Perjalanan menyenangkan bersama dengan Irma. Setelah menempuh perjalanan lumayan jauh sampailah aku di rumah Irma. Mobil segera diparkir di halaman depan. Kebetulan dia sudah siap juga. Ketika baru memasuki rumahnya aku dipergoki ayahnya. "Selamat pagi, Nak Bob. Pagi-pagi sudah ganteng memang mau ke mana kalian? Sudah nyarap belum Nak?" tanyanya. "Sudah Pak. Ini mau jalan-jalan Pak. Bosan di rumah" jawabku. "Kalau bosan sini-sini Nak Bob, bantu Bapak ngurusin burung-burung. Masih lama kan perginya?" lanjutnya.Â
Baru mau berangkat sudah mendapat suguhan pemandangan burung-burung. Tapi tak apa-apa ini adalah bagian dari keluarga Irma. Aku melihat seekor burung layang-layang batu. Sesekali burung itu terbang melayang-layang memamerkan bentangan sayap gelapnya, warna merah pada leher dan dahinya, serta kilatan biru punggungnya yang tertimpa sinar matahari pagi. Tidak lama berselang, aku mendengar cericit suara burung dari sangkar berikutnya.Â
Seekor burung kacamata biasa yang asyik berpindah-pindah tempat hinggap. Burung berikutnya adalah gelatik batu kelabu. Lincah bertingkah di dalam sangkar. Burung gelatik batu kelabu tersebut berwarna dasar abu-abu kelabu. Di pipinya terdapat bulatan putih hingga ke pinggiran lingkar mata. Dahi, leher, hingga perut dan tunggingnya berwarna hitam.Â
Diamati dari samping, di pertengahan sayapnya terlihat adanya coretan putih. Paruh dan kakinya berwarna hitam. Burung cantik lain yang aku lihat adalah burung munguk beledu. Ukurannya kecil, hanya sekitar 12 cm. Mulai dari bawah leher , seluruh perut hingga tungging berwarna merah jambu yang cerah.Â
Lehernya berwarna putih sedangkan mahkota (kepala bagian atas ), tengkuk, hingga ke ujung ekornya berwarna biru tua (agak dongker ) tetapi cerah seperti terlapisi minyak. Paruhnya sedikit memanjang dengan ujung lancip berwarna. Sama seperti lingkar mata dan kakinya yang juga berwarna merah terang. Â Polahnya sangat atraktif. Makanannya ulat, serangga, hingga laba-laba. "Wuihhh ...koleksi burung Bapak katah tenan. Wonten sedoso jenis nggih" aku terheran-heran.Â
Selain yang berada di sangkar burung rupanya ada juga burung lain yang bertengger di antena televisi samping rumah. Sepertinya dia ingin berteman dengan burung-burung itu. Sembari beramah tamah aku bertanya jawab tentang jenis-jenis burung tadi. Bapak lalu mengambil satu burung dalam sangkar. "Nah ...kalau ini burung pekaka emas. Burung ini mudah dikenali dari ukurannya yang besar dan warna bulunya yang khas kuning emas mulai leher, perut hingga tunggingnya. Paruhnya besar dan runcing berwarna merah mencolok" paparnya.
 Sekitar rumah menjadi riuh karena cuwitan burung-burung. Kicauan burung-burungnya terdengar sangat meriah. "Tapi kasihan Pak burungnya terpenjara dalam sangkar" sahutku. "Lho, jangan salah Nak. Selain di dalam sangkar ada juga burung yang di luar sangkar" katanya. "Lihat burung itu! Burung itu burung sepah hutan. Cantik kan!" lanjutnya.Â
Ia sedang terbang dari pucuk pohon randu, pindah ke pucuk pohon randu berikutnya. Ia hidup bebas. Tak merasakan kesendirian di dalam sangkar. Burung itu seakan ingin memamerkan bulunya yang berwarna oranye cerah. Tidak terasa meladeni cerita Bapak tentang burung waktu terus merangkak di penghujung pagi. Sebentar lagi sudah siang. Terik matahari kian memanas. Kami dikejutkan oleh dua ekor burung berukuran besar terbang di udara, di atas tajuk pohon yang ternyata adalah burung bangau.Â
Mereka sempat berputar-putar sejenak di udara lalu hilang di antara tajuk pohon. Walau hanya sempat melihat sebentar, bisa melihat burung itu dari jarak dekat adalah sebuah pengalaman luar biasa. "Sungguh tidak rugi bisa mengenal demikian banyak burung" gumamku. Hari ini menjadi hari berharga bagiku.
Irma menyediakan hidangan makan siang. Tak percuma dia memasaknya sendiri spesial buat tamu terhormat. "Kita makan dulu Kak, baru setelah itu jalan-jalan" katanya. "Bapak nggak diajak makan sekalian Dik Irma?" celotehku. "Rapopo kita mangan dhisik wae. Bapak biasa dahar bareng ro ibu" jawabnya. Kami berdua menikmati makan siang bersama. Selesai makan kami berencana pergi ke objek wisata Desa Ponggok.Â
Di sana ada lokasi menyelam yang sangat memesona. Â Setiap lokasi menyuguhkan pesonanya masing-masing. Â Tak lebih dari satu jam dari rumah tibalah kami di sana. Persiapan menyelam pun lengkap kegiatan penyelaman bisa dimulai. Setelah badan terendam air sebatas dada, kami memasang kacamata masker dan mengenakan regulator di mulut untuk bernafas. Penyelam diperkenankan memakai fins (kaki katak). Kami larut dalam aktivitas menyelam dan mengambil foto-foto dengan berbagai gaya. Masuk ke kolam menemukan sensasi laut yang luar biasa.Â