Mereka ada yang melakukan aksi unjuk rasa seperti awal-awalnya UU Cipta Kerja kembali muncul.
Tidak sedikit mereka melakukan aksi penolakan terhadap Perppu itu. Bergelombang, secara bergantin dari banyak serikat dan atau organisasi buruh.
Seperti tidak mendengarkan keluhan kebanyakan buruh, Perppu malah diundangkan oleh pemerintah---di tengah protes. Terbitlahh UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Lagi-lagi serikat dan atau organisasi buruh menolaknya, dengan keras. Mereka kecewwa berat dengan pemerintah. Mereka kemudian berlomba-lomba menggugatnya. Salah satunya datang KSPI-Partai Buruh---meminta agar UU 6/2023 itu dibatalkan.
UU Cipta Kerja itu dinilai KSPI-Partai Buruh bermasalah. Bahkan bermasalah sejak prosesnya---mengaku tidak dilibatkan pemerintah dalam membuat Cipta Kerja.
Gugatan KSPI-Partai Buruh sampai sekarang masih berjalan.
Soal gugatan, kebanyakan buruh Indonesia berharap tetap sama, yakni meminta MK RI untuk membatalkan UU Cipta Kerja. Seperti yang sering disampaikan oleh Presiden KSPI-Partai Buruh Said Iqbal dan yang lainnya.
KSPI-Partai Buruh adalah satu dari sekian kelompok yang mengajukan gugatan ke MK RI soal UU Cipta Kerja ini.
Ada juga dari KSBSI. Mengajukan gugatan terhadap UU Cipta Kerja. Umumnya alasan organisasi besar buruh ini sama: tidak membuat baik nasib untuk buruh Indonesia.
Wewenang MK RI
Kalau melihat peran atau wewenang MK RI---yakni untuk menguji konstitusionalitas UU dan lembaga yang bersengketa, menurut saya sudah tepat. Difasilitasi setiap sengketa tanpa ada pertimbangan atau perbedaan, termasuk apa yang dilakukan oleh serikat dan atau organisasi buruh. MK RI telah menjalankan amanat UUD 1945 di situ.