Ternyata persoalan sepele, yang harusnya tidak sampai terjadi pertengkaran.
Namun, guru BP memahaminya: anak muda. Sedang labil-labilnya.
Guru BP itu tidak menghukum mereka. Ia hanya memberikan peringatan agar jangan diulangi lagi kejadian itu (pertengkaran). Malu kalau teman-teman tahu, kata dia.
Guru BP meminta keduanya kembali ke kelas masing-masing.
Keduanya baru duduk di bangku kelas II SMA. SMA swasta di daerah Jakarta Timur.
Keduanya sama-sama menjadi pusat perhatin. Menjadi buah bibir. Itu karena keduanya cantik. Putih.
Perbedaannya, Ara memakai kacamata, sedangkan Devi tidak. Dan kebanyakan siswa laki-laki mengidolakan mereka.
Sebetulnya, tidak hanya cantik. Keduanya juga pintar di kelas masing-masing. Guru-guru bahkan mengapresiasi keduanya, karena sering masuk tiga besar dalam peringkat kelas.
Teman-teman di kelas mereka heboh. Hampir semua temannya tahu apa yang terjadi. Ara dan Devi tidak mau tahu. Masak bodo.
Ada juga temannya (dekat), yang merasa peduli dengan keduanya. Memberikan nasihat begini dan begitu. Ara dan Devi hanya mendengarkan. Lagi-lagi tidak mau tahu.
Guru Bahasa Indonesia masuk ke dalam kelas Ara. Ara langsung disorot tajam olehnya. Ditanya apa yang terjadi tadi. Ara menjelaskan. Guru Bahasa Indonesia, Budi, tidak percaya. Sebab dia sudah tahu dari cerita guru BP, Ningsih.