Biaya UKT atau Uang Kuliah Tunggal merupakan biaya yang harus dibayar oleh mahasiswa setiap semester untuk bisa melanjutkan studi di perguruan tinggi. Mahasiswa dan orang tua sering kali merasa terbebani dengan besaran biaya yang harus mereka bayar setiap semester.Â
Biaya UKT seharusnya mencakup seluruh biaya kegiatan akademik selama mahasiswa menempuh studi, seperti Subsidi Kuliah Kerja Nyata (KKN), Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), Praktik Kerja Lapangan (PKL), dan wisuda. Namun, kenyataannya tidak demikian. Masih banyak mahasiswa yang harus mengeluarkan biaya pribadi, contohnya untuk kebutuhan praktik pada saat perkuliahan. Lantas, kemana biaya UKT tersebut? bagaimana rincian biayanya yang jelas?
Beberapa kejanggalan dalam biaya UKT di universitas antara lain:
Tidak Ada Rincian Biaya
Salah satu kejanggalan yang sering terjadi adalah ketidakketerbukaan dan ketidakjelasan rincian biaya UKT. Banyak mahasiswa dan orang tua merasa kebingungan tentang bagaimana biaya UKT dihitung dan diatur. Universitas sering kali tidak memberikan informasi yang cukup detail mengenai perhitungan biaya dan komponen apa saja yang termasuk di dalamnya.Â
Mahasiswa hanya diberikan total biaya yang harus dibayar tanpa mengetahui apakah biaya tersebut mencakup kegiatan akademik atau tidak. Inilah yang menyebabkan ketidakpuasan dan keraguan terhadap keabsahan biaya yang harus dibayar. Â Seharusnya, universitas memberikan rincian biaya yang jelas dan transparan agar mahasiswa dapat memahami dengan baik mengenai biaya yang harus mereka bayar.Â
Biaya Praktik Tidak Termasuk dalam UKT
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, biaya UKT seharusnya sudah mencakup seluruh biaya kegiatan akademik. Namun, kenyataannya masih banyak mahasiswa yang harus mengeluarkan biaya pribadi tambahan untuk kebutuhan praktik. Mahasiswa harus membayar biaya praktik secara terpisah, padahal seharusnya biaya tersebut sudah termasuk dalam biaya UKT.
"Dari semester 1 sampai semester 2 ini, saya mengeluarkan hampir 4 juta untuk keperluan biaya praktik pada saat perkuliahaan di prodi saya, dan untuk UKT yang harus saya bayar setiap semesternya 3,3 Juta", Ucap Mahasiswa Prodi Pendidikan Tata Kecantikan Semester 2, Universitas Negeri Semarang, Keysha Alea Chairani.
Tidak Ada Keterlibatan Mahasiswa dalam Penentuan Biaya
Mahasiswa seharusnya dilibatkan dalam penentuan besaran biaya UKT. Namun, kenyataannya mahasiswa tidak memiliki keterlibatan dalam proses penentuan biaya UKT. Padahal, mahasiswa adalah pihak yang paling berkepentingan dalam hal ini. Universitas terutama negeri seharusnya memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memberikan masukan terkait besaran biaya UKT.
 Tidak Ada Keterbukaan Penggunaan Biaya UKT
Mahasiswa sering kali bertanya-tanya kemana biaya UKT yang mereka bayar selama berkuliah digunakan. Namun, universitas tidak memberikan keterbukaan mengenai penggunaan biaya tersebut. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah apakah biaya UKT yang mahal benar-benar digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kondisi kampus.
Beberapa laporan menunjukkan bahwa sebagian besar biaya yang diterima oleh universitas justru digunakan untuk pengelolaan administrasi dan proyek-proyek non-akademik. Hal ini memicu rasa ketidakpercayaan dan mempertanyakan integritas universitas dalam mengelola dana mahasiswa dengan baik. Seharusnya, universitas memberikan keterbukaan mengenai penggunaan biaya UKT agar mahasiswa dapat mengetahui dengan jelas kemana biaya tersebut digunakan.
Peningkatan Biaya yang Tidak Proporsional
Banyak mahasiswa mengamati bahwa biaya UKT meningkat setiap tahunnya tanpa alasan yang jelas. Penyedia pendidikan harus menjelaskan secara transparan faktor-faktor apa yang menyebabkan kenaikan biaya tersebut. Apakah itu disebabkan oleh peningkatan kualitas fasilitas dan pelayanan, penambahan tenaga pengajar berkualitas, atau faktor lain yang dapat dibenarkan secara akademis?
Kesenjangan Sosial dan Ketidakadilan
Biaya UKT yang tinggi juga sering kali menciptakan kesenjangan sosial dan ketidakadilan di antara mahasiswa. Mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu seringkali diberikan biaya UKT yang hampir sama dengan mahasiswa dengan latar belakang ekonomi mampu, sehingga terdapat kesulitan untuk membayar biaya yang tinggi.
Sementara mahasiswa dari latar belakang yang lebih berkecukupan tidak merasakan beban finansial yang sama dan juga terkadang mendapatkan biaya UKT yang sama dengan mahasiswa dengan latar belakang kurang mampu. Ini memunculkan pertanyaan tentang kesetaraan akses terhadap pendidikan tinggi dan dampaknya terhadap mobilitas sosial dan juga keadilan dalam penetapan biaya UKT.
Dalam kesimpulannya, biaya UKT di universitas masih memiliki banyak kejanggalan yang perlu diperbaiki. Universitas seharusnya memberikan keterbukaan dan transparansi mengenai rincian biaya dan penggunaan biaya UKT, serta melibatkan mahasiswa dalam proses penentuan besaran biaya. Dengan demikian, mahasiswa dapat memahami dengan baik mengenai biaya yang harus mereka bayar dan merasa lebih puas dengan pelayanan yang diberikan oleh universitas. Selain itu, pemerintah dan lembaga terkait harus berperan dalam mengawasi dan mengatur biaya UKT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H