Tugas Pemerintah membuat penggolongan pajak yang meningkatkan gotong royong, meningkatkan rasa keadilan dan berbagi kasih.
PBB yang sekarang terdiri dari 3 pengelompokan tarif yaitu : bebas, 0,1% dan 0,2%. Perlu diperkenalkan perluasan pengelompokan hingga 5 atau 10: 0,5%, 0.1%, 0.2%, 0.3% dan seterusnya.
Untuk pemeratan, meningkatkan rasa gotong royong dan mengurangi pencari rente lahan baiknya dipertimbangkan tarif  khusus bagi mereka yang memiliki lebih dari 1 hunian.  Apalagi jika hunian yang yang ke dua dan seterusnya dibiarkan tidak dihuni. Banyak yang membutuhkan hunian tetapi di Perumahan Mewah jelas sekali banyak yang tidak dihuni, malah tidak terawat.
Memiliki hunian yang tidak dihuni apalagi tidak dirawat adalah suatu bentuk demonstrasi: Adalah hak asasi saya  untuk memiliki hunian sebanyak-banyaknya, dan hak saya menterlantarkannya.
Pemerintah DKI perlu berbagi
Penduduk DKI paling menikmati infrastruktur yang dibangun pemerintah. DKI paling menikmati banyaknya fasilitas pendidikan dan fasilitas paling berkelas. Semua fasilitas yang dibangun Pemerintah berarti dibiayai 250 juta rakyat Indonesia, tetapi dinikmati sekitar 10-20 juta rakyat DKI.
Pemerintah DKI justru perlu meningkatkan pendapatan dari pajak, termasuk PBB untuk sebagian dibagikan kedaerah tertinggal.
Pada bulan Maret 2015, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,22 persen). Berapa juta penduduk Indonesia yang sejak kemerdekaan hidup dalam kegelapan, karena tidak pernah mendapat aliran listrik. Mereka tidak memilik gambaran kapan mereka akan bangkit dari gelap menjadi terang. Berapa juta penduduk Indonesia yang tidak memiliki fasiltas air bersih.
Biarpun kita menganut Otonomi Daerah , kita bangsa Indonesia berkewajiban untuk berbagi dengan saudara-saudara  kita yang kurang dari kita, yang kurang menikmati pembangunan.
Saudara kita yang tinggal di pedalaman, di daerah tertinggal hanya dijadikan penonton, dianak-tirikan dalam pembangunan tetapi disamakan dalam membayar PBB.
Menteri  Agraria bukannya mensejahterakan rakyat, bukannya menegakkan keadilan sosial tetapi justru memperbesar jurang/ketimpangan