Mohon tunggu...
Robertus Dagul
Robertus Dagul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis merupakan bentuk kontemplasi untuk menemukan kejernihan pikiran terhadap fenoemena yang terjadi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Minta Masa Jabatan 9 Tahun: Tanda-tanda Kemunduran Berdemokrasi

20 Januari 2023   21:47 Diperbarui: 20 Januari 2023   21:51 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG


Akhir-akhir ini kita dihebohkan dengan tuntutan para kepala Desa dari seluruh Indonesia yang meminta agar masa jabatan kepala Desa diperpanjang selama 9 tahun.

Sebagaimana yang dilansir dari media Tempo.co bahwa, permintaan perpanjangan masa jabatan tersebut berlangsung di depan kantor DPR RI Jakarta pada, tanggal 17 Januari 2023 yang lalu.

Amanat UU Desa No.6 Tahun 2014, yang tertuang dalam pengertian desa, bahwa desa merupakan satu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan untuk membangun desanya secara mandiri dan demokratis.

Maka desa secara tidak langsung Desa mempunyai hak secara otonom untuk mengatur masyarakatnya sendiri sembari tetap memberikan laporan dan konsultasi dengan pemerintah pusat guna mengupdate perkembangan akan keberlanjutan sebuah desa.

Namun, satu hal yang agak risih adalah, ketika para kepala desa menuntut untuk perpanjangan masa jabatan 9 tahun. Hal ini tentu akan berdampak sangat riskan terhadap cara kita berdemokrasi.

Desa sebagai akar dari atau lapisan paling dasar tempat bertumbuhnya demokrasi. Tempat orang-orang yang secara hukum diberikan daulat akan perkembangan sebuah negara.

Lebih spesifiknya adalah tempat di mana demokrasi itu lahir dan tumbuh untuk kesejahteraan masyarakat yang menghuni desa atau negara yang didiaminya.

Atas dasar itu, desa diberikan penghargaan khusus dengan diterbitkannya UU No. 6 Tahun 2014. Masyarakat desa pun secara riang gembira menyambut kue manis yang tiada duanya untuk dinikmati.

Apalagi dengan digelontorkan dana sebesar 1 M/ tahun untuk setiap desa di seluruh Indonesia. Hal inilah yang seolah meninabobokan kepala desa yang berkuasa. Pun mereka yang ramai-ramai mencalonkan diri menjadi kepala desa.

Tidak hanya itu, yang lebih menghebohkan adalah menuntut DPR RI untuk memperpanjang masa jabatan kepala desa selama 9 tahun. Bagaikan pikiran-pikiran dengan alasan yang belum bisa dipertanggungjawabkan secara lebih rasional.

Sudahkah kepala desa secara mandiri dan berkreasi mengelola dana desa untuk kesejahteraan dan kemakmuran desanya? Atau sumber daya manusia yang makin meningkat yang berdampak pada kapasitas yang mumpuni berkat dana desa yang digelontorkan.

Kalau belum betul-betul menyentuh dan menjawabi kata kesejahteraan. Maka yang patut dipertanyakan adalah kemana kepala desanya dan kreatifitas apa yang pernah ia dan akan lakukan untuk desanya?

Tanda-Tanda Kemunduran Berdemokrasi

Setiap warga sudah pasti mempunyai hak untuk memilih dan dipilih. Masyarakat desa yang mempunyai hak untuk dipilih tentu membutuhkan persiapan yang cukup matang, jika wacana 9 tahun masa jabatan diketuk palu oleh DPR RI terkhusus komisi III.

Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pun seperti gayung bersambut. Jika jadi 9 tahun maka para calon sudah pasti akan siap mendulang suara dengan membayar para pemilih yang datang ke TPS. Money politik pun semakin menjadi-jadi.

Mengelola dana desa 1 M/ tahun jika dikali 9 tahun. Maka 9 M uang tersebut akan tersedot ke desa. Maka kepada akan semakin senang.

Yang jelas tanda-tanda seperti di atas akan berdampak pada mundurnya cara kita berdemokrasi. Demokrasi yang seyogianya mempunyai batasan tertentu.sudah seharusnya kita ikuti dan putuhi.

Jika jadi 9 tahun, maka calon kepala desa wajib di uji dan fit and proper test secara lebih serius, artinya, mereka yang mencalonkan diri harus sudah punya kapasitas yang mumpuni, baik dari segi kreatifitas maupun manajemen kepemimpinan yang matang. Begitupun standar pendidikan yang menjadi syarat pada masa penyeleksian para calon.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun