Mohon tunggu...
ROBERTUS DARVINO KARNO
ROBERTUS DARVINO KARNO Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lahir pada bulan November, tanggal 15, 1993. Menyukai pemikiran Herakleitos tentang Pantha Rei. Bahwa sesuatu itu mengalir dan dinamis.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kematian dan Kehidupan Setelah Kematian

6 April 2022   22:56 Diperbarui: 6 April 2022   23:05 2563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Kadaan sesudah mati adalah misteri di atas misteri karena kematian adalah fakta yang tidak seorang pun mampu menolaknya. Dikatakan misteri karena tak seorang pun yang dapat memberikan suatu informasi-pengetahun yang pasti tentang keadaan setelah mati. Belum pernah ada orang yang kembali dari alam kuburan untuk menceritakan keadaan di sana. Misteri kematian inilah yang menyibukkan para pemikir untuk menyingkapkan teori tentang kematian dan implikasinya. Sigmud Freud ahli psikoanalisis mengatakan bahwa yang paling ditakuti oleh manusia adalah kematian karena kematian tak dapat ditolak. Sartre seorang tokoh eksistensialis yang sangat menegaskan kebebasan manusia akhirnya mengakui bahwa manusia tidak bebas lagi ketika menghadapi kematian.

 Pada saat kematian manusia berhenti dari perkembangannya. “Aku” induk atau fakta induk mencapai titik kristalisasi atau pembulatan yang difinitif. Sampai saat-saat terakhir sebelum kematiannya dia mengedepankan fenomena-fenomena baru dalam substansinya. Tetapi setelah kematian ia mencapai puncak perkembangan, ia tidak bertambah lagi. Pada saat kematian sama sekali tidak ada fenomena manusiawi lagi. Semua fakta sekunder human berhenti seluruhnya dan tidak muncul lagi. Kendatipun yang nampak pada saat kematian adalah jenazah namun jenazah tersebut bukanlah bagian dari manusia yang ditinggalkan. Jenazah itu bukan badan dan jiwa fenomena empiris yang seakan-akan melepaskan diri dari manusia induk. Bukan juga sebagai fakta sekunder yang terpisah dari induknya-manusia. Jenazah merupakan titik akhir dari suatu proses yang berlaku di dalam manusia sejak permulaan hidupnya. Di dalam proses itulah terdapat bahan-bahan mentah seperti makan, minum, kerja dan aktifitas lainnya yang diintegrasikan dalam substansi manusia. Pada saat kematian segala proses mentah itu dilepaskan secara perlahan dan berakhir secara radikal. Jadi jenazah hanyalah berubah menjadi ampas yang tak terpakai lagi yang disaringkan dari substansi manusia yang tetap utuh. Dari konsep ini kita pahami bahwa totalitas manusia-kemanusiaan tetap utuh di dalam dirinya sendiri. Kemanusiaan tidak melulu soal badan saja.

 Kematian merupakan titik penutup bagi seluruh hidup manusia. Kristalisasi itu bukan hanya memuat fakta induk sejauh menjadi real oleh karena endapan semua fakta sekunder yang lampau. Menurut Heideger kematian merupakan kemungkinan ultim bagi manusia. Oleh karena itu tampaklah segala kemungkinan hidup dan totalitas dunia (die Seinden) menjadi tidak penting. Sedangkan menurut Schopenhaur, setelah kematian manusia akan mengalami pembebasan dari hidup yang serba jahat dan jelek. Selama hidup pun manusia harus melepaskan kehendak atau keinginan akan hidup suapaya tercapai damai total dalam ketiadaan.

 Pada umumnya kontinuitas antara hidup di dunia dan akhirat dapat diterangkan dengan cara:

 Pertama: Apokaliptis: seluruh manusia akan hancur dan punah, lalu timbullah “manusia” serba baru yang diskontinu dengan hidup lama (prinsip reformatoris). : telelogis: jiwa sesudah mati mempunyai kontinuitas dengan hidup duniawi dan pula diskontinuitas: keabadian merupakan kristalisasi hidup. K. Rahner dan St. Boros berpendapat bahwa sebelum kematian definitif manusia berkesempatan mengambil putusan-pilihan terakhir dengan penuh sadar. Profetis: harapan akan keabadian itu sebagian besar hanya khayalan  dan proyeksi keinginan subyektif. Tetapi di dalamnya termuat suatu inti benar yang cuma merupakan suatu harapan gelap dan penyerahan tanpa mengetahui hasilnya.

Jadi di dalam kematian manusia memasuki keabadian absolut dan bukan sesudah kematian. Karena kematian bukanlah passage, pelewatan atau peralihan atau pintu hidup menuju keabadian. Kematian sendiri membulatkan sejarah menjadi keabadian. Keabadian tidak berlangsung terus menerus dengan tidak terbatas pada kematian. Keabadian adalah kepenuhan definitif dari semua realisasi yang telah dalam sejarah dan waktu. Jadi keabadian itu sudah mulai terbentuk sejak manusia menempati ruang dan waktu. Di dalam keabadian definitif inilah terjadi kebangkitan.

Namun kondisi ini dapat terrcipta sejauh  mana manusia selama hidupnya menggunakan pilihan dan putusan bebasnya dengan baik sebagai persiapan menuju kematian-keabadian. Dengan kata lain kehidupan dalam ruang dan waktu merupakan persiapan bagi kematian. Seluruh hidupnya yang dijalankan dengan sadar dan bebas itu diberi penyelesaian di dalam kematian. Semua putusan dan pilihan yang sebelumnya itu akan dikumpulkan secara bersama dan akan diberikan cap dan pengesahan ultim. Manusia menyelesaikan diri dan mengakui secara definitif dan hasil seluruh hidupnya dikristalisasikan dalam kematian itu.

 

Dalam putusan dan pilihan yang bebas itulah manusia membulatkan kebebasannya seperti yang telah dikembangakan selama hidupnya. Ia mencapai kebebasan yang definitif. Oleh karena kesatuan substansial manusia maka badan ikut serta dala kristalisasi tersebut. Itulah yang dinamakan dengan kebangkitan badan yang hakiki dan utama. Selanjunnya pilihan bebas dan sadar selama hidupnya mengantar manusia pada pengakuan dan pengadilan yang definitif di keabadian. Dalam hal ini pengadilan merupakan buah atau konsekwensi dari keputusan yang bebas dan sadar itu. Dengan kata lain putusan bebas dan sadar itu merupakan pengadilan bagi dia pribadi. Ia tidak perlu lagi diadili sebab dia sudah sadar sendiri akan apa yang dikristalisasikannya dan akan konsekwensiya. Ia telah mengadili dirinya sendiri. Konsekwensi dari pengadilan itu ada dua yakni, bahagia (surga) dan penderitaan (neraka-api penyucian).

 

BAHAN BACAAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun