Orang tua Dewi tidak yakin Aji dapat memenuhi kebutuhan hidup anaknya sebagai seorang desainer grafis lepas. Hal itu disampaikan Dewi ke Aji, usai menceritakan niat baik Aji itu ke orang tuanya. Aji berniat menikahi Dewi.
Niat Aji ini belum dinyatakan langsung oleh orang tua Dewi. Rencananya, ia akan menyampaikannya sendiri. Bukan lewat Dewi, sehingga ia dapat memberikan pengertian atau penjelasan bahwa pekerja desainer grafis lepas tidak seperti yang dipikirkan.
Desainer grafis lepas juga punya semangat. Desainer lepas juga memiliki tanggung jawab. Dan desainer grafis lepas juga memiliki keyakinan berhasil meraih mimpi-mimpi, seperti menjadi desainer grafis terkenal yang setia.
Aji ingin menyampaikan itu. Agar orang tua Dewi tidak memandang sebelah pekerjaannya yang hanya seorang desainer grafis lepas.
Namun, sudah terlanjur, Dewi sudah menceritakannya kepada orang tuanya. Aji tidak tahu lagi harus bagaimana. Apakah dia harus tetap bertemu orang tuanya Dewi atau sebaliknya.
"Tunggu mama tenang dulu aja kalau kamu mau ketemu," kata Dewi, berkata lembut, saat keduanya bertemu.
Aji mengerti. Tapi sudah terlanjur penolakan itu terjadi. Ia malah kecewa orang tua Dewi sampai berpikir ke sana kepada dirinya, walau hal itu dianggap lumrah oleh sebagian orang tua.
"Kita pulang saja," pinta Aji.
Keduanya lantas meninggalkan tempat makan. Aji mengajak Dewi pulang. Dewi tidak mau. Aji tetap memaksa. Dewi tetap tidak mau.
Apa yang ingin dilakukan Aji dilihat Dewi hanya emosi sesaat. Ia coba menenangkan Aji. Tapi Aji tetap bersikeras mengajak Dewi untuk pulang.
Tidak ingin terjadi keributan di tempat umumn, Dewi mengalah. Aji tetap keras. Ia terlanjur sudah merasa kecewa dengan orang tua Dewi yang dianggap memandang sebelah mata atas keseriusannya.
Keduanya akhirnya pulang.
Sebelum meninggalkan tempat makan itu, Aji menyampaikan pesan di telinga Dewi ---yang membuatnya sangat kaget, dan akhirnya menangis.
"Kita tidak perlu bertemu lagi kayaknya," tegas Aji.
Menurut Aji sudah jelas semuanya. Tidak lagi bisa diteruskan bagaimanapun caranya.
Cerita hidup Dewi, kata Aji, hanya ada di tangan orang tuanya. Bukan di tangan dirinya, karena Dewi dinilainya tidak dapat meyakinkan orang tuanya atas niat baik yang ia miliki.
Keduanya akhir berpisah. Di tempat makan itu. Tempat makan yang berada di bilangan Jakarta Timur. Tempat itu akan menjadi kenangan pahit Aji, dan juga Dewi.
Aji tetap mengantar Dewi pulang. Tapi kali ini, ia tidak mampir ke rumah Dewi. Tidak seperti biasanya, ketika mengajak Dewi keluar selalu mampir dan bertemu orang tuanya.
Dalam perjalanan, Dewi hanya menangis. Dewi merasa menyesal menceritakan apa yang diucapkan oleh orang tuanya. Sayang, nasi sudah menjadi bubur. Dewi mendapat konsekuensinya.
Aji hanya diam saja selama perjalanan. Tidak lagi riang seperti biasanya. Menggoda Dewi dan mengerjai Dewi dengan candaan-candaan konyol dan ngeselin.
Sepanjang jalan, suasana di dalam mobil menjadi "dingin". Dingin karena sikap Aji.
Aji sudah tidak mau tahu lagi soal Dewi. Ia benar-benar kecewan berat.
Apa yang terjadi malam ini adalah malam terburuk Aji selama menjalin hubungan dengan seorang wanita. Ia merasa tidak dipertahankan. Sangat kecewa.
"Sudah ya sampai sini aja," Aji menurunkan Dewi di gang rumahnya.
Aji tidak pamit. Tidak ada sepatah kata pun lagi yang keluar dari mulutnya. Aji sudah habis kata-kata.
Namun, ia tetap menitipkan salam untuk orang tua Dewi. Aji tetap hormat kepada mereka.
***
Aji dan Dewi kenal lewat aplikasi pencari teman. Keduanya secara tidak sengaja "bertemu" dalam aplikasi itu karena sama-sama match. Akhirnya, keduanya saling minta kontak. Keduanya pun komunikasi.
Butuh sebulan penuh keduanya baru bisa bertemu. Maklum, dalam dunia social media ini kewaspadaan tingkat tinggi menjadi kunci. Agar tidak terjadi hal-hal buruk yang sama-sama tidak diinginkan. Keduanya memberlakukan itu.
Sebelum bertemu, keduanya sudah sama-sama saling mengakui bahwa bermain social media mencari teman sudah lama. Tapi, belum ada satu pun keduanya temui ketika match. Baru komunikasi-komunikasi internal lewat aplikasi saja.
Aji, baru kali pertama bertemu dengan orang yang bermain pencari pertemanan itu. Dewi pun demikian.
Pertemuan keduanya terjadi di salah satu mal di Jakarta. Dewi bekerja di sana. Dewi sebagai supervisor di salah brand ternama di mal itu.
"Aku sudah di mal, ya? Di Macdon, tempat makan," Aji memberi tahu.
Sejam kemudian, Dewi tiba. Bertemu Aji. Keduanya saling lempar senyum. Kata keduanya, sesuai. Sesuai dengan foto ptofil yang mereka pasang di aplikasi pencari teman itu.
Keduanya tertawa. Saling mengejek. Obrolan makin ke mana-mana. Aji dan Dewi merasa senang sudah bertemu.
Merasa sama-sama nyambung, Aji dan Dewi makin intens komunikasi. Tidak butuh lama, keduanya mengikrarkan sama-sama suka. Sama-sama memiliki rasa.
Layaknya pasangan, keduanya mulai membuka-buka pelan jati diri masing-masing. Di antaranya soal pekerjaan dan keluarga. Aji adalah seorang desainer lepas. Tidak terikat oleh perusahaan atau pihak mana pun. Penghasilan tidak menentu.
Intan, supervisor di mal. Sudah lama bekerja di sana. Sudah hampir lima tahun. Memilki puluhan bawahan. Dewi memiliki hasil yang cukup lumayan.
Di satu kesempatan, Aji diajak ke rumahnya Dewi. Aji kaget, karena belum lama kenal tetapi sudah diajak ke rumahnya. Tapi Aji tidak masalah. Tidak ada keraguan sedikit pun.
Toh, katanya hanya main ke rumahnya saja. Kalaupun ada di luar itu, seperti akan membahas hubungan ke depan, ia juga sudah siap.
Aji memang sudah siap untuk itu, karena ia sudah memasang niat dengan kuat bahwa tahun ini harus sudah menikah. Usia Aji sudah 30 tahun. Di usia 30 itu lah targetnya.
Aji memiliki niat kuat itu karena tidak ingin gagal seperti sebelumnya. Saat itu ia gagal menikah karena orang tuanya tidak yakin bahwa Aji akan setia. Orang tua perempuan itu menyimpulkan secara cepat dari cerita keluarganya bahwa seorang desainer begini dan begitu (baca: tidak setia). Â
Ia berharap jenjang itu terealiasi.
Aji akhirnya bertemu kedua orang tua Dewi. Di sana ia banyak mengobrol dengan keduanya. Nyambung. Tidak ada rasa ragu sedikit pun kalau orang tua Dewi akan menolaknya, jika memang orang tua ingin segera memiliki mantu. Aji percaya diri.
Dewi tersenyum melihat Aji yang mudah akrab dengan kedua orang tuanya. Dewi punya keyakinan bahwa orang tuanya setuju dengan Aji, kalau ke depan menjadi suaminya.
Di rumah Dewi, Aji cukup lama. Sekira dua jam. Banyak hal yang dibicarakan. Mulai dari sekadar basa-basi hingga menyinggung keseriusan Aji kepada Dewi.
"Nak Aji kerja di mana? Sudah lama kenal sama Dewi? " tanya ibunya Dewi yang disusul banyak pertanyaan lainnya, seperti sejauh mana serius dengan Dewi.
Selain kedua orang tua Dewi yang dirasanya nyambung diajak ngobrol, adik-adik Dewi pun dirasa demikian. Semuanya hampir bisa dikatakan akrab.
Aji kerasan di rumah Dewi. Benar-benar merasa seperti sudah kenal lama dan langsung saja dianggapnya seperti orang tuanya sendiri. Aji pamit pulang.
"Sering-sering main ke sini ya, Ji?" pesan singkat orang tua Dewi kepadanya.
***
Dewi tidak ingin berpisah dengan Aji. Tapi Aji ingin sebaliknya dan telah memutuskan. Tidak bisa lagi ia pertimbangkan.
Menurut Aji, hubungan dia dengan Dewi sudah selesai. Tutup buka. Dijadikan kenangan.
Dewi berusaha menghubungi Aji. Lewat telepon dan pesan singkat. Aji tidak merespons ataupun membalas. Aji sudah benar-benar mencapai kesimpulan: hubungan ini sudah berakhir.
Saking Dewi ingin mempertahankan Aji, Dewi kemudian nekat ke rumahnya Aji. Rumah Aji dan Dewi cukup jauh. Dewi ke rumah Aji sendiri.
Dewi ke rumah Aji setelah ia pulang kerja. Ia telah mempersiapkan kata-kata terbaiknya jika nanti bertemu Aji. Ia akan sampaikan bahwa hanya Aji yang ia cinta.
Bagaimanapun, apa yang dikatakan Aji soal perjuangan pada waktu itu, telah ia lakukan. Orang tuanya mengerti. Orang tua Dewi menerima Aji.
Dewi berangkat ke rumah Aji, dengan perasaan senang campur takut. Dewi tetap melangkah.
Saat sebelum sampai ke rumah Aji, sekira 50 meter, Dewi melihat Aji keluar rumah.
Demi memanggil Aji. Berkali-kali ia panggil tetapi Aji tidak menjawabnya. Aji hanya melirik sedikit bahwa ia tahu siapa yang memanggil. Membalikkan badan.
Aji benar-benar sudah tidak ingin lagi bertemu Dewi.
Dewi terus memanggil. Sampai-sampai orang yang berada di sekitar mendengar dan melihat ke arah Dewi, Â juga Aji.
Aji tetap tidak mau tahu.
Akhirnya Aji bergegas menghindari Dewi dengan melalui gang-gang kecil dekat rumahnya. Dewi kehilangan jejak Aji.
Dewi menyesalinya, Aji berlaku seperti itu.
Aji dinilainya tidak lagi menghargainya karena sudah jauh-jauh datang tetapi tidak ingin bertemu, walaupun hanya sebentar. Padahal ia ingin menyampaikan kabar gembira.
Perjuangan Dewi pun kandas.
"Baik kalau begitu, Ji. Aku tidak akan mengganggu kamu lagi, walau ada kabar baik dari orang tuaku," pesan terakhir Dewi kepada dirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H