dapat diraih. Di mulai dari kemandirian energi di masing-masing daerah. Pemerintah sebaiknya menghimbau agar tiap daerah di Indonesia mencari potensi sumber energi baru dan terbarukan lalu mengembangkannya masing-masing dan menggunakannya untuk kebutuhan daerah. Sekarang kan daerah memiliki hak otonom, berdiri sendiri. Harusnya, itu juga berlaku untuk kemandirian energi. Sebut saja pohon kemiri sunan (Reutealistrisperma) di Nusa Tenggara, rumput laut di Maluku. Belum lagi, jumlah sampah yang banyak, tiap daerah menghasilkan sampah, karenanya sangat memungkinkan untuk pengembangan biomassa sebagai sumber energi.

Pertamina adalah satu-satunya BUMN di Indonesia yang dipercaya dalam mengelola kekayaan alam yang ada di Indonesia untuk menyediakan energi domestik. Pertamina bahkan sudah berkomitmen akan mengembangkan 5 energi baru dan terbarukan demi mencapai kemandirian energi nasional. Kelimanya adalah Geothermal, Coal Bed Methane (CBM), Shale Gas, Algae dan Angin. Pertamina berencana mengembangkan energi baru dan terbarukan dengan meningkatkan produksi pembangkit tenaga listrik. Semua harapan tersebut, dapat terwujud jika masyarakat juga ikut memikirkan masa depan energi nasional. Bahu membahu. Jika tiap daerah sudah mandiri dengan caranya masing-masing tentu menjadi kekuatan bagi Indonesia untuk meraih kemandirian energi nasional.

[caption caption="Rencana Pengembangan Energi Alternatif oleh Pertamina (www.pertamina.com, 2015)"]

[/caption]

Akhirnya apa? Kita sudah tidak tergantung lagi pada BBM sehingga subsidi BBM bisa dihapuskan. Perlu diingat selama ini subsidi BBM telah membebani kas negara. Kemudian, Pertamina diberi hak lebih dalam mengelola sumber energi baru dan terbarukan di Indonesia, kurangi hak pihak asing. Agar Pertamina mampu bersaing dengan pihak asing. Regulasi yang memihak pada kepentingan tertentu jelas akan merugikan kita sendiri. Jika berbagai energi baru dan terbarukan yang dikembangkan Pertamina berhasil bukan tidak mungkin Indonesia menjadi role model yang memiliki peranan besar dalam bisnis energi baru dan terbarukan dunia. Seperti kita ketahui bersama, bahwa salah satu kunci daya saing dan pembangunan adalah ketersedian sumber energi yang murah dan berkelanjutan.

Pertumbuhan kebutuhan energi dunia hingga tahun 2025 diprediksi akan terus meningkat dan didominasi oleh negara-negara Non-OECD termasuk Indonesia. Sementara bagi negara negara Non-OECD selektifitas dalam pemanfaatan energi baru dan terbarukan sangat penting mengingat harganya masih relatif tinggi. Indonesia masih mengharapkan dukungan feed in tariff dan insentif insentif lainnya agar dapat mengembangkan energi baru dan terbarukan. Kesalahan pemilihan jenis energi baru dan terbarukan yang berharga mahal, nantinya masyarakat enggan beralih pada energi baru tersebut. Dampak panjangnya justru akan membebani negara terutama karena Indonesia juga negara berpenduduk besar, kebutuhan akan energi juga tinggi.

Kesalahan tersebut bisa berdampak sistemik, ketika masyarakat sudah bergantung pada energi baru kemudian harganya dinaikkan menjadi mahal, maka kejadian subsidi BBM akan terulang lagi. Karena itu, kemandirian energi harus segera direalisasikan. Indonesia melalui Pertamina sebenarnya sangat mungkin menjadi produsen energi baru dan terbarukan selama pengembangannya fokus, terarah dan berkesinambungan.

Indonesia telah berkomitmen akan meningkatkan konstribusi energi baru dan terbarukan hingga 23% pada tahun 2025 dan mencapai 31% pada tahun 2050. Komitmen nasional terhadap dunia bertujuan agar Indonesia juga berkontribusi terhadap perubahan iklim. Hal tersebut sangat berat. Solusinya adalah kerjasama Internasional di bidang energi, sehingga Indonesia tidak menjadi pasar produk peralatan energi baru dan terbarukan semata. Dengan begitu, dukungan Internasional akan berdampak pada peningkatan investasi dalam roda perekonomian nasional dari sektor energi. Pertamina dalam hal ini juga sudah melakukan kerjasama dengan Akuo Energy. Selain itu melakukan penandatanganan dua kontrak wilayah kerja migas dan berencana melakukan investasi sebesar US$ 5,31 miliar di tahun 2016. Hal tersebut tentu dilakukan dalam upaya pencapaian kemandirian energi nasional.

Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan bahwa semua pihak berperan penting dalam mencapai kemandirian energi nasional. Diperlukan lebih dari sekedar berhemat energi dan pengembangan energi baru dan terbarukan untuk mewujudkannya. Sinergi, regulasi dan inovasi adalah kunci kemandirian energi. Sinergi dari semua pihak (pemerintah, Pertamina, swasta, masyarakat) dalam mengembangkan energi baru yang tepat yang diintegrasikan dari hulu ke hilir, regulasi yang mendukung kemandirian energi dan menguntungkan semua pihak termasuk dalam memberikan suntikan dana riset kepada Pertamina sebagai BUMN bidang energi, pembatasan pihak asing juga penentuan harga yang tepat untuk energi baru yang terpilih. Inovasi terus-menerus untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan yang murah, aman bagi lingkungan juga berkelanjutan. Saya mengajak kita semua untuk menjadi good driver bukan passengger semata. Membangun mental pemenang diperlukan agar kita bisa menjadi role model kemandirian energi di dunia, bahkan leader energi baru dan terbarukan bukan sekedar follower.

 

Sumber Referensi

[1] Indonesia Energy Outlook 2014

[2] Berdasarkan presentasi R. Smalley pada MIT Enterprise Forum 1/22/03

[3] http://www.aspermigas.org/index.php/berita/19-awal-desember-aspermigas-gelar-seminar-kemandirian-energi

[4[ http://www.pertamina.com/news-room/seputar-energi/energy-patrol-2015,-tingkatkan-efisiensi-perusahaan/

[5] http://www.den.go.id/index.php/news/readNews/533

[6] http://www.esdm.go.id/berita/40-migas/3882-pertamina-serahkan-nota-kesepahaman-pengembangan-5-energi-baru-dan-terbarukan.html?tmpl=component&print=1&page=

[7] http://www.pertamina.com/news-room/siaran-pers/pertamina-akuo-energy-kerjasama-kembangkan-listrik-berbasis-energi-terbarukan-di-indonesia/?alttemplate=print

[8] http://www.ugm.ac.id/id/newsPdf/8569-ugm.kembangkan.teknologi.konversi.limbah.biomassa.menjadi.bbm

[9] http://www.antaranews.com/berita/439887/indonesia-jadi-penghasil-minyak-sawit-terbesar-dunia

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun