Mohon tunggu...
Kebijakan

Indonesia Sea and Coast Guard: Bakamla atau PLP?

15 Agustus 2018   21:21 Diperbarui: 16 Agustus 2018   10:32 2678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Sea and Coast Guard

Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) dengan luas wilayah laut sebesar 3.257.483 km2 serta posisi strategis ditinjau dari segi ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan, menjadikan Indonesia sangat penting bagi negara -  negara dari berbagai kawasan. 

Namun, posisi strategis ini selain merupakan peluang sekaligus kendala bagi Indonesia. Kondisi ini memungkinkan Indonesia mendapatkan kendala, ancaman maupun permasalahan yang mengganggu stabilitas keamanan laut, juga dapat menimbulkan konflik dengan negara lain, bahkan tidak mustahil menjadi perang terbuka antar negara. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara yang intensif melakukan kegiatan melalui atau di atas laut.

Untuk melindungi kepentingan nasional di laut, telah dilakukan pemantapan landasan hukum yang mengatur wilayah perairan Indonesia, seperti Undang - Undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, Undang - Undang No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea - UNCLOS 1982). 

Selain itu, diberlakukannya aturan internasional di bidang kemaritiman, seperti International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code sejak tahun 2004 sebagai hasil amandemen dari Konvensi Safety of Life at Sea (SOLAS), tentu menjadikan Indonesia untuk menyiapkan instrumen - instrumen pemerintahan yang menjalankan fungsi dan peran sebagai wujud implementasi dari berbagai peraturan/produk hukum di bidang kemaritiman, seperti polisi air maupun sea and coast guard, tidak tertinggal juga keterlibatan angkatan laut dalam patrol keamanan laut.

Dalam pelaksanaan pengawasan keamanan dan penegakan hukum di atas laut, Indonesia memiliki permasalahan yang cukup serius, dimana banyaknya lembaga penegakan hukum di laut menjadikan timbulnya tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas, pokok dan fungsi serta wewenang antara lembaga. 

Pasal 4 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, menyebutkan bahwa penyelenggaraan kelautan Indonesia, meliputi wilayah laut; pembangunan kelautan; pengelolaan kelautan; pengembangan kelautan; pengelolaan ruang laut dan perlindungan lingkungan laut; pertahanan, keamanan, penegakan hukum dan keselamatan di laut; dan tata kelola dan kelembagaan. 

Tumpang tindih ini memberikan dampak negatif bagi Indonesia, sebagai contoh bagi industri pelayaran, hal ini akan sangat merugikan karena masing - masing lembaga memiliki peraturan yang harus ditaati oleh kapal, terutama dalam hal pembayaran denda kepada sejumlah lembaga tersebut. Kerugian tersebut memang ditanggung oleh perusahaan secara personal, namun tentu akan menurunkan angka pelayaran jika hal tersebut terus berlanjut. 

Tentu penurunan angka pelayaran, terutama oleh kapal -kapal dagang akan melemahkan sektor ekonomi Indonesia, dimulai dari terganggunya jalur distribusi dan logistik antar pulau sebagai implementasi Tol Laut, mengurangi daya tarik kapal asing untuk menggunakan wilayah laut Indonesia sebagai jalur perdagangan internasional (SLOT), dsb.

Badan Keamanan Laut

Badan Keamanan Laut (Bakamla) Republik Indonesia dibentuk melalui Peraturan Presiden No. 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut berdasarkan UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. 

Dimana, di dalam perpres tersebut dijelaskan secara tegas bahwa Bakamla memiliki tugas untuk melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia, dimana disebutkan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya, Bakamla bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan. 

Bakamla merupakan hasil revitalisasi dari Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) yang terbentuk tahun 1972 melalui Keputusan Bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata, Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan, Menteri Kehakiman dan Jaksa Agung

Dalam mengemban tugas menjaga keamanan laut, Bakamla hadir tidak hanya mengandalkan TNI AL atau Kepolisian saja, tetapi juga melibatkan stakeholder lainnya yang menjadi mitra Bakamla, yakni Kementerian Koordinasi Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kejaksaan Agung, Mabes TNI serta Badan Intelijen Negara.

Penjaga Laut dan Pantai

Pembentukan Penjaga Laut dan Pantai bertujuan untuk menjaga keamanan dan keselamatan pelayaran di wilayah laut Indonesia, serta di wilayah laut Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan wilayah laut Landas Kontingen Indonesia seperti yang diamanatkan pada Penjelasan Undang - Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. 

Berdasarkan Penjelasan UU No. 17 Tahun 2008, disebutkan bahwa Penjaga Laut dan Pantai memiliki fungsi komado dalam penegakan aturan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, dan fungsi koordinasi di bidang penegakan hukum di luar keamanan dan keselamatan pelayaran; pembentukan Penjaga Laut dan Pantai adalah untuk pemberdayaan Bakorkamla dan perkuatan KPLP; ketentuan yang menyangkut keselamatan dan keamanan pelayaran yang ada dalam UU No. 17 Tahun 2008 tentang pelayaran, selain di wilayah laut Indonesia juga berlaku di wilayah laut internasional, yaitu wilayah laut Zona Ekonomi Eksklusif dan wilayah laut Landas Kontingen Indonesia.

Ketentuan pada pasal 276 Undang - Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang mengamanatkan pembentukan Penjaga Laut dan Pantai (PLP) yang bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. PLP harus dibentuk berdasarkan pasal 276 Undang - Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (namun hingga kini belum dibentuk).

Bertolak dari United State Coast Guard (USCG) yang merupakan cabang dari Angkatan Bersenjata Amerika Serikat yang merupakan maritim, militer dan layanan untuk multi-misi di antara cabang - cabang militer Amerika Serikat untuk melakukan penegakan hukum maritim (dengan yurisdiksi di perairan domestik dan internasional). USCG beroperasi di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri selama masa damai dan dapat dialihkan ke bawah Departemen Angkatan Laut oleh Presiden atau Kongres selama masa perang.

Tentu Indonesia Sea and Coast Guard harus dibentuk untuk melakukan penegakan hukum maritim dengan wilayah operasionalnya adalah wilayah yurisdiksi dan wilayah perairan Indonesia. Penegakan hukum maritim, apa itu maritim? Maritim sendiri berhubungan dengan angkatan laut dan semua kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan komersial (perdagangan dan pelayaran) yang bersifat non-militer terhadap laut. 

Dengan demikian, istilah maritim sesungguhnya lebih komprehensif, yaitu tidak hanya melihat laut secara fisik, wadah dan isi, tetapi juga melihat laut dalam konteks geopolitik. Laut sebagai wilayah operasional dari Sea and Coast Guard sendiri dapat diartikan sebagai wadah, hamparan air asin yang sangat luas yang menutupi permukaan bumi, dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (melihat laut secara fisik).

Jika dilakukan perbandingan tugas dan fungsi kedua lembaga tersebut dan mengaitkannya dengan tugas sebagai penegak hukum maritim, dapat dilihat bahwa Bakamla bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia.

Tidak menyebutkan secara spesifik aspek kelautan apa yang menjadi ruang lingkupnya, sehingga dapat dinilai bahwa Bakamla berhak melakukan operasi keamanan dan keselamatan yang menyangkut berbagai aspek, mulai dari pelayaran, illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing, pertambangan laut, pencemaran laut dan lain - lain. Sedangkan, PLP bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan pelayaran, tersebutkan secara spesifik bahwa aspek kelautan yang menjadi ruang lingkup PLP adalah pelayaran.

 Jadi, Sea and Coast Guard merupakan lembaga yang memiliki tugas melakukan penegakan hukum maritim, maritim yang menyangkut segala aspek atau kegiatan yang berlangsung melalui atau di atas laut, tidak hanya terfokus pada pelayaran. 

Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan tata kelola keamanan maritim, langkah yang perlu diambil berkaitan langsung dengan penyediaan kerangka hukum yang memadai secara spesifik dan pengelolaan ulang aspek kelembagaan yang tumpang tindih di dalam tata kelola keamanan maritim. 

Hal tersebut perlu dilakukan untuk mendirikan basis legal yang kuat sehingga pemerintah dapat menurunkan hukum tersebut ke dalam instrumen - instrumen yang spesifik, seperti peraturan pelaksanaan. Di sisi lain, perlu adanya kejelasan dalam pembagian fungsi dan kerja antar lembaga keamanan maritim. Tidak hanya itu, pemerintah juga perlu menginisiasi pengelolaan kelembagaan keamanan maritim, yang secara khusus mendikte tugas dan fungsi dari Indonesia Sea and Coast Guard.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun