Hampir semua orang pasti mengenal minuman berwarna hitam ini, apalagi kalau bukan kopi. Saat ini kopi sudah menjadi gaya hidup yang menyatukan masyarakat, tidak terkecuali di Indonesia yang terkenal dengan beragam keunikan kopinya.
Sebelum kita masuk pada bahasan "The Third Wave Coffee" atau kopi gelombang ketiga, ada baiknya kita sedikit mengulas sejarah kopi di Indonesia. Berbagai sumber menyebutkan bahwa kopi berasal dari Ethiopia dimana secara harfiah ia mulai disebut dalam beberapa catatan abad ke-15.Â
Akan tetapi, menurut Jan Breman, dalam sebuah bukunya terbitan Belanda berjudul Mobilizing Labour for the Global Coffee Market menyebutkan bahwa kopi yang ada di Indonesia sebenarnya berasal dari India Selatan. Bagaimana kopi bisa sampai ke Indonesia, tidak lain peran dari pemerintah kolonial Belanda. Secara harfiah kopi pertama dikenal dengan sebutan koffie (dalam bahasa Belanda), sehingga tidak heran Belanda memiliki andil besar dalam penyebaran kopi di dunia.
Saat dibawa ke Indonesia (dulu masih bernama Hindia Belanda), ternyata keadaan iklim dan geografis mampu menciptakan ciri khas tersendiri dari kopi tersebut sehingga menciptakan kopi speciality seperti dikenal sekarang.
Kapan masa dimulainya "The First Wave Coffee"?
Seperti yang kita pelajari dari sejarah, Belanda akan memanfaatkan penduduk daerah jajahannya untuk menanam kopi dan merawatnya, dan saat sudah panen mereka akan menjualnya di pasaran dunia.Â
Oleh karena itu. zaman dulu kopi merupakan minuman yang sangat mewah karena hanya bangsawan dan kolonial saja yang meminumnya. Rakyat jelata dilarang untuk menikmati kopi meskipun tanaman kopi mulai umum dijumpai di Nusantara, mereka hanya diberi tugas menanam dan merawatnya.Â
Bahkan, ada cerita kalau asal muasal kopi luwak yang dihargai sangat mahal saat ini, dulu berawal dari masyarakat yang tidak diijinkan meminum kopi hasil panen, sehingga mereka terpaksa mencari biji kopi dari kotoran hewan Luwak (saat itu banyak Luwak di Jawa dan Sumatra dan dianggap sebagai hama).Â
Setelah masa kolonial berakhir, kopi menjadi terbuka bagi semua kalangan. Dengan cepat, kopi menjadi minuman yang sering dijumpai di rumah-rumah. Saat itu teknik menyeduh kopi belum ditemukan, orang-orang hanya menyeduhnya saja seperti manual brew biasa. Â
Masa-masa ini hingga awal abad ke-19 dikenal sebagai "The First Wave Coffee". Era First Wave Coffee sendiri di negara maju berbeda dengan di Indonesia, di Amerika misalnya era ini ditandai dengan munculnya beberapa merk kopi yang mulai menyerbu dapur rumah tangga, sebut saja Maxwell House Coffee pada 1950an.
Namun ada yang menganggap era ini harusnya masuk sebagai second wave coffee. Banyak sekali perbedaan pendapat tentang First Wave dan Second Wave, yang pasti First Wave dianggap sebagai periode pertama kopi masuk di suatu negara hingga mulai dikenal luas.
Gelombang kedua kopi atau The Second Wave Coffee merujuk pada masa 1960an hingga 1980an dimana saat itu kopi diolah dalam mesin kopi dari Italia yang terkenal hingga sekarang, menghasilkan  kopi jenis espresso, cappuccino, dan latte. Dunia diperkenalkan dengan kopi espresso bergaya Italia.
Masa ini juga ditandai dengan berkembangnya kedai kopi menjadi franchise dunia yaitu Starbuck's. Ide seperti menghabiskan waktu di cafe mulai populer bahkan urusan bisnis juga dibicarakan di cafe. Ungkapan "meeting for a coffee" atau istilah populer "can i buy you a cup of coffee?" sangat populer pada masa ini. Banyak film-film yang secara tidak langsung ikut mempopulerkan istilah ini. Pesan yang ingin disampaikan sangat terlihat yaitu "Drinking Coffee in cafe is lifestyle"
Era The Third Wave Coffee adalah era yang sedang berlangsung saat ini. Cirinya adalah mulai bermunculan Single Origin Coffee dengan nama daerah, varietasnya, proses pengolahan, hingga waktu roasting. Jika anda penikmat kopi, anda akan semakin bisa membedakan antara kopi robusta dan kopi arabica (dan kopi sachet tentunya hehe).Â
Anda akan semakin banyak menjumpai nama-nama menu kopi seperti Bondowoso Blue Mountain, Java Ciwedei, Java Puntang, Sunda Gulali, Ethiopia Yirgacheffe, Kenya AA, Gayo Red Wine, Jamaica Blue Mountain, Panama Margogype dan masih banyak lagi. Semua menawarkan cita rasa dan keunikan masing-masing. Anda mungkin akan menemui kopi yang memiliki rasa mirip apel, asam wine, kacang, hingga rasa apricot.
Kedai kopi kini bukan lagi hanya menjual minuman saja tetapi it's about coffee experience. Selain itu, para pencari coffee experience umumnya menghindari pemakaian gula pada kopi mereka. They just seek the natural taste of coffee!
Banyak juga coffee shop yang merangkap sebagai roaster sehingga pengunjung dapat berinteraksi secara langsung untuk mendapatkan tips menyeduh kopi yang benar. Sehingga tidak heran jika saat ini orang lebih tertarik mencari biji kopi ke roaster dan mulai bereksperimen sendiri di rumah.
Manfaat yang diperoleh dengan adanya Third Wave Coffee semakin luas. Semakin banyak penikmat kopi spesialis bermunculan membuat coffee shop dan roaster semakin eksis dan mempunyai tempat untuk berkembang. Kompetisi dan event bertema kopi seperti seminar mulai banyak bermunculan, fokusnya bukan lagi profit oriented tetapi juga "Mengedukasi masyarakat untuk melek kopi". Bisa dikatakan budaya ngopi berkembang menjadi literasi kopi.Â
Umumnya harga kopi speciality yang diatas rata-rata kopi sachet akan sulit mereka terima. Kalau diungkapkan secara kasar, mirip sudut pandang orang yang bukan perokok terhadap perokok aktif.
Apa pun itu, era The Third Wave Coffee sudah terjadi, akankah ada The Fourth Wave coffee? Mungkin saja. Saat ini, mari menikmati pahit manis kopi dalam keragaman yang indah. Keep calm and enjoy your coffee.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI