"kami baik-baik saja! Ada dua alasan yang mengharuskanku pergi kesana. Salah satunya demi menolong ratu semut merah yang koloninya hampir mendekati kepunahan. Di umurnya yang sudah tua, ratu semut merah belum bisa melahirkan penerusnya. Mungkin nektar bunga Edelweis dapat menolongnya.
"ooo..., demi misi kebaikan. Aku semakin yakin, kaulah keturunan lebah yang menolongku dulu. Hatimu sangat baik Gubee!" Laba-laba tua menampakan raut senang. "tapi, sebaiknya kau pulang saja Gubee. Serahkan tugas baik itu kepada lebah pekerja. " Tuturnya.
"kenapa? Aku tau jalan menuju kesana!" Sanggah Gubee tak senang. Â
"tak semua serangga bisa mencapai puncak gunung Alpen Gubee. Disana, suhunya sangat dingin. Kadar oksigen di puncak gunung itu juga rendah. Kau takkan mampu kesana. Hanya sebagian kecil serangga, dan lebah pekerja yang mampu menempuhnya." Papar laba-laba tua.
"benarkah kata-katamu itu pak tua?
"itu sangat benar Gubee. Fisikmu dan fisik lebah pekerja tak sama. Kalian diciptakan berbeda. Sebaiknya kau pulang saja, karena keinginanmu yang baik itu akan sia-sia dan percumah!" Ucap laba-laba tua mengingatkan Gubee.
Gubee terdiam sejenak. Ia mulai menyadari, jalannya menuju bunga Edelweis tak semudah yang ia bayangkan. Masih ada banyak hal yang tak diketahuinya tentang bunga itu.
"apakah tak ada cara agarku bisa mendapatkan nektar bunga itu pak tua?" Tanya Gubee berharap.
Laba-laba tua menggelengkan kepalanya.
Pupus sudah harapan gubee mencapai puncak gunung Alpen. Ia merenungi dirinya yang dulu begitu bangga bisa mendapatkan nektar bunga Edelweis. Ia teringat akan janjinya kepada semut penjaga. Ia juga teringat pada ratu semut merah yang telah memberikan hadiah yang luar biasa padanya, demi berharap agar ia bisa membawakan nektar bunga keabadian.
"aku tak mungkin lagi kembali ke sarangku. Karena, itu juga percumah." Keluh Gubee.