Yudas cenderung mengikuiti kehendak dan egonya sendiri. Yesus mengatakan "apa yang hendak kau perbuat, perbuatlah segera". Rupanya Yudas salah menggunakan kehendaknya. Itulah kegelapan yakni "ketika kita salah menggunakan kehendak yang dikaruniakan Allah". Pada hakikatnya kehendak itu baik yakni untuk mengarahkan manusia kepada hal-hal yang baik. Tetapi Yudas salah menggunakan atribut tersebut. Persis inilah fakta masuknya iblis dalam diri Yudas.
Realitas pengkhianatan masih sangat kental dalam dunia kita. Contoh yang paling nyata adalah perdagangan manusia "human tracfiking" dan tindakan saling membunuh. Perdagangan manusia mirip sekali dengan kisah pengkhianatan Yudas terhadap Yesus dengan tiga puluh keping perak, dimotifasi oleh kehausan akan uang.Â
Perdagangan manusia merupakan kejahatan kemanusiaan yang ditimbulkan dari hilangnya kehendak untuk berbuat baik dan memperlakukan sesama secara manusiawi. Demikian pun dengan tindakan pembunuhan merupakan kejahatan kemanusiaan yang disebabkan karena hilangnya kehendak (situasi gelap) untuk berbuat baik.
Dalam Gaudete et Exultate Paus Fransiskus mengatakan ada dua musuh besar-iblis yang menggelapkan pikiran manusia yang perlu diwaspadai dalam dunia dewasa ini yakni; Pelagianisme dan Agnostisisme (GE 36 dan 48). Kaum gnostisisme berkeyakinan bahwa manusia dapat mencapai kekudusan dengan mengandalkan kemampuan akal budinya sendiri tetapi akhirnya terpenjara pada perasaanya sendiri.Â
Sedangkan kaum pelagianisme percaya bahwa mereka dapat mencapai kesucian tanpa bantuan rahmat Allah sendiri. Bahayanya kehidupan Gereja dapat menjadi sebuah benda museum milik sekelompok orang tertentu. Mereka lupa bahwa yang menjadi pusat dari semuanya itu adalah cinta kasih-iman yang yang bekerja melalui cinta kasih (GE Art. 60)
Menghadapi dua bahaya ini Paus Fransiskus menegaskan perlunya Discerment. Iblis adalah pangeran kejahatan (GE Art. 159). Discerment adalah satu-satunya cara untuk mengetahui apakah sesuatu itu berasal dari Allah atau dari kekuatan iblis (GE Art. 166). Discerment adalah sebuah sarana pertempuran untuk membantu kita mengikuti Tuhan dengan lebih setia.Â
Discerment lahir dari kesediaan untuk mendengarkan Tuhan, sesama dan realitas itu sendiri yang senantiasa mengundang kita dengan cara-cara baru. Dengan cara ini kita menjadi sungguh terbuka untuk menerima suatu panggilan yang dapat menghancurkan rasa aman kita namun menuntun kepada hidup yang lebih baik (GE Art. 172).Â
Marilah kita belajar dari kisah ini untuk membangun kehidupan yang lebih bermakna. Yesus adalah mereka yang hari ini diperlakukan secara tidak adil, mereka yang diterlantarkan, mereka yang terpinggirkan yang disebabkan karena hilangnya kehendak untuk memperlakukan sesama secara manusawi.
Bahan Bacaan
Stefan Leks, Tafsir injil Matius, Yogyakarta: Kanisius, 2008
Annie Jaubert, Mengenal Injil Yohanes, Jakarta: Kanisius  & lembaga biblika Indonesia