Mohon tunggu...
robi kurniawan
robi kurniawan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

https://robikurnia1.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pelajaran dari Seorang Peloper Koran yang Naik Haji dari Jepang

8 Agustus 2016   07:33 Diperbarui: 15 Agustus 2016   10:22 929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejatinya, berangkat haji sewaktu muda seperti Abdullah memiliki banyak keuntungan. Ibadah haji adalah ibadah badaniah, karena para hujjaj harus melaksanakan rangkaian manasik haji yang memerlukan kekuatan fisik. Mabit di ARMUNA (Arafah, Muzdalifah, dan Mina), melontar jumrah, thawaf dan sa’i.

Pada saat hari tarwiyah (10 Dzulhijjah), jama’ah haji harus berjalan kaki dari Muzdalifah atau Mina (bila mampir ke tenda dari Muzdalifah) ke lokasi jamarat. Apabila jama’ah haji melanjutkan dengan melaksanakan thawaf ifadah setelah jumrah Aqobah, maka ia harus berjalan kaki ke Masjidil Haram untuk melaksanakan thawaf dan sa’i lalu sore atau malam harinya harus kembali ke Mina untuk mabit. Total jarak yang harus ditempuh dengan berjalan kaki bila ia melaksanakan semua manasik tersebut pada hari tarwiyah adalah 25 – 26 km pada suhu 45.

Masa tunggu haji regular di Indonesia di beberapa daerah sudah mencapai 15 tahun an dan ONH plus mencapai 4 tahun an. Sehingga selagi kita masih muda, kita perlu tekad yang kuat untuk melaksanakan ibadah ini. Menimbang factor stamina, daftar tunggu, dan tentu saja biaya, kita perlu mengelola azzam berhaji ini dengan baik.

Belajar dari Abdullah, niat berhaji tidak hanya lintasan pemikiran. Akan tetapi harus diikuti dengan persiapan biaya yang memerlukan konsistensi. Tak jarang persiapan ini juga memerlukan waktu yang lama. Seringkali tersilap dengan keinginan lain yang menyaru sebagai kebutuhan.

Tekad berhaji ini setidaknya kita mulai dengan membuka tabungan atau rekening khusus haji. Selanjutnya secara konsisten mengkhususkan pendapatan yang halal setiap bulan untuk biaya haji. Kewajiban kita berikhtiar, mengenai hasil Allah lah yang mengatur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun