Tagline " NTT Bangkit, NTT Sejahtera" pada awalnya bagaikan teriakan dan pujian yang kian menggema ke seluruh pelosok Nusa Tenggara Timur pada tahun 2018 yang lalu. Mulai dari para pendukung hingga masyarakat yang ikut meneriaki janji kampanye di berbagai daerah kala itu.
Seoalah masyarakat Nusa Tenggara Timur, khususnya para pendukung sepertinya kehadiran pasangan Viktory-Jos, Â menanti-nanti sang mesias untuk mengeluarkan mereka dari garis kemiskinan. Harapan ini tentu bukan saja ada di hari mereka yang mendukung, masyarakat pada umumnya hampir sama, bahwa NTT mesti dipimpin oleh orang yang berani dan tegas demi masyarakat yang sejahtera.
Sebagai provinsi ketiga termiskin di Indonesia, masyarakat tentu menaruh harapan besar akan janji kampanye dari pasangan Viktor Bungtilu Laiskodat dan Josef A. Nae Soi, agar terlaksana sebagaimana menjawabi kerinduan dari seluruh rakyat Nusa Tenggara Timur.
Tagline" NTT Bangkit, NTT Sejahtera" seperti suara pembaharuan yang melekat dan memikat hati rakyat. Tagline inilah yang membuat hampir seluruh masyarakat NTT menjatuhkan pilihan kepada pasangan VBL dan JNS. Yang dinanti-nanti pun menjadi nyata bagi seluruh pendukung.
Sebagaimana yang pernah disampaikan oleh  Prof. DR. Fransiskus Bustan, M.Lib dalam bukunya yang berjudul "Slogan Politik 'NTT Bangkit, NTT Sejahtera' Sebagai Jangkar Pembangunan Masyarakat Nusa Tenggara Timur"( VocNtt, 16 Maret 2020.
Siapa yang tidak tergoda dengan orasi yang begitu menggema ke seluruh pelosok  NTT. Bak orasi Soekarno yang mengayun-ayun hati rakyat. Tidak ada yang ragu bahkan cemas dengan kondisi Nusa Tenggara Timur kala itu. Lantaran pasangan VBL dan JNS sudah menjanjikan NTT untuk bangkit dan lebih sejahtera.
Membangun Nusa Tenggara Timur yang dihuni Pulau dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya adalah potensi yang harus dikembangkan dengan sumber daya manusia yang mumpuni.
Bahwa membangun NTT, bukanlah pekerjaan mudah yang hanya semanis diucapkan di ruang publik. Tetapi bagimana membangun dengan suatu keberanian yang kuat demi mematahkan slogan kemiskinan yang bertahun-tahun terus dijadikan stigmatiasi yang akut.
Masyarakat tentu menginginkan realisasi atas ucapan-ucapan manis yang dilontarkan kepada publik NTT kala itu. Menginginkan adanya bentuk perhatian yang serius demi mengentaskan angka kemiskinan yang terjadi.
Membangun Tidak Selebar Daun Kelor
Program Kelorisasi menjadi salah satu program unggulan yang bakalan digalakkan guna menjawabi  dan menghapus angka kemiskinan menyandera Nusa Tinggi Toleransi itu. Sebagaimana yang tersamasar kala itu, bahwa program tanam kelor adalah sebuah realisasi yang sangat penting untuk memperbaiki gizi masyarakat NTT.
Program ini juga digalakkan oleh Gubernur NTT pada saat menjabat di tahun pertama. Pengeluhan masyarakat atas ketiadaan gizi yang harus mereka butuhkan, sepertinya terjawabi dengan adanya program ini.
Berbagai investor pun diundang untuk ikut terlibat membantu memperbaiki kondisi gizi masyarakat. Dimana-mana terus disampaikan oleh Gubernur VBL, bahwa kelorisasi menjadi tanaman yang wajib ditanam di semua daerah di NTT.
Angin segar program menggalakan kelorisasi seperti mulai nampak terlihat di Pulau Timor khususnya. Proses produksi dari buah kelor menjadi makanan ringan dan juga dijadikan sebagai minuman penyambutan tamu.
Saya turut merasakan dan menikmati minuman kelor kala itu, ketika mewakili suatu organisasi saat beraudisensi dengan Bapak Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat. Dalam hati saya kala itu "Sepertinya Pak  Gub. sudah cukup berhasil menggelorakan semanganya untuk memperbaiki gizi masyarakat NTT".
Seperti ada yang aneh kala itu, saya belum merasakan yang seperti apa ketika mengonsumsi  minuman kelor bakalan ada peningkatan gizi dalam tubuh kita. Saya mulai heran, ini seperti tanda-tanda hanya manis sesaat.
Saya membaca beberapa artikel mengenai kelor di NTT, ada yang sudah mulai dipasarkan lewat sosial media. Bahkan baru-baru ini dalam acara, G20, Kelor menjadi salah satu produk yang dipajang di stand-stand G20 di Bali(Berita Antara, 18 Juli 2022).
Tetapi ini hanya sedikit dari yang didengdungkan dari awal, bahwa kelor bakalan memprbaiki kondisi gizi masyarakat NTT. Toh sampai sekarang tidak dirasakan semua masyarakat dan belum dikonsumsi hampir semua kalangan.
Membangun Nusa Tenggara Timur, memang tidaklah gambang. Tidak gampang hanya manis ucapan bibir belaka. Atau hanya sekedar menggema di media mainstream agar masyarakat tahu.
Setidaknya, program ini menjadi sebuah program yang merakyat dan melibatkan semua lapisan tanpa terkecuali. Bahwa membangun NTT perlu keterlibatan semua sektor. Terutama sektor yang menyentuh langsung dengan masalah kesejahteraan.
Membangun NTT memang tidak selebar daun kelor. Tidak hanya mulut manis para pemimimpinnnya. Tetapi mesti jauh lebih manis ketika menjadi kemaslahatan rakyat banyak dan keterlibatan semua sektor.
Artikel ini sudah tayang di  https://kraeng.com/robertdagul/2023/02/membangun-ntt-ternyata-tidak-selebar.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H