Mohon tunggu...
Robi Muhammad Affandi
Robi Muhammad Affandi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta dan Penulis Media Online

Hidup adalah tentang bagaimana engkau bercerita, dan bagaimana engkau diceritakan. Karena dengan cerita itulah manusia akan dikenal dalam sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Prince Gubee 7 (Pertemuan Kedua)

22 Agustus 2024   17:52 Diperbarui: 22 Agustus 2024   22:35 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prince Gubee 7 (Pertemuan Kedua)

            Cahaya itu berasal dari tubuh seekor kunang-kunang. Kunang-kunang itu terbang menghampiri Gubee. Ia memandangi tubuh Gubee yang masih memancarkan cahaya, sebelum akhirnya kunang-kunang itu membawa Gubee ke tempat dimana udara masih banyak tersedia.

            Di antara hamparan bunga Anggrek yang sedang mekar, di sanalah kunang-kunang itu membawa Gubee. Ia baringkan tubuh Gubee di kelopak bunga Anggrek yang berwarna ungu, ia mengambil nektar bunga itu, dan meneteskannya ke mulut Gubee.

            Gubee tersadar. Nektar bungga anggrek yang segar membuatnya membaik dengan cepat. Napasnya kembali normal.

            "kunang-kunang tua, kau kah itu?" Tanya Gubee kepada sosok yang bercahaya di sampingnya.

            Kunang-kunang itu tersenyum simpul.

            "kenapa tubuhmu begitu terang? Bukankah..,

            "ya, kemarin memang sangat redup. Sekarang luciferinku telah kembali normal. Nektar bunga di puncak gunung ini telah membuat tubuhku kembali muda." Pungkas Kunang-kunang tua sangat senang.

            "Edelweiskah maksudmu?

            Kunang-kunang tua mengangguk.

            "dimana bunga itu?

            "kenapa kau bertanya tentang bunga itu? Apakah kau juga menginginkannya?

            "karena bunga itulah aku datang kesini. Aku sangat membutuhkan nektar bunga itu. Tolong bawa aku ke tempat bunga itu kunang-kunang! Aku mohon!

            Kunang-kunang tua terdiam. Ia memandangi wajah Gubee yang terlihat sangat bersemangat. "apa kau masih mempercayaiku?" Tanyanya kemudian.

            "apa maksudmu? Aku tak mengerti." Ucap Gubee heran.

            "sepertinya dia tidak mengetahui apa yang sudah kulakukan padanya kemarin malam. Maafkan aku lebah muda, aku melakukan itu karena terpaksa. Aku janji! aku akan membantumu mendapatkan nektar bunga keabadian demi menebus kesalahanku padamu." Bisik kunang-kunang tua dalam hatinya.

            "apa maksudmu kunang-kunang tua?" Gubee kembali mengulangi pertanyaannya melihat kunang-kunang tua di sampingnya yang hanya diam.

            "ah, tidak! Lupakan saja. Aku akan membantumu mendapatkan nektar bunga itu. Hanya saja, bukan sekarang waktunya." Beber kunang-kunang tua mengernyitkan dahi.

            "kenapa tidak sekarang kunang-kunang tua? Aku butuh nektar itu secepatnya! Aku tak punya banyak waktu. Ada nyawa yang harusku selamatkan!" Gubee menggetarkan sayapnya, berencana untuk pergi.

            "tunggu lebah muda! Kau tak bisa pergi sekarang, karena itu hanya akan sia-sia!" Kunang-kunang tua dengan cepat menghalangi Gubee.

            "apa maksudmu!?

            "kita takkan sanggup bernapas di puncak gunung ini. Jika kita tetap memaksakan untuk pergi, kita akan mati sebelum sampai ke tempat dimana bunga Edelweis itu berada!

            Gubee mengurungkan niatnya. Sayapnya kembali diam. Ia teringat saat ia jatuh pingsan karena kesulitan untuk bernapas.

"ya, kau benar." Keluhnya.

"lalu, bagaimana caramu bisa sampai ke puncak gunung ini dan mendapatkan nektar bunga itu kunang-kunang tua?" Tanyanya kemudian.

"aku terbang di antara bunga-bunga ini. Anggrek ini tumbuh memanjang hingga ke puncak gunung Alpen, membentuk jalan ke tempat dimana bunga Edelweis berada. Mereka mengeluarkan oksigen yang sangat berlimpah di saat mereka tertidur. Kita bisa bernapas dengan oksigen yang mereka keluarkan itu untuk sampai ke puncak gunung Alpen.

"Tapi, baru saja bunga-bunga ini telah bangun dari tidurnya. Mereka tidak mengeluarkan oksigen lagi sampai mereka tertidur kembali." Jelas Kunang-kunang tua.

            "kapan bunga Anggrek ini akan tertidur kembali?

            "di pertengahan malam nanti. Saat bulan tepat di atas puncak gunung Alpen. Mereka hanya teridur dua kali menjelang pagi, di saat matahari terbenam, dan di ketika pertengahan malam.  

