KPK adalah lembaga yang sangat strategis. Salah-salah sedikit, citra partai bisa terjun bebas karena kadernya ditangkap KPK. Setiap fraksi di DPR pasti diberi arahan khusus sebelum menentukan pilihannya untuk memilih komisioner.
Alhasil, ada calon-calon yang banyak dipilih karena fraksi tertentu kompak memilihnya. Tak mungkin tak ada alasan dibalik kekompakan tersebut. Tak menutup kemungkinan ada deal politik di balik suara para anggota dewan.
Nyatanya, hal ini memang terjadi. Sejumlah politisi cenderung aman dari jeratan KPK karena partainya meloloskan komisioner X atau komisioner Y. Deal politiknya, politisi A dan rekanannya mesti aman dari jeratan kasus
Ya, itu lah salah satu contohnya. Perlu penelitian dan pendalaman panjang untuk menggali dalam soal ini. Tapi saya cukup pada kesimpulan, KPK tak lepas dari politik.
Saya kadang heran, mengapa rakyat amat sangat percaya pada lembaga ini dan cenderung tidak kritis. Padahal, KPK tak memiliki badan pengawas khusus, punya kewenangan amat besar dan komisionernya dipilih oleh DPR (yang notabene hampir semua orang tak percaya DPR).
Masyarakat cenderung menolak jika ada komentar-komentar buruk terhadap KPK dan langsung menghakimi bahwa itu adalah bentuk pelemahan.
Padahal, KPK juga membutuhkan evaluasi. Hanya saja mungkin tak berupa hak angket karena saya rasa terlalu ekstrim. DPR khususnya Komisi III bisa saja membentuk Panitia Kerja (Panja) dan hal itu menurut saya lebih masuk akal dan bisa diterima.
Kedua, KPK didukung LSM. Saya cukup penasaran saat Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan bahwa sejumlah LSM dibayar untuk membela KPK. Sekilas nampak tak masuk akal, apalagi di mata publik. Tanpa mengantongi bukti, publik pasti akan langsung mengatakan Fahri ngawur karena memang citra politisi PKS ini di mata publik sudah tidak baik.
Tapi bagi jurnalis, pernyataan tersebut mengundang skeptisme yang lain. Tak terkonfirmasi, memang. Karena saya belum menanyakan lebih lanjut pada Pak Fahri soal temuan beliau. Meskipun dari hasil ngobrol-ngobrol saya dengan pihak lain, disinggung pula mengenai hal ini. Terlepas dari betul atau tidaknya, hal ini perlu menjadi pertimbangan.
Ketiga, KPK sudah berdiri sejak 2002. Belum pernah ada evaluasi. Citranya terus menanjak karena dianggap sukses menangkap koruptor-koruptor dari teri hingga kakap. Pertunjukan seru pun dipertontonkan. Rompi oranye jadi momok bagi semua orang. KPK seolah menjadi harapan satu-satunya ketika aparat penegak hukum lain, Kepolisian dan Kejaksaan justru dipandang korup.
 Isu dan selentingan yang saya dengar tentang KPK cukup banyak. Termasuk orang-orang yang pernah dan sedang menjadi pimpinan. Tentunya mereka beragam, tidak bisa disamaratakan. Isu yang beredar di publik dan citra yang menempel di mata publik belum tentu yang sebenarnya. Sebaliknya, banyak hal-hal yang tak diketahui publik. Singkatnya, saya merasa evaluasi terhadap KPK sangat diperlukan. Terlebih lembaga tersebut sudah berumur 15 tahun lebih. Silakan katakan saya tidak pro-KPK, tapi saya menilai evaluasi tak bisa lantas dikatakan pelemahan. Evaluasi adalah bentuk kepedulian untuk memperbaiki jika ada yang salah dalam KPK serta memaksimalkan KPK. Justru merupakan bentuk pelemahan jika kita mengabaikan adanya kejanggalan-kejanggalan dalam internal KPK dan tidak secara skeptis mempertanyakannya. Justru menjadi sangat berbahaya jika pelemahan itu datang dari dalam tubuh mereka sendiri, bukan? #SAVEKPK