Setengan abad Pemerintah kita abai, membiarkan hutan kita dibakar. Di-bakar, bukan terbakar; di-bakar bukan bencana alam. Menurut pengamat LIPI, hutan Indonesia tak bisa terbakar alami. Indonesia merupakan negara tropik dengan sebagian besar kawasan memiliki iklim basah dengan curah hujan lebih dari 2.000 milimeter kubik per tahun. Curah hujan sebesar ini membuat hutan tropik di Indonesia memiliki kelembaban yang tinggi.
Demikian juga gambut bukan penyebab kebakaran karena ketinggian air pada lahan tersebut.
Tulisan ini mencoba mencermati sikap para pemimpin kita menangani dibakarnya hutan kita.
Presiden Jokowi meminta pertanggungan jawab pemimpin Indonesia
Presiden Jokowi mungkin pemimpin Indonesia yang pertama yang mengakui bahwa kebakaran hutan adalah kelalaian, pembiaran oleh pejabat pemerintah.
Instruksi Presiden Jokowi disingkat:
Presiden Jokowi akan ganti Pejabat yang kebakaran hutannya banyak. Yang sedikit kebakarannya mendapat promosi, reward and punishment. Kapolri dan Panglima TNI serta jajaran bawahannya termasuk pejabat yang dimaksud.
Tindak tegas pembakar hutan dan lahan, baik berupa sanksi administrasi, sanksi pidana maupun perdata.
Kejahatan koporasi
Akhir 2015 Pemerintah Indonesia semakin terpojok oleh kecaman tetangga kita, Singapura dan Malaysia. Kesehatan rakyat mereka terganggu oleh pekatnya asap kabut yang berasal dari kebakaran hutan Indonesia. Kecaman mereka jauh lebih keras dari kecaman tahun-tahun sebelumnya.
Secara berjamaah para pemimpin kita mulai menyebut kebakaran akhir 2015 sebagai Kejahatan Korporasi( huruf besar) dan perorangan(huruf kecil). Pemerintah Indonesia terutama para penegak hukum dengan gencar menuntut Korporasi, diantaranya Sinar Mas digugat Rp 7 triliun.
Mantan Presiden SBY: jangan ada dusta
SBY dalam pidato perkuliahan Presedential Lecture di Lemhannas, mengatakan bahwa dia mengkaji kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia(8/9/2015). Kebakaran karena ulah manusia, 70% itu dibakar, sengaja dibakar.
Jangan ada dusta di antara kita, demikian SBY
Entah siapa pendusta yang dimaksud Sby
Ketua MPR Zulkifli Hasan( mantan Menteri Kehutanan)
Sepuluh hari sesudah SBY menyebut “ jangan ada dusta diantara kita”, Menhut meminta agar hukuman tegas dan berat dijatuhkan para perusahaan pembakar hutan. Juga lahannya dirampas untuk negara
Selama menjabat Menhut tidak menyebut-nyebut siapa pembakar hutan kita dan hukuman yang dijatuhkan pada mereka.
Somasi Walhi
WALHI memberikan somasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), berserta ketiga kementrian, yakni Kemen Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian, serta tiga kepala daerah yaitu Gubernur Riau, Jambi dan Sumatera(25 Juni 2013).
Alasan Walhi memberikan somasi: Kebakaran hutan terus terjadi setiap tahunnya. Bahkan titik api mencapai puluhan ribu jumlahnya. Kondisi ini menunjukan jika pemerintah gagal dalam memerankan fungsi melakukan pengawasan terhadap sumber-sumber daya alam di Indonesia.
Mantan presiden SBY maupun Mantan Menhut( sekarang Ketua MPR) sudah lama mengetahui hutan dibakar dan Pemerintah gagal menangani dan mencegahnya. Sesudah tidak menjabat terkesan mereka berdua sangat marah bahwa hutan kita di-bakar dan mereka berdua menganjurkan tindakan tegas terhadap para pembakar.
DPR, DPRD dan DPD
Setengan abad hutan kita dibakar, DPR tidak terdengar memanggil Pejabat terkait. Biasanya langsung kita mendengar berita yang gegap gempita seperti : kita panggil Menteri Kehutanan untuk mempertanggung jawabkan kebakaran hutan yang terjadi. Atau kita panggil Gubernur …
Juga tidak ada tindakan/gebrakan yang biasa terjadi: DPR membentuk Tim Investigasi atau Tim Pansus.
DPR biasanya melalukan satu dari 3 tindakan diatas untuk kejadian/kasus yang lebih kecil, untuk kejadian yang kurang merugikan bangsa Indonesia.
DPR hanya gagah-gagah2an memakai masker pada waktu rapat mereka. Menurut pemimpin rapat, aksi mengenakan masker itu adalah bentuk solidaritas terhadap korban bencana asap. Indonesia beruntung masih ada anggauta DPR yang menyadarkan Pemimpin DPR bahwa DPR lucu, saat ratusan ribu rakyat kesulitan napas, malah dijadikan dagelan politik. Anggauta DPR tersebut kecewa dengan sikap simbolis DPR, masalah asap dipolitisasi.
DPR dan DPD gencar mendesak pemerintah agar bencana asap ditingkatkan sebagai bencana nasional.
Menurut DPR dan DPD dengan peningkatan menjadi bencana nasional, masyarakat yang terkena dampak kebakaran hutan dan lahan akan merasakan kehadiran pemerintah.
Anggota DPD RI dari Provinsi Riau Abdul Gafar Usman mendukung langkah DPR RI menjadikan bencana kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan asap pekat menyelimuti wilayah Kalimantan dan Sumatera sebagai bencana nasional. “Sehingga masyarakat merasakan eksekutif perhatian dan tidak abai”
Menurut pemerintah upaya penanggulangan sudah dilakukan dalam skala nasional. Peningkatan status sebagai bencana nasional akan berbahaya karena menguntungkan korporasi. Sebab, jika status bencana ini berubah menjadi bencana nasional, nantinya seluruh tanggung jawab akan diambil alih oleh pemerintah.
Proses gugatan hukum terhadap korporasi kasus kabut asap yang sedang berjalan otomatis akan gugur. Contoh, kasus Lapindo. Setelah jadi bencana nasional, biaya pengentasan bencana lumpur di Sidiarjo itu akhirnya jadi tugas pemerintah, perusahaannya bebas.
Ada apa dibelakang desakan DPR/DPD ini?
Pemimpin kita marah pada negeri tetangga yang kena asap
JK, 2011 sebagai Wapres dari Presiden SBY tegas mengatakan tidak akan meminta maaf kepada negara tetangga Singapura dan Malaysia. Baru sebulan saja kena asap sudah minta permohonan maaf. Selama 11 bulan hutan di Indonesia selalu menghasilkan oksigen. Seharusnya, negara-negara seperti Malaysia dan Singapura berterima kasih kepada Indonesia. "Kalau 11 bulan Singapura dan Malaysia berterima kasih karena diberi oksigen, baru saya pertimbangkan minta maaf.
Sikap tegas JK ini diikuti oleh bawahan SBY. Menlu Marty Natalegawa menegaskan, Indonesia tidak akan meminta maaf kepada Malaysia dan Singapura. Menko Kesra Agung Laksono lebih galak lagi , menyebut Singapura seperti anak kecil menyikapi kabut asap.
Saya kira rakyat Indonesia tidak perduli jika pemimpin bangsa adu tinju/jotos dengan pemimpin negara tetangga. Rakyat Indonesia hanya menuntut pemimpin bangsa menghentikan hutan dibakar dan asap yang mengganggu kesehatan dan perekonomian mereka.
Pemimpin kita sering sekali berpikir, bersikap dan bertindak berlawanan dengan kepentingan rakyat Indonesia
Malapetaka bagi rakyat kecil seperti orang2 yang tinggal disekitar hutan tidak menyakiti para pemimpin bangsa ini.
Penderitaan orang-orang Kubu tidaklah menyakiti hati para pemimpin kita. Orang Kubu tidak pernah menuntut jalan tol, mereka tidak pernah menuntut didirikan mal untuk mereka. Mereka tidak pernah membebani bangsa ini dengan barang-barang impor. Mereka tidak pernah berutang yang berakhir dengan jatuhnya Indonesia kedalam krisis. Kita malah menonton mereka bercerai berai, terusir dari tanah mereka. Populasi mereka hanya sekitar 200.000 orang , tetapi kita tidak sanggup mensejahterakan mereka. Boro-boro mensejahterakan mereka, sekarang semakin banyak Orang Kubu yang meminta-minta ditepi jalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H