Dari jendela dapur keamati pepohonan.
Dedaunan kering menggravitasi, terhampar kebumi bak permadani surya, kuning keemasan.
Sementara dedaunan lain masih bertahan, memeluk erat ranting ranting kerontang.
Takut akan  kejam mistral yang menerjang ganas.
Tetiba, alunan musik lagu 'Oh darling' Â membahana, menandakan panggilan dari mu via selularku.
 Sedang dimana,  tanyaku sedikit cemburu.
 Jalan jalan dihatimu  rayuan celotehmu.
Oh,,,yang disebelah  mana? kembali kubertanya dengan nada penasaran.
 Ditepi sungai yang penuh bebatuan  jawabmu di barengi renyah tawa.
 Hhhmmm,,,panjang nian sungainya. Akan kucoba menjumpai dirimu menggunakan canoe buat menelusuri sungai itu  niatku dalam kata.
 Sungguh ?  Desahmu.
 Sungguh!  yakinku.
Bila kau temui namamu namaku di salah satu bebatuan kali, aku tak jauh dari situ menunggumu
kembali kudengar tawamu, menggoda.
Hatiku di hatimu. Mungkinkah?
Hempasan bayu membentak lamunanku melalui klik klak jendela yang tadi kubuka.
Dingin menjalar keseluruh ruangan.
Kutututp rapat jendela itu.
Musim gugur yang kembali bertamu untuk kesekian kalinya.
Sebelumnya tak pernah kugubris hadirnya, hingga kumengenalmu.Â
Kuhitung dalam angan musimmu musimku.
Ah,,,engkau masih pagi menjelang tengah hari, sementara diriku sudah melewati waktu Duhr.
 Aku tak peduli  berkali kamu konfirmasi dalam tuturmu.
 Apa arti ke tak pedulian dan hingga kapan?  Desir pikiranku menggelitik valva aliran darah menuju serambi jantungku.
Kupandangi jam dinding yang selalu menjalankan tugasnya dengan riang , tik,,,tak,,,tik,,,tak.
Perlukah merisaukan perbedaan waktu?
Sempat ia berputar keliling dibenakku dan masih kembali menari dengan gemulainya.
Mungkin kita harus membangun jembatan penyeberang.
Sanggupkah?
Bangkit dan semangat demi suatu harapan tangguh.
Pada selang waktu, aksaramu aksaraku terjalin terkelindan.
Lihat,,,jembatan itu terwujud kokoh.
Kau awali berjalan dari seberang sana, tanah permai  gugusan kepulauan.
Perlahan kuberanikan diri melangkah dalam tulus dan hati hati dari benua biru.
Diatas jembatan waktu kita bertemu.
Ohhhh,,,bukan hanya waktu kita berbeda. Dalam banyak hal !!!
Tapi,,,tunggu,,,jangan pergi dulu.
Ada juga kesamaan kita.
Ya betul,,,ada,,,
Kamu aneh, aku juga aneh.
Kamu pemimpi, aku pikir aku juga.
Kamu pengelana, aku juga.Â
Aku punya kunci  untuk masuk ke dunia cita cita
Rangkaian enam aksara ,,, Â Berdoa
Semoga Sang Pengatur waktu memberkati kita dalam menjalankan amanahNya.
Siapa tau niat luhur yang terpendam selama ini dapat terealisasi.
Jangan lagi risau.
KeputusanNya, apapun itu, pasti yang terbaik buat kita.
Melalui transparansi jendela tertutup kuamati tarian rerantingan
melenggok kekanan melenggok kekiri.
Bukan lagi semilir bayu yang membelai pepohonan
Hempasan demi hempasan hembusan angin
Dingin cuaca tak lagi kurasakan.Â
Malam tadi pemanas rumah telah kunyalakan.
Multi warna nan mempesona memadati panaroma alam pedesaanÂ
Walau banyak juga rimbun dedaunan hijau yang terus menggelayuti dahan dahan
Masih pagi disini. Kureguk teh hijau kesukaanku.Â
Dimana kau minum kopimu siang ini?
Anna Skl, 25 Oktober 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H