Merapihkan laporan dari tim sudah selesai. Zaid turun ke bawah. Bersiap-siap ke tempat cukung cukur langganannya.
Tukang cukur itu dekat rumah. Zaid jalan kaki. Ganti celana panjang dahulu sebelum keluar rumah.
"Aku ke tukang cukur, ya?" ia pamit ke isterinya.
Isterinya memanggil Zaid. Menitip dibelikan susu untuk keduan anaknya.
Sampai di tukang cukur, Zaid tidak langsung "dieksekusi". Zaid mengantre. Ada satu pelanggan yang sedang dicukur rambutnya. Laki-laki.
Zaid melihat model yang diminta cukur laki-laki itu rada aneh. Model kekinian, sepertinya. Tebal di atas, di pinggir botak-botak. Zaid tak komentar.
Tiba giliran Zaid. Tukang cukur itu langsung menyarunkan kain hitam ke badan Zaid. Kain hitam itu untuk meminimalisir potong rambut masuk ke dalam badan---baju.
"Cukur model apa nih, bang? Tanya tukang cukur itu setiap kali Zaid ingin mencukur.
Tukang cukur itu selalu bertanya begitu. Katanya, biar professional saja menyambut pelanggan. Zaid tersenyum.
Potonga rambut Zaid biasa saja, pendek. Belah pinggir. Tidak macam-macam seperti orang sebelumnya. Tukang cukur itu sudah sangat tahu sebenarnya.
Di tengah mencukur, pencukur itu membuka obrolan terkait viralnya tukang cukur yang menerapkan tarif ratusan ribu hingga jutaan. Zaid mendengarkan. Ternyata tukang cukur ini tidak ketinggalan info di social media. Zaid salut.