            Gubee memandangi bulan yang bercahaya remang-remang di langit malam hutan gunung Alpen. Bulan yang tampak belum bulat sempurna itu, masih berada belum jauh dari kaki langit. Gubee sadar, tak ada yang bisa dilakukannya selain menunggu waktu itu tiba. 

            "oh, iya. Apakah kau sudah menemukan anak-anakmu kunang-kunang tua?" Setelah cukup lama diam, Gubee membuka percakapan, sembari menunggu tengah malam.

            "sudah, dan itu berkatmu lebah muda." Ucap kunang-kunang tua tersenyum.

            "panggil aku Gubee. Aku senang bisa membantumu kunang-kunang. Tapi, seinggatku, aku hanya mengantarmu sampai ke rumah itu, dan belum sampai menemukan anak-anakmu. Saat aku terjebak jaring laba-laba, aku tak ingat lagi apa yang terjadi di tempat itu.

            "bantuanmu sangat berarti bagiku Gubee. Kalau kau tidak mengantarku ke rumah itu, entah apa yang akan terjadi. Hanya mereka berdualah harapanku saat ini, sebagai penerus koloniku di hutan ini. Hanya kami bertigalah yang tersisa setelah peristiwa itu.

            "peristiwa?

            "ya, peristiwa itu. Peristiwa satu tahun lalu, saat katak-katak itu mulai merajalela sampai ke tempat ini. Mereka yang hidup dari pohon ke pohon, memangsa hampir semua koloniku. Tubuh kami yang bercahaya di malam hari, memudahkan mereka untuk menemukan keberadaan kami di hutan ini.

            "apakah itu katak yang sama yang diceritakan oleh katak hijau?" Gumam Gubee teringat cerita katak hijau.

            "jumlah mereka sangat banyak. Tubuh mereka yang berwarna gelap,  menjadikan mereka sangat mudah untuk berkamuflase di malam hari, sehingga mereka sulit di deteksi di antara ranting-ranting pohon hutan ini. Dan kian hari, jumlah koloniku terus berkurang akibat dimangsa oleh mereka, sampai akhirnya hanya aku dan dua anakku yang tersisa." Kunang-kunang tua melanjutkan ceritanya dengan raut iba, mengenang kepunahan koloninya.

            "dimana katak-katak itu berada saat ini?

            "di belahan lain hutan ini, karena sudah sulit bagi mereka untuk menemukan mangsa di tempat ini. Hampir semua serangga di hutan ini telah habis mereka mangsa." Jelas kunang-kunang tua.

            Sepertinya, banyak tragedi kehidupan yang terjadi di hutan gunung Alpen yang tak Gubee ketahui. Hutan gunung Alpen yang hijau dan indah, di hiasi bermacam-macam jenis bunga, ternyata banyak menyimpan cerita kepedihan bagi serangga penghuninya.

            Cukup lama mereka bercerita tentang kehidupan di hutan, rembulanpun tak terasa telah berada di puncak gunung Alpen. Terang cahayanya membanjiri puncak yang menjulang, menciptakan bayangan lembut di sekelilingnya. Langit yang gelap menjadi kanvas bagi bulan yang bersinar separuh, seakan memancarkan kedamaian dan ketenangan di tengah malam yang sunyi.

            "sudah saatnya kita pergi Gubee. Kita harus berhasil mendapatkan nektar bunga Edelweis sebelum anggrek-anggrek ini terbangun kembali." Ajak kunang-kunang tua.

            Gubee mengiyakan ajakan itu, seraya memandangi rembulan yang telah berada di puncak gunung Alpen.

            Mereka berduapun terbang bersamaan di antara kelopak bunga Anggrek yang bermekaran. Hawa dingin mengiringi perjalanan mereka, namun pancaran cahaya di tubuh keduanya, seakan saling menghangatkan satu sama lain.

            Pada akhirnya, sampailah mereka di puncak gunung Alpen, dimana bunga Edelweis itu berada. Bunga itu terlihat anggun dan misterius. Kelopaknya yang putih dan berbulu lembut tampak berkilau di bawah sinar rembulan, seolah-olah menyimpan cahayanya sendiri.

            Di bawah cahaya yang remang-remang, bunga Edelweis berdiri tegak di antara bunga Anggrek dan batu-batu gunung, seakan menjadi symbol keabadian di alam liar. Udara malam yang dingin menghembuskan aroma lembut yang samar dari bunga Edelweis, menambah kesan magis.

            Cahaya bintang-bintang di langit yang cerah memantul di setiap kuntum bunga itu, menciptakan pemandangan mempesona dan penuh ketenangan. Di tengah malam yang sunyi itu, Edelweis seakan berbisik tentang keabadian dan kekuatan alam yang tak tergoyahkan.

            Namun, mendekati bunga itu tak semudah yang Gubee pikirkan. Hampir di setiap tangkai bunga Edelweis di huni oleh semut yang berukuran sangat besar. Semut-semut itu seperti penjaga bagi bunga-bunga itu. Ukuran mereka lebih besar dari ratu semut merah. (bersambung...)    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun