Mohon tunggu...
Robertus Widiatmoko
Robertus Widiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Menerima, menikmati, mensyukuri, dan merayakan anugerah terindah yang Kauberikan.

Indahnya Persahabatan dalam Kebersahajaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hangout

24 Januari 2019   13:10 Diperbarui: 24 Januari 2019   13:23 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sahabat itu sudah jadi bagian penting di kehidupan kita sehari-hari, bener nggak sich? Apa bener kita bisa hidup sendirian di dunia ini man ...teman? Rasanya, nggak mungkin juga kita hidup tanpa sahabat. Mereka jadi sosok yang bisa nemenin kita kemana-mana. Dengan sahabat, kita bisa berbagi semua cerita suka, duka, bercanda, dan berbagi pengalaman yang tak terlupakan, menerobos segala tantangan. 

Bareng mereka juga, kita bisa belajar banyak soal hidup, lalu mengasuh rasa kesetiakawan kita. Curhat segala macam problema ke sahabat juga rasanya penting banget, karena selain bisa bikin  pikiran kita plong, kita juga bisa sekaligus mendapat solusi yang jitu yang belum terpikir oleh kita sebelumnya.

Tentu salah satu usaha agar persahabatan kita itu nggak putus, kita mesti rajin-rajin berkomunikasi. Setidaknya melalui komunikasi itu kita bisa sharing pengalaman dan mengetahui bagaimana kabar terbaru mereka, sambil merancang suatu kehebohan apa yang akan kita jalani bersama. Yach ...melalui komunikasi itu persahabatan kita menjadi hangat, utuh, dan bikin kangennya setengah mati. Benerrr nggak sich? Inilah mengapa perjumpaanku dengannya menjadi bagian yang sangat penting. 

Pertama kali jumpa dia aku sudah merasa kesemsem dan gandrung kapilangu. Apalagi, ditinggal kuliah bertahun-tahun rasanya kuangen berat. Jadi, sampai saat ini sudah hampir 6 tahun meninggalkan dia. Trus nggak pernah ada komunikasi sama sekali. Cinta nggak sich, demen nggak sich, apa cuma cinta monyet doang. Pikiranku merambah ke mana-mana. 

Padahal, akses internet sekarang mudah banget. Pulsa nggak pernah kosong. Selama kuliah jarang banget mikirin dia. Juga jarang banget menemukan masalah akademik, buktinya lancar-lancar aza tuh. Ach nggak asyik. Kalau begitu sambil ngomongin kuliahan, kami ingin menjalin hubungan yang lebih baik lagi daripada kemaren-kemaren. Ini baru ide segar.

Saat musim libur semester tiba terbersit sebuah rencana untuk mengadakan perjalanan wisata kecil-kecilan. Sekadar untuk menghilangkan kepenatan dan rutinitas dan merefresh kembali aktivitas yang sudah dilakoni. Saat itu aku berniat berkunjung ke rumahnya. Rumah seorang mahasiswi bernama Irma yang jauh berada di pinggiran kota. 

Dari jalan raya masih harus masuk lebih jauh lagi ke dalam.  Melewati gardu desa demi gardu desa yang terus menyusuri sawah demi sawah. Jauhnya perjalanan itu tak menyurutkan langkahku untuk menemuinya minimal aku menjadi tahu bahwa tidak mudah menjalin sebuah persahabatan. 

Beberapa menit kemudian aku berhasil menemukan rumahnya, meskipun waktu itu pernah mengantarnya ke kampus jalan ke perkampungan ini tergolong sulit dihafal rutenya. Kemudian mobil perlahan-lahan memasuki pelataran rumah itu. Aku memarkirkannya di pinggir seberang aliran sungai. Aliran sungai itu nampak jernih dan memanjang mengelilingi halaman rumah. Ada banyak ikan warna-warni menghiasi sungai itu. Betul-betul pemandangan yang menakjubkan. 

Tidak hanya satu atau dua ikan melainkan ratusan ikan berkerumun. Ukurannya lumayan besar. Selain di lokasi dekat rumahnya rupanya di rumah sebelahnya juga ada. Sama jumlahnya ratusan. Aku mencoba bertanya ke seorang simbah yang kebetulan sedang memberi makan ikan-ikan itu. 

"Nyuwun sewu Mbah, sugeng siang. Bade nyuwun pirso ...iwake kathah nggih Mbah. Sampun pinten wulan menika pelihara ikannipun?" mencoba mencari tahu. "Wah ...Mbah kesupen je Nak. Kapan yo ...ora kelingan Nak. Lha Simbah ngertine ikan-ikanne do kemruyuk ning kene" tuturnya. "Hebat tenan ikanne Mbah. Lha menika namine ikan menapa Mbah?" lanjutku. "Lha ora ngerti Simbah Nak. 

Aku ngertine jeneng putuku wae. Gelo kae bocah lanang cilik sing pit-pitan kae, kae jenenge Adnan!" jawabnya. "Oh ngaten ...nggih nggih Mbah. Maksud kulo jenis ikanne Mbah" kesabaranku mulai diuji. "Wooo ...lak yo ngono, nek takon sing pener Nak. Iku jenise ikan tawar" jawabnya lagi. "Nggih matur nuwun Mbah" kataku sambil segera menjauhi kakek itu. 

Tak lama setelah itu aku menekan bel rumah itu. Tettt ...tettt !!! mirip bel sekolah. Sembari menunggu kedatangannya aku duduk sebentar sambil memandangi buah rambutan yang kebetulan sudah berbuah lebat. Selang lima menit berlalu terdengar suara pintu dibukakan oleh seseorang. Seseorang itu tidak asing lagi ya Irma. 

Gadis dusun yang sedang menimba ilmu di kampus biru. Dengan ramah dan sopan ia memersilakan aku masuk. Sebagai dosennya aku tetap membawa nama baik kampus. Kendati demikian kami tetap biasa-biasa saja layaknya kakak bertemu dengan adiknya. "Ehh ...Mas Bob. Koq nggak kasih kabar mau datang kemari" katanya. 

"Maaf, ini juga nggak direncanakan Ir. Begitu pingin ke rumahmu ya pergi aza pas kebetulan lewat" jawabku. "Kalau kasih kabar kan aku bisa buatkan sesuatu buat Kakak. Kalau nggak ada kabar ya minum seadanya aza ya. Nggak marah kan?" celotehnya. "Ohh nggak apa-apa. Rapopo Kakak sudah makan dari rumah tadi. Bisa datang ke sini liat Dik Irma saja Kakak sudah bersyukur koq. Iki tenan ora ethok-ethok. Apalagi, disuguh wedang teh tubruk wis mantep banget!" candaku. 

Irma hanya tersungging senyum. Sepertinya ia tersipu-sipu malu. Kemudian kami terhanyut dalam obrolan kecil. Lalu ia beranjak ke dapur sebentar kemudian membawakan teh tubruk dan ubo rampenya. Singkong rebus, gedhang godhog, dan kacang rebus. Ia bercerita banyak tentang desanya. Terutama setelah mendapatkan bantuan desa dari pejabat setempat beberapa kemajuan sudah mulai menunjukkan prestasinya. Dari mulai perbaikan jalan kampung-kampung, pengairan sawah, pembibitan ikan dan benih padi unggul sampai ke peternakan unggas, sapi, dan sektor wisata. 

Aku hanya manggut-manggut. Tentu sebagai mahasiswa ekonomi Irma tahu hal tersebut. Ia juga menceritakan bagaimana koperasi dan badan usaha yang dikelola langsung oleh para petani. Lewat bimbingan kepala desa semua warga berpartisipasi ikut bergotong royong membangun desa menjadi Desa Mandiri. Tak terasa berdua kami mengobrol sambil menikmati cemilan. Irma mengajak aku untuk melihat Taman Buah di seberang sana. Taman Buah adalah sebuah lokasi wisata tempat bapak, ibu, dan anak-anak bermain-main. Semua ngumpul bareng di sana.  

Ada plosotan, ada ayunan, ada jungkat-jungkit, ada tempat pemancingan mainan, dan sarana hiburan lainnya. Di kawasan itu juga berdiri warung-warung dan kedai-kedai yang menjajakan berbagai macam jajanan pasar dan minuman. Selain itu, disediakan tempat parkir yang cukup memadai. Sore hari biasanya sudah tutup tinggal kedai-kedai dan warung-warung yang masih buka. Terutama kedai kopi yang diminati sebagai tempat tongkrongan anak-anak muda. 

Mereka sering menghabiskan malam di situ. Benar-benar betah karena kedai itu menyediakan wifi gratis dan mereka memanfaatkan fasilitas tersebut.  Sore itu berdua kami menikmati betul keramaian Taman Buah. Layaknya anak-anak yang masih kecil berdua bermain ayun-ayunan. Irma duduk di kursi ayunan sementara aku berusaha mengayun-ayunkan sekuat-kuatnya agar ayunan lebih lama bergerak. Bagaikan dunia baru terlahir kembali. 

Dunia anak yang penuh permainan memang sangat menyenangkan. Dunia penuh fantasi dan menyegarkan. Permainan yang barangkali agak sedikit langka di tengah peradaban dunia modern sekarang ini. Betapa jauh dengan anak-anak sekarang yang sudah dicekoki oleh tuntutan orang tua dengan berbagai macam pelajaran tambahan. Bagaimana pun dunia anak adalah dunia bermain-main. Lewat permainan edukatif anak-anak pun bisa belajar secara maksimal sesuai dengan minat dan bakatnya. 

Dan malam pun mulai merangkak pelan-pelan. Kami menyudahi permainan ayun-ayunan dan membeli secangkir kopi untuk dibawa pulang. Tidak mahal dan rasanya benar-benar mantap. Kami tergugah untuk bisa kembali lagi menikmatinya. Sesampainya di rumah aku segera berpamitan pulang. Dibawakannya aku buah rambutan dan gedhang godhog sisa hidangan tadi. Semburat mentari di penghujung senja. Dan aku pun melaju menyibak malam yang mulai hinggap. Tak sampai dua jam akhirnya tibalah di komplek perumahanku.

Hari berikutnya aku masih memiliki rencana untuk jalan-jalan lagi. Kebetulan mobil yang aku naiki adalah fasilitas milik kampus. Sebuah mobil keluarga yang memiliki berbagai kelebihan seperti irit bahan bakar, mampu memuat jumlah penumpang sebanyak 6 orang dewasa, memiliki design modern serta nilai jual kembali yang paling tinggi dibandingkan dengan mobil lain. Didukung dengan design aerodinamis, yang membuat mobil ini sangat mudah dikendalikan, walaupun dikemudikan dalam kecepatan tinggi. 

Grill depan mobil ini terlihat lebih sangar dan lebar, selain itu grille depan menyatu dengan bagian bumper bawah yang terlihat menyatu dengan lampu kabut. Desain grille bernuansa hitam dengan bagian atas grille bergelombang dan bagian grille pada bumper bawah dengan garis lurus. Lampu utama depan juga mendapatkan perubahan desain dan terkesan lebih agresif dan sedikit menonjol, Lampu kabut ada penambahan garnish warna crome yang melingkar di atas lampu kabut. Bagi saya desainnya sangat bagus dan terkesan sporty. Berbekal makanan dan minuman secukupnya kemudian aku bersiap-siap untuk berangkat. 

Perjalanan menyenangkan bersama dengan Irma. Setelah menempuh perjalanan lumayan jauh sampailah aku di rumah Irma. Mobil segera diparkir di halaman depan. Kebetulan dia sudah siap juga. Ketika baru memasuki rumahnya aku dipergoki ayahnya. "Selamat pagi, Nak Bob. Pagi-pagi sudah ganteng memang mau ke mana kalian? Sudah nyarap belum Nak?" tanyanya. "Sudah Pak. Ini mau jalan-jalan Pak. Bosan di rumah" jawabku. "Kalau bosan sini-sini Nak Bob, bantu Bapak ngurusin burung-burung. Masih lama kan perginya?" lanjutnya. 

Baru mau berangkat sudah mendapat suguhan pemandangan burung-burung. Tapi tak apa-apa ini adalah bagian dari keluarga Irma. Aku melihat seekor burung layang-layang batu. Sesekali burung itu terbang melayang-layang memamerkan bentangan sayap gelapnya, warna merah pada leher dan dahinya, serta kilatan biru punggungnya yang tertimpa sinar matahari pagi. Tidak lama berselang, aku mendengar cericit suara burung dari sangkar berikutnya. 

Seekor burung kacamata biasa yang asyik berpindah-pindah tempat hinggap. Burung berikutnya adalah gelatik batu kelabu. Lincah bertingkah di dalam sangkar. Burung gelatik batu kelabu tersebut berwarna dasar abu-abu kelabu. Di pipinya terdapat bulatan putih hingga ke pinggiran lingkar mata. Dahi, leher, hingga perut dan tunggingnya berwarna hitam. 

Diamati dari samping, di pertengahan sayapnya terlihat adanya coretan putih. Paruh dan kakinya berwarna hitam. Burung cantik lain yang aku lihat adalah burung munguk beledu. Ukurannya kecil, hanya sekitar 12 cm. Mulai dari bawah leher , seluruh perut hingga tungging berwarna merah jambu yang cerah. 

Lehernya berwarna putih sedangkan mahkota (kepala bagian atas ), tengkuk, hingga ke ujung ekornya berwarna biru tua (agak dongker ) tetapi cerah seperti terlapisi minyak. Paruhnya sedikit memanjang dengan ujung lancip berwarna. Sama seperti lingkar mata dan kakinya yang juga berwarna merah terang.  Polahnya sangat atraktif. Makanannya ulat, serangga, hingga laba-laba. "Wuihhh ...koleksi burung Bapak katah tenan. Wonten sedoso jenis nggih" aku terheran-heran. 

Selain yang berada di sangkar burung rupanya ada juga burung lain yang bertengger di antena televisi samping rumah. Sepertinya dia ingin berteman dengan burung-burung itu. Sembari beramah tamah aku bertanya jawab tentang jenis-jenis burung tadi. Bapak lalu mengambil satu burung dalam sangkar. "Nah ...kalau ini burung pekaka emas. Burung ini mudah dikenali dari ukurannya yang besar dan warna bulunya yang khas kuning emas mulai leher, perut hingga tunggingnya. Paruhnya besar dan runcing berwarna merah mencolok" paparnya.

 Sekitar rumah menjadi riuh karena cuwitan burung-burung. Kicauan burung-burungnya terdengar sangat meriah. "Tapi kasihan Pak burungnya terpenjara dalam sangkar" sahutku. "Lho, jangan salah Nak. Selain di dalam sangkar ada juga burung yang di luar sangkar" katanya. "Lihat burung itu! Burung itu burung sepah hutan. Cantik kan!" lanjutnya. 

Ia sedang terbang dari pucuk pohon randu, pindah ke pucuk pohon randu berikutnya. Ia hidup bebas. Tak merasakan kesendirian di dalam sangkar. Burung itu seakan ingin memamerkan bulunya yang berwarna oranye cerah. Tidak terasa meladeni cerita Bapak tentang burung waktu terus merangkak di penghujung pagi. Sebentar lagi sudah siang. Terik matahari kian memanas. Kami dikejutkan oleh dua ekor burung berukuran besar terbang di udara, di atas tajuk pohon yang ternyata adalah burung bangau. 

Mereka sempat berputar-putar sejenak di udara lalu hilang di antara tajuk pohon. Walau hanya sempat melihat sebentar, bisa melihat burung itu dari jarak dekat adalah sebuah pengalaman luar biasa. "Sungguh tidak rugi bisa mengenal demikian banyak burung" gumamku. Hari ini menjadi hari berharga bagiku.

Irma menyediakan hidangan makan siang. Tak percuma dia memasaknya sendiri spesial buat tamu terhormat. "Kita makan dulu Kak, baru setelah itu jalan-jalan" katanya. "Bapak nggak diajak makan sekalian Dik Irma?" celotehku. "Rapopo kita mangan dhisik wae. Bapak biasa dahar bareng ro ibu" jawabnya. Kami berdua menikmati makan siang bersama. Selesai makan kami berencana pergi ke objek wisata Desa Ponggok. 

Di sana ada lokasi menyelam yang sangat memesona.  Setiap lokasi menyuguhkan pesonanya masing-masing.  Tak lebih dari satu jam dari rumah tibalah kami di sana. Persiapan menyelam pun lengkap kegiatan penyelaman bisa dimulai. Setelah badan terendam air sebatas dada, kami memasang kacamata masker dan mengenakan regulator di mulut untuk bernafas. Penyelam diperkenankan memakai fins (kaki katak). Kami larut dalam aktivitas menyelam dan mengambil foto-foto dengan berbagai gaya. Masuk ke kolam menemukan sensasi laut yang luar biasa. 

Ada bebatuan vulkanik, ada banyak ikan hias, kerikil besar, dan pasir di dasar kolam. Pemandangan bawah kolam berganti dengan terumbu karang dan berbagai jenis ikan yang cantik. Rasa puas begitu terasa. Rasa lelah pun terobati. Setelah beristirahat sejenak kami pun segera kembali ke rumah dengan membawa pengalaman baru dan kenangan dalam menyelam. Desa Ponggok tak sekadar menyuguhkan ketenangan tetapi juga keindahan bawah kolamnya. Berdua menikmati sekali jalan-jalan hari itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun