Mohon tunggu...
Robi Muhammad Affandi
Robi Muhammad Affandi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta dan Penulis Media Online

Hidup adalah tentang bagaimana engkau bercerita, dan bagaimana engkau diceritakan. Karena dengan cerita itulah manusia akan dikenal dalam sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Prince Gubee 12 (Kematian sang Ratu)

28 Agustus 2024   16:43 Diperbarui: 29 Agustus 2024   06:13 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prince Gubee/diolah dari Pushkin Shutterstock

Prince Gubee 12 (Kematian Sang Ratu)

                Gubee kembali menuju sarangnya setelah berpamitan dengan Ratu semut merah dan sahabatnya, Semut merah penjaga. Di antara hamparan bunga yang berwarna-warni, Gubee terbang sangat gesit pagi itu. Sayapnya yang bergetar cepat mengeluarkan bunyi lembut yang membangkitkan suasana ceria.

                Dari hamparan tanaman bunga itu, tampaklah sarang lebah yang terletak di pucuk pohon Willow yang menjulang anggun, sedikit tersembunyi di antara dahan-dahan yang menggantung lembut. Gubee semakin mempercepat kayuhan sayapnya menuju sarang itu.  

                Sarang tersebut berbentuk seperti bola berlapis, dengan sel-sel heksagonal yang tersusun rapi, terbuat dari lilin lebah yang bersinar kekuningan. Sarang itu sangat besar dan tampak teroganisir, dikelilingi oleh dahan-dahan pohon Willow yang lentur, memberikan perlindungan alami dari luar. Aroma madu dan aktivitas sibuk lebah yang keluar masuk sarang menambah kehangatan dan kehidupan di pucuk pohon yang tenang itu.

                Begitu tiba, Gubee mendarat lembut di tepi sarangnya. Dengan penuh kasih, ia menyentuh sarangnya yang hangat, melepas rindu yang telah menggunung. Rindu akan tempat yang menjadi sumber keamanannya, di mana ia dapat beristirahat dan merasa tenang setelah pertualangan panjang di dunia luar.

Gubee terus berjalan melalui lorong rahasia yang tak di kawal oleh lebah-lebah penjaga, menuju ke aula dimana lebah-lebah penjatan berada.  

                "Heeii! Gubee!" Seekor lebah menyambut kedatangan Gubee di aula yang baru dimasukinya. Ia lebah yang dulu bercerita tentang bunga Edelweis.

                "Kemana saja kau pergi beberapa hari ini?" tanyanya menepuk pundak Gubee.

                "Kemana lagi kalau bukan ke puncak gunung Alpen!" ungkap Gubee.

                "Kau kesana??

                Gubee mengangguk.

                "Kau menemukan bunga itu?

                "Ya. Aku menemukannya, dan juga sudah meminum nektarnya.

                "Waw! Aku tak percaya ini!" Lebah itu berdecak kagum dan kembali menepuk-nepuk pundak Gubee.

               "Ceritakan padaku bagaimana perjalananmu menuju bunga itu? dan, bagaimana rasa nektarnya?" tanyanya kemudian.

               Gubee menceritakan pengalamannya tiga hari yang lalu kepada temannya itu. Satu persatu lebah penjantan di ruangan itu juga mulai mendekat, tertarik dengan cerita Gubee.

               "Harusnya, kemarin aku ikut bersamamu Gubee." keluh salah seekor lebah jantan yang ikut berekerumun, setelah mendengar cerita Gubee yang cukup panjang.

              "Bisakah kau membawaku ke sana Gubee?" tambah lebah lain.

              "Bawa kami Gubee!" ujar lebah-lebah itu serempak.

              "Ya! Bawa kami!" Ruangan itu mulai gaduh. Mereka mulai berdesak-desakkan mendekati Gubee.             

              "Tenang! Tenang teman-teman!" Gubee berusaha menenangkan suasana.

              "Ceritaku belum selesai! Dengarkan aku dulu!" Ia mencari akal agar keributan itu tak terus berlanjut. 

              Lebah-lebah itu mulai diam setelah mendengar seruan Gubee.

              "Bunga Edelweis hanya mengeluarkan nektar di awal musim semi. Sekarang musim semi telah berjalan tiga hari, dan tidak ada nektar lagi di bunga itu," ungkap Gubee.

              "Benarkah itu Gubee? Aku tak pernah mendengar cerita itu dari lebah pekerja." Lebah yang punya sedikit pengetahuan tentang bunga keabadian itu, tampak tak percaya.

              "I, iya! Itu benar. Semut penghuni bunga itu yang memberitahuku." Gubee sedikit tergagap.

              "Oh, tidak! Kita terlambat." Semua lebah penjantan di aula itu bermuram durja. Mereka mulai membubarkan diri.

              "Jangan bersedih begitu teman-teman! Tiga hari lagi musim kawin akan segera tiba!

              Tak satupun dari mereka yang menghiraukan ucapan Gubee. Mereka kelihatan lesuh dan tak bersemangat. Bahkan madu-madu yang dihidangkan di ruangan itu, tak lagi menarik bagi mereka.

              "Maafkan aku teman-teman. Aku harus berbohong. Kalau tidak, apa yang akan terjadi dengan koloni ini jika semua penjantannya pergi," bisik Gubee dalam hati.

              Tiga hari berlalu, musim kawinpun tiba. Ratu lebah telah menunggu di dalam kamarnya yang megah. Kamar itu dihiasi dengan elemen-elemen alam dan sentuhan lebah pekerja yang penuh seni. Kamar itu memiliki dinding yang terbuat dari lilin emas berkilauan yang tampak hidup terkena cahaya.  

              Di tengah ruangan, terdapat tempat tidur yang elegan, tempat Ratu lebah menunggu penjantan, terbuat dari kayu alami dengan ukiran yang rumit, dan dihiasi dengan motif bunga dan lebah. Di salah satu sudut kamar, terdapat sebuah kolam kecil yang airnya sangat jernih. Dan aroma bunga yang harum memenuhi udara di sekitar ruangan itu, menciptakan suasana damai yang mencerminkan esensi sang Ratu lebah.   

              Semua lebah penjantan dikumpulkan di depan kamar Ratu lebah tersebut. Mereka di panggil satu persatu sesuai urutan kelahiran. Dan yang pertama terpanggil ialah lebah yang menyambut kedatangan Gubee tiga hari lampau.

             Lebah yang dulu awalnya bercerita tentang bunga Edelweis itu tampak tenang. Wajahnya berseri-seri seakan-akan tak mengetahui apa yang akan menimpanya setelah itu. Sedangkan lebah lain di tempat itu terlihat cemas, terbayang kematian yang akan menunggunya setelah kawin.

             Tak lama setelah memasuki kamar Ratu lebah, lebah itu keluar, di pikul oleh dua ekor lebah pekerja. Tubuhnya tak lagi bergerak, kaku dan tak bernapas, menambahkan kecemasan pada lebah-lebah jantan yang sedang menunggu giliran.

Lebah keduapun di panggil. Tubuhnya tampak menggigil. Ingin meronta, tapi tak bisa, lebah pekerja memegangnya dengan erat.

              "Mengapa saat yang ditunggu-tunggu ini menjadi begitu sangat menakutkan?" Gubee berbicara sendiri dengan hatinya.

              "Tak seharusnya kematian diperlihatkan kepada lebah jantan lain. Ada yang salah dengan prosesi ini." pikir Gubee.

              Tibalah giliran Gubee. Ia yang lahir di urutan ketiga, dibawa menuju kamar Ratu lebah. Jantungnya berdegup kencang saat melewati dua jasad temannya yang terbujur kaku di depan kamar itu. Walau ia telah meminum nektar bunga keabadian, kecemasan masih tetap melanda hatinya.

               Setelah beberapa saat, lebah pekerja keluar dari kamar Ratu lebah sambil berteriak. "Ratu kita telah mati! Ratu kita mati!!

               Semua lebah penjantan memasuki kamar Ratu lebah. Lebah penjaga, dan lebah pekerja lainnya juga bergegas memasuki ruangan itu. Suasana di sarang lebah, berubah tegang.

               Ratu lebah tergeletak di ranjangnya. Tubuhnya yang semula penuh energi dan kehidupan, kini kaku, dengan sayapnya yang tipis terlipat di punggungnya. Warna hitam keemasan yang dulu berkilau di bawah sinar matahari, sekarang terlihat kusam. Matanya yang besar dan biasanya memancarkan ketajaman, kini mati tanpa cahaya. Antena yang panjang terkulai, tidak lagi bergerak mencari feromon.

               Di sekitarnya, lebah pekerja dan lebah lainnya berkumpul, menunjukkan kesedihan dalam kerumunan sunyi, menyadari hilangnya sumber kehidupan koloni mereka. Ratu lebah yang sebelumnya menjadi pusat kehidupan dan kelangsungan hidup sarangnya, kini hanya tinggal kenangan dari kejayaan yang pernah ada.

               "Apa yang terjadi? Kenapa ratu bisa mati?" Lebah penjaga bertanya kepada lebah pekerja yang bertugas membantu perkawinan Ratu lebah.   

               "Aku tidak tahu. Proses perkawinan berjalan normal seperti biasanya. Namun setelah proses perkawinan dengan lebah penjantan ketiga selesai, tubuh Ratu tiba-tiba tak lagi bergerak. Napasnya mulai sesak, tubuhnya pucat, dan akhirnya.., Ratu kehilangan nyawa." Lebah pekerja berderai air mata membelai-belai sayap Ratu di hadapannya.   

               Gubee yang ada di antara kerumunan itu hanya diam membisu menyaksikan tragedi yang ada di depan matanya. Kebingungan dan kesedihan bercampur aduk di hatinya. Ia tak mengerti apa yang terjadi di saat itu. (bersambung...)

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun