Sejam kemudian, Dewi tiba. Bertemu Aji. Keduanya saling lempar senyum. Kata keduanya, sesuai. Sesuai dengan foto ptofil yang mereka pasang di aplikasi pencari teman itu.
Keduanya tertawa. Saling mengejek. Obrolan makin ke mana-mana. Aji dan Dewi merasa senang sudah bertemu.
Merasa sama-sama nyambung, Aji dan Dewi makin intens komunikasi. Tidak butuh lama, keduanya mengikrarkan sama-sama suka. Sama-sama memiliki rasa.
Layaknya pasangan, keduanya mulai membuka-buka pelan jati diri masing-masing. Di antaranya soal pekerjaan dan keluarga. Aji adalah seorang desainer lepas. Tidak terikat oleh perusahaan atau pihak mana pun. Penghasilan tidak menentu.
Intan, supervisor di mal. Sudah lama bekerja di sana. Sudah hampir lima tahun. Memilki puluhan bawahan. Dewi memiliki hasil yang cukup lumayan.
Di satu kesempatan, Aji diajak ke rumahnya Dewi. Aji kaget, karena belum lama kenal tetapi sudah diajak ke rumahnya. Tapi Aji tidak masalah. Tidak ada keraguan sedikit pun.
Toh, katanya hanya main ke rumahnya saja. Kalaupun ada di luar itu, seperti akan membahas hubungan ke depan, ia juga sudah siap.
Aji memang sudah siap untuk itu, karena ia sudah memasang niat dengan kuat bahwa tahun ini harus sudah menikah. Usia Aji sudah 30 tahun. Di usia 30 itu lah targetnya.
Aji memiliki niat kuat itu karena tidak ingin gagal seperti sebelumnya. Saat itu ia gagal menikah karena orang tuanya tidak yakin bahwa Aji akan setia. Orang tua perempuan itu menyimpulkan secara cepat dari cerita keluarganya bahwa seorang desainer begini dan begitu (baca: tidak setia). Â
Ia berharap jenjang itu terealiasi.
Aji akhirnya bertemu kedua orang tua Dewi. Di sana ia banyak mengobrol dengan keduanya. Nyambung. Tidak ada rasa ragu sedikit pun kalau orang tua Dewi akan menolaknya, jika memang orang tua ingin segera memiliki mantu. Aji percaya diri.