“Iyaaa, bisaa.” Jawab mereka tangkas.
“Maknanya, meja itu ada.” Setelah sadar otak para pelajar mulai tercuci, sang guru pun langsung menyodorkan pertanyaan intinya, “Nah, Anak-anak, apakah kalian bisa melihat Allah?”
“Tidaaak.” Teriak para pelajar.
“Kalo begitu, berarti Allah itu tidak ada.” Dengan penuh bangga, sang guru merasa sukses mendoktrin para pelajar Muslim yang masih lugu-lugu tersebut.
Namun, tiba-tiba ada seorang pelajar berdiri secara refleks, dan ganti bertanya; “Hai Kawan-kawan, apakah kalian bisa melihat akalnya pak guru?”
Mereka langsung menjawab, “Tidaak!”
“Itu artinya akal guru kita ini tidak ada!” Lol
Apa yang dapat kita petik dari trio kisah di atas? Yup, untuk mengetahui wujud-nya Allah, tidak bisa hanya melalui panca indera saja. Meyakini panca indera sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar merupakan penyakit keyakinan yang sudah melanda manusia-manusia tempo bahela, modern, hingga akhir zaman. Sebaliknya, mari optimalkan fungsi dan daya akal kita untuk menemukan dan merasakan eksistensi-Nya dari sela-sela setiap ciptaan-Nya, terutama alam semesta ini.
Kosakata Agama dalam Bahasa Arab
Eh, ini kok malah jadi ngaji Tauhid dan sains segala? Yepp, sengaja kita paparkan disini sebagai prolog untuk fasal-fasal berikutnya, yang akan membahas sedikit tentang akidah. Sekarang kita kembali ke teks matan Safinah: “Dan hanya dengan-Nya, kami memohon pertolongan atas segala urusan dunia dan agama.”
Saat memandang diksi ini, Syekh Nawawi Banten menguraikan definisi ad-din. Secara bahasa, kata din, yang kita terjemahkan dengan agama, ternyata mengandung banyak arti, diantaranya: taat, ibadah, balasan, dan perhitungan (hisab). Sementara secara Syariat, din dimaknai sebagai ajaran yang Allah jelaskan melalui lisan Nabinya, yang memuat pelbagai hukum-hukum. Ajaran ini disebut din, sebab kita memeluknya, dengan meyakininya dan kadang juga dengan mengkritisinya. Bisa juga disebut dengan Millah, sebab Malaikatlah yang mendiktekan (yumlihi) ajaran ini kepada sang rasul, yang kemudian rasul tersebut mendiktekannya, hingga sampai kepada kita. Dan bisa dinamai Syariat, karena sungguh Allah lah yang mensyariatkannya kepada kita, maksudnya Ialah yang mengajarkannya kepada kita melalui lisan Baginda Nabi Saw.