"Besok kamu matangkan ulang ya dengan klien kita tadi?" manajer Yuni mengingatkan.
Yuni bersiap-siap ingin pulang. Ia rapikan ruangan kerjanya seadanya. Pikir Yuni, besok akan dirapikannya, agar sesampaikan di ruangannya, ada kerjaaan yang diistilahkan olehnya sebagai olahraga.
Sebelum mencapai pintu gerbang, Yuni menyapa teman-temannya dan petugas keamanan di kantornya. Laku Yuni begitu setiap hari tiap mau pulang ke rumah.
Yuni menghidupkan motornya. Belum sampai di luar gerbang kantornya, ada yang menelepon. Nomornya tidak dikenal. Yuni mengangkatnya.
Penelepon itu mengaku dari leasing tempat ia dahulu mengambil motor. Yuni ditanyakan status pembelian motornya. Yuni menjawab bahwa motornya tidak ada masalah, karena ia membelinya dengan lunas. Tidak menyicil.
Penelepon itu tidak percaya. Kemudian meminta Yuni memberikan alamat rumahnya. Penelepon itu memaksa. Yuni tidak mau memberikannnya.
Yuni tutup telepon itu. Berjalan. Melewati jalur biasa yang ia lewati. Sepanjang perjalanan. HP Yuni berdering. Terus berdering.
Yuni berhenti, di pinggir jalan. Ia lihat, ternyata dari penelepon yang mengaku dari leasing tadi. Yuni tidak mengangkatnya. Ia kembali melanjutkan perjalanannya.
Sesekali ia melihat spion. Takut-takut penelepon itu mengikutinya. Yuni mulai takut.
Sekira 6 kilo mau sampai ke rumahnya, Yuni melihat spion motornya, ada yang mengikuti. Yuni takut. Mau enggak mau ia ngebut.
Yuni takut diberhentikan dan diambil paksa motornya. Yuni terus mengegas laju motornya. Sesekali ia kembali melihat spionnya. Tidak ada.