Pagi-pagi sekali, Yuni sudah bangun. Sebelum subuh, hingga ia tidak tidur lagi. Tidak seperti biasanya.
Biasanya, ia bangun siang---bangun subuh kemudian tidur lagi, sampai mendekati jam keberangkatan dia kerja.
Hari itu, Yuni bangun untuk menyuci. Banyak cuciannya. Kalau ditimbang, bisa hampir 20-an kilo. Ia mesti berkali-kali nyuci di mesin cuci. Menunggu, dan menunggu. Maklum, mesin cuci Yuni masih manual. Tidak otomatis.
Belum lagi kalau dia mandi, bisa habis waktu hampir satu jam. Lama sekali bagi ukuran pria. Tapi, "umumnya", wanita memang dikenal begitu: mandinya lama.
Yuni masuk kerja pukul 9 pagi. Jauh sebelum jam 9, Yuni sudah selesai menyuci semua pakaiannya. Sudah dijemur juga. Mandi juga selesai.
Sarapan, sudah. Ia memanaskan mesin motor. Yuni berangkat menggunakan motor ke tempat kerjanya di bilangan Kebayoran Baru.
Hari itu, seperti hari biasanya bagi Yuni. Tidak ada yang special ataupun istimewa. Pun sebaliknya. Cerah-cerah saja, secerah wajahnya.
"Kak. Aku pamit jalan, ya?" Yuni pamit ke kakaknya, sembari mengucap salam.
Perjalanan Yuni ke kantornya cukup lumayan untuk seorang wanita. Bisa mencapai 1 jam, bahkan lebih dikit. Yuni berangkat pukul 07.45 WIB.
Jalan hari itu, cukup ramai. Macet, sudah dianggap biasa olehnya. Ini Jakarta. Dimana hampir seluruh jalan strategisnya, macet.
Yuni selalu berangkaat lebih awal. Bukan karena macet saja, melainkan juga karena ia mengendarai motornya tidak begitu kencang.