Kita selalu menyerang miras, tetapi bangsa ini tidak pernah bersungguh-sungguh mengontrol penjualan miras.
Berita berikut menggambarkan “ ketidak sungguhan” Pemerintah memberantas bahaya miras: 10 orang meninggal setelah minum miras oplosan di Yogyakarta, Komppas 16/5/2016. Berita sebelumya juga di Jogya, 26 yang meninggal oleh miras,10/2/2016.
Seblumnya lagi di Cirebon, Kuningan juga Garut. Terlalu panjang untuk disebut satu persatu.
Kejahatan miras di Indonesia merupakan kejahatan luar biasa, tetapi kita selalu berpaling. Mungkin kurang laku untuk “dijual” oleh media masa.
Perempuan berjalan seorang diri:
Perempuan berjalan seorang diri tentu lebih rentan diperkosa jika dibandingkan perempuan yang ditemani abang/ayahnya. Menyalahkan seseorang perempuan yang berjalan seorang diri, secara tidak langsung memberikan lampu hijau bagi laki-laki untuk memperkosa perempuan yang berjalan sendiri( salah sendiri).
Merubah paradigma
Sebelum kita mulai mengebiri anak-anak kita, kita perlu menyadari dan mengakui bahwa sebagian besar kesalahan mereka diakibatkan ketidak- mampuan kita mendidik mereka. Kita abai mendidik dan membimbing anak-anak kita menjadi manusia berguna. Tak tergerak hati kita, melihat anak-anak kita berkeliaran di jalan, hidup tanpa makna, hidup tanpa tujuan.
Kita perlu mendidik anak-anak kita dengan paradigma baru, dan kita tinggalkan paradigma lama. Paradigma lama:
- Memuat pemberitaan/tulisan : Perempuan itu menggemaskan.
- Kodrat Laki-laki melakukan “kegiatan seks”.
- Perempuan semakin cantik semakin menarik pelanggan, maka semakin tinggi bayarannya. Perempuan tidak cantik, tidak berharga untuk diangkat menjadi pegawai. “Tahu diri dong”.
- Perempuan berjalan seorang diri bersalah atas pemerkosaan yang menimpa dirinya.
- Produksi, penjualan dan peredaran miras dibiarkan berjalan seperti biasa.
Paradigma baru: Kita perlu belajar memuliakan kaum perempuan seperti kita memuliakan ibu kita
Bacaan: