Mohon tunggu...
Rochele Febeyona Elizabeth
Rochele Febeyona Elizabeth Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi menonton dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Work-Life Balance, Hustle Culture, dan Kepuasan Kerja

2 Desember 2022   22:08 Diperbarui: 3 Desember 2022   13:57 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

oleh Rochele Febeyona Elizabeth

Mahasiswa Public Relation Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRAK

Istilah Work-life Balance meningkat popularitasnya dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini sebagian disebabkan oleh dominasi kehadiran milenial di dunia kerja. Pengusaha telah berupaya keras untuk mencoba menentukan cara terbaik untuk menarik pekerja milenial. Keseimbangan kehidupan kerja merupakan aspek penting dari lingkungan kerja yang sehat. 

Mempertahankan keseimbangan kehidupan kerja membantu mengurangi stres dan membantu mencegah kelelahan di tempat kerja. Stres adalah salah satu masalah kesehatan yang paling umum di tempat kerja. Tujuan tulisan ini adalah untuk meninjau pengaruh Work-life Balance untuk mengatasi tingkat stress tinggi di dunia kerja serta pengaruh Work-life Balance terhadap kepuasan kerja.

PENDAHULUAN

Seiring dengan berkembangnya zaman, tuntutan-tuntutan dalam segala bidang pekerjaan pun tidak dapat dihindari. Isu-isu sosial terkait dunia kerja pun banyak bermunculan, tak terkecuali isu gaya hidup dalam menghadapi dunia kerja. 

Semua orang pasti ingin meraih kesuksesan. Banyak pemikiran yang beranggapan bahwa budaya gila kerja atau Hustle Culture adalah cara untuk meraih kesuksesan, ditambah lagi paparan sosial media terhadap generasi milenial mengenai orang-orang sukses pada usia muda membentuk suatu standar tersendiri di masyarakat. 

Sayangnya kebiasaan dalam bekerja seperti ini belum tentu efektif bagi kebanyakan orang. Berlomba-lomba untuk menjadi produktif, memaksakan diri untuk bekerja dengan menyampingkan kesehatan dan waktu luang pribadi. Banyak juga perusahaan-perusahaan dengan kultur budaya toxic yang menetapkan standar tidak realistis terhadap karyawan-karyawannya, seakan-akan kerja rodi pada era modern ini. 

Menurut penelitian OECD, Korea Selatan menempati urutan ketiga jam kerja terlama di seluruh dunia yaitu 52 jam perminggu. Orang Korea bekerja 1.967 jam setahun per karyawan pada 2019, 241 jam lebih banyak dari rata-rata OECD 1.726 jam. Sebagai perbandingan, jam kerja tahunan orang Korea 323 jam lebih lama dari jam kerja di Jepang, yang mencapai rata-rata 1.644 jam. 

Selain itu, dari data dikumpulkan dari survei tindak lanjut 2012 dari Youth Panel 2007 dengan objek pekerja muda di Korea Selatan, 39,8% dari mereka yang bekerja antara 51 hingga 60 jam, dan 42,4% dari mereka yang bekerja lebih dari 60 jam per minggu melaporkan stress, depresi, dan pikiran bunuh diri. Oleh karena itu, persentase pekerja yang merasakan banyak gangguan kesehatan mental meningkat seiring dengan bertambahnya jam kerja.

PEMBAHASAN

Kasus bunuh diri terkait pekerjaan yang banyak terjadi di Jepang  dan kebanyakan diantaranya disebabkan karena hubungan dengan atasan dan rekan kerja buruk, mengharuskan bekerja sangat cepat atau keras, diminta melakukan terlalu banyak pekerjaan, tidak bebas memutuskan apa yang akan dia lakukan dalam pekerjaan, dan tidak bebas memutuskan jumlah pekerjaan yang akan dilakukan. ketidakseimbangan kehidupan kerja ternyata menjadi faktor risiko yang mempengaruhi kesehatan mental. Karyawan dengan krisis kehidupan kerja dilaporkan sendiri menunjukkan risiko relatif lebih tinggi secara signifikan untuk memiliki self-rated health yang buruk.

Tentu dengan melihat banyaknya efek negatif yang dihasilkan, hidup dengan budaya kerja seperti Hustle Culture sebaiknya mulai dihindari dan diubah. Kultur budaya kerja harus mulai diganti dengan kehidupan yang lebih stabil, oleh karena itu istilah Work-life Balance muncul. 

Schermerhorn (2005), mengungkapkan Work-life Balance adalah kemampuan seseorang untuk menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dengan kebutuhan pribadi dan keluarganya. Sedangkan menurut McDonald dan Bradley (2005) Work Life Balance melibatkan kemampuan seseorang dalam mengatur banyaknya tuntutan dalam hidup secara bersamaan. Gaya hidup Work-life Balance akan membantu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik bagi seseorang. 

Dengan menerapkan Work-Life Balance dalam kehidupan sehari-hari, seseorang harus dapat mengatur segala aspek-aspek secara seimbang antara pekerjaan dan kehidupan di luar pekerjaan.  Dengan tercapainya Work-Life Balance, kita dapat lebih produktif dan mengeksplorasi hobi atau kemampuan di luar pekerjaan, lebih bahagia dalam menjalani pekerjaan, meningkatkan hubungan baik dengan orang disekitar.

1. Aspek Work-life Balance

Menurut McDonald dan Bradley (2005), untuk mencapai Work-life Balance terdapat beberapa aspek yang perlu mencapai keseimbangan. Yang pertama Keseimbangan Waktu (Time Balance), menyangkut jumlah waktu yang diberikan pada setiap peran baik dalam pekerjaan maupun non-pekerjaan. Selain waktu disediakan untuk menjalankan urusan pekerjaan, seseorang juga harus memiliki waktu untuk kebutuhan pribadinya seperti waktu keluarga, waktu luang untuk diri sendiri, dll. Lalu Keseimbangan Keterlibatan (Involvement Balance), tingkat keterlibatan psikologis atau komitmen dalam atau terhadap peran pekerjaan dan non-pekerjaan. 

Adanya keseimbangan pada seberapa terikatnya seseorang dengan pekerjaan maupun diluar pekerjaan mereka. Selanjutnya adalah Keseimbangan Kepuasan (Satisfaction Balance) : tingkat kepuasan dengan peran pekerjaan dan non-pekerjaan. Kepuasan seseorang misalnya kenyamanan dalam menjalankan pekerjaan seimbang dengan hal di luar pekerjaan.

2. Work-life Balance terhadap Kepuasan Kerja

Bagaimana pengaruh Work-life Balance terhadap kepuasan kerja? Apa keterkaitannya? Menjadi puas di tempat kerja juga tampaknya memiliki dampak positif pada efisiensi dan kepuasan kerja pada karyawan. Kepuasan kerja dideskripsikan sebagai perasaan positif terhadap pekerjaan, yang merupakan hasil evaluasi dari setiap karakteristik pekerjaan (Robbins & Judge, 2015). Seseorang yang memiliki tingkat kepuasan kerja tinggi memiliki perasaan positif terhadap pekerjaannya, begitu juga sebaliknya seseorang yang memiliki tingkat kepuasan kerja yang rendah memiliki perasaan negatif terhadap pekerjaannya.

Denmark menjadi salah satu negara dengan Work-life Balance terbaik di dunia. Tenaga kerja Denmark adalah salah satu yang paling produktif, termotivasi dan kreatif di Eropa. Hanya sekitar 2% karyawan yang bekerja dengan jam kerja yang sangat panjang. Pekerja penuh waktu mencurahkan 66% dari hari mereka rata-rata untuk perawatan pribadi dan rekreasi, Tingkat pendidikan yang tinggi dikombinasikan dengan kemandirian dan fleksibilitas membuat karyawan Denmark mampu dan kompeten dalam menjalani tugas. Ini bukan hanya keuntungan bagi pengusaha; itu juga berkontribusi pada kepuasan kerja karyawan.

Penting untuk memiliki batasan antara pekerjaan dengan kehidupan sehari-hari, tentukan prioritas kerja, tinggalkan pekerjaan di tempat kerja, ubah kebiasaan buruk yang membuat pekerjaan terasa melelahkan, luangkan waktu untuk memanjakan diri dan melakukan hobi, cari pekerjaan yang lebih baik, belajar berkata tidak, mengeksplor diri lebih lagi untuk meraih Work-life Balance sesuai yang diinginkan.

PENUTUP

Dapat disimpulkan bahwa Work-life Balance memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja karyawan, yang berarti Work-life Balance berdampak pada efisiensi dan afektif terhadap kinerja karyawan. Perlu digarisbawahi juga, Work-life Balance sifatnya dua arah dan dapat terpenuhi apabila perusahaan menganggap karyawan sebagai manusia yang memiliki kebutuhan lain, bukan robot pencetak profit semata, sehingga, peran perusahaan juga penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang baik bagi karyawannya untuk menghindari work-life conflict karyawannya. 

Dengan mengevaluasi dan meningkatkan sistem pengorganisasian perusahaan yang menunjang terciptanya Work-life Balance terhadap karyawannya, hal itu akan mempengaruhi tingkat kepuasan kerja yang tinggi. Kepuasan kerja tinggi dapat mempengaruhi karyawan bekerja lebih keras sehingga dapat memberikan dampak positif terhadap prestasi kerja mereka. Dampaknya bagi perusahaan antara lain mengurangi tingkat absensi dan keterlambatan pegawai, meningkatkan hasil kerja pegawai, adanya loyalitas dan komitmen seorang pegawai, tingginya retensi pelanggan, dan berkurangnya turnover pegawai.

Daftar Pustaka

Amagasa, T., Nakayama, T., & Takahashi, Y. 2005. Karojisatsu in Japan: characteristics of 22 cases of workrelated suicide. Journal of Occupational Health. 47(2), 157-164. https://doi.org/10.1539/joh.47.157

Denmark.dk. Working In Denmark : Work-Life Balance. Diakses pada 23 November 2022. Dari (https://denmark.dk/society-and-business/work-life-balance)

Forbes.  27 Maret 2018. The Evolving Definition Of Work-Life Balance. Diakses pada 30 November 2022. Dari (https://www.forbes.com/sites/alankohll/2018/03/27

/the-evolving-definition-of-work-life-balance/?sh=1208beac9ed3) 

McDonald, P., Bradley, L.M. 2005. The Case For Work/Life Balance : Closing The Gap Between Policy and Practice. Australia: Hudson Global Resources Pty Limited.

Park, S. et al. 2020. The negative impact of long working hours on mental health in young Korean workers. PLoS ONE 15(8): e0236931. https://doi. org/10.1371/journal.pone.0236931

Robbins, S. P., & Judge, T. A. 2015. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Alih Bahasa Hadyana Pujaatmaka dan Benyamin Molan (8th ed.). Jakarta: Prenhallindo dalam Job Satisfaction Mediates Relationship Between Organizational Commitments And Employee Performance. Jurnal Manajemen Dayasaing. 21(2), 132-143

Schermerhorn, J. D., James, G. H., and Richard, N. O. 2005. Organizational Behavior. John Willey and Son Inc. dalam Pengaruh work-life balance terhadap kepuasan kerja karyawan pada Hotel Sintesa Peninsula Manado. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 7 No.2

The Korea Herald.  9 Maret 2021. [News Focus] Korea has 2nd-longest working hours in OECD. Diakses pada 17 November 2022. Dari (https://www.koreaherald.com/view.php?ud=20210309000162) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun