Mohon tunggu...
Robert Parlaungan Siregar
Robert Parlaungan Siregar Mohon Tunggu... lainnya -

Sekarang Pemerhati Indonesia Kekinian.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perang eh Persaingan Asimetris Antar Tetangga

2 September 2015   21:06 Diperbarui: 2 September 2015   21:06 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Pohon Bambu dan Pohon Rindang"]Pohon Bambu dan Pohon Rindang

Dalam KBBI : asimetris/asi•met•ris/ /asimétris/ a tidak setangkup; tidak simetris

Sampai Perang Dunia ke 2 , Kekuatan Militer merupakan satu-satunya jalan untuk memenangkan peperangan. Pemenang adalah pihak yang paling banyak membunuh lawannya. Perang Dingin menyusul Perang Dunia ke 2. Perang Dingin masih menggantungkan pada KekuatanMiliter, meski hanya pada tingkat Unjuk Kekuatan, tidak baku tembak.

Sekarang ini menembak musuh, membunuh musuh dianggap sebagai perbuatan tidak manusiawi dan bertentangan dengan HAM.

Perang Konvensional mulai ditinggalkan dan Manusia karena sifatnya yang selalu ingin menang, mulai mencari jalan lain untuk melemahkan, untuk mengalahkan saingannya, musuhnya.
Bubarnya Uni Soviet oleh perang pangan, mungkin dapat disebut permulaaan perkenalan dengan Perang Tidak Konvensional.

Pangan Senjata Ampuh Bubarkan Uni Soviet
Pada tahun 1991 Uni Soviet bubar, pecah menjadi 15 negara bagian. Bubarnya Uni Soviet disebabkan banyak hal diantaranya melemahnya ekonomi dan sukarnya mendapatkan barang kebutuhan sehari-hari terutama pangan. Sebagian ahli berpendapat, Barat terutama Amerika Serikat memegang peran dalam mengacaukan harga dan stok gandum di Uni Soviet, yang berakibat bubarnya Uni Soviet.

Istilah Perang Asimetris mulai dibicarakan

Secara sederhana Perang Asimetris dapat dijelaskan sebagai model peperangan yang tidak mengandalkan pada Kekuatan Militer, dengan ciri menonjol dari kekuatan yang tidak seimbang

Dewan Riset Nasional (DRN) menjelaskan secara lebih tererinci, Perang Asimetris adalah suatu model peperangan yang dikembangkan dari cara berpikir yang tidak lazim, dan di luar aturan peperangan yang berlaku, dengan spektrum perang yang sangat luas dan mencakup aspek-aspek astagatra (perpaduan antara trigatra -geografi, demografi, dan sumber daya alam, dan pancagatra -ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Perang Asimetris selalu melibatkan peperangan antara dua aktor atau lebih, dengan ciri menonjol dari kekuatan yang tidak seimbang.

Dalam tulisan ini kita tidak membicarakan Perang Antar Negara, tetapi Persaingan antar Warga. Bagaimana Warga dengan kekuatan menonjol ( selanjutnya disebut Mr Kuat atau sebaiknya Mr Smart) mampu mengabaikan “Budaya “ yang berlaku disuatu daerah.

Persaingan yang penulis amati berlokasi di Kota Jakarta, persaingan sesama warga dalam satu Rukun Tetangga.
Mari kita cermati proses Mr Smart memenangkan Persaingan Asimetris ini.

Pagar Tembok Tinggi

Mr Smart pada waktu mendirikan rumahnya, memasang Pagar Tembok sedikitnya 5 meter tingginya, 4 kali tinggi yang diizinkan Perda.

Pagar Tembok Tinggi memberikan Pesan yang jelas: Saya , Mr Smart tidak perduli pada adat kebiasaan kamu yang kamu sebut Gotong Royong. Kita hidup masing-masing ( istilah orang Betawi).

Warga yang merasa Pagar Tembok tinggi itu tidak pantas, ingin memisahkan diri, melapor ke Kelurahan. Mobil Dinas mungkin dari Pegawas Bangunan mengukur Tinggi tembok, dan masuk ke Rumah Mr Smart. Menurut Warga, Petugas kemudian keluar rumah dengan tertawa-tawa. Tembok Tinggi tetap tinggi.

Disini Mr Smart menunjukkan kejeniusannya. Melanggar Peraturan tetapi justru berakhir dengan Posisi Kuat. Mungkin di Indonesia teknik melanggar peraturan untuk memperkuat posisi sudah baku .

Pohon bambu dan pohon rindang lainnya

Sekeliling rumah, menempel pada tembok bagian dalam, Mr Smart menanam Pohon Bambu dan Pohon Rindang . Sekarang tinggi pohon-pohon itu mencapai 15 meter.

Warga yang tinggal berbatasan dengan Mr Smart merasa terganggu oleh pohon-pohon tinggi tersebut. Daun dan Ulat yang berjatuhan dari pohon-pohon itu, mengotori halaman dan genteng rumah mereka. Apalagi daun-daunan dari pohon bambu masuk kecelah-celah genting, mengakibatkan kebocoran.
Pohon yang lebat berderet juga mengurangi aliran udara dan sinar matahari masuk rumah warga.
Panjang Pagar Tembok pada sisi kiri, belakang dan kanan, jika dijumlahkan mungkin 300 meter, bersebelahan dengan sekitar 40 rumah warga.

Karena mereka mengeluh, saya bertanya mengapa Warga tidak berunding dengan Mr Smart, kan bertetangga.

Silaturahmi waktu Selamatan Masuk Rumah

Pak Haji bercerita bahwa dia dan 2 tokoh warga lainnya diundang pada waktu Selamatan Masuk Rumah Baru. Ketiga Warga yang diundang, diperkenalkan oleh Pengacara( dari Mr Smart) pada beberapa Tamu yang hadir. Tamu-tamu yang diperkenalkan maupun tamu-tamu lainnya adalah Orang-orang berkuasa, demikian penilaian ketiga Warga yang diundang. Sebutan mereka: Bekingannya dong.

Posisi Mr Smart Kuat karena melanggar peraturan tentang Tembok Tinggi, meningkat menjadi Sangat Kuat dengan memanfaatkan Silaturahmi.

Seperti pernyataan Dewan Riset Nasional (DRN) : Perang Asimetris adalah suatu model peperangan yang dikembangkan dari cara berpikir yang tidak lazim, dan di luar aturan peperangan yang berlaku

Solokan umum didalam halaman rumah Mr Smart

Mr Smart beberapa kali memperluas halamannya dengan membeli tanah disebelahnya.
Dalam perluasan itu, pada suatu saat sebuah solokan umum berada dihalaman rumahnya. Dalam acara Kerja Bakti , Warga tidak dapat membersihkan solokan diatas karena terhalang Tembok yang mengelilingi halaman rumah Mr Smart.

Cara Warga menyikapi kondisi Asimetris ini

Sebagai Warga yang dididik untuk “Damai-damai Saja”, hanya satu komentar Warga: Mr Smart ingin kita menjual tanah kita kepadanya dengan harga murah.

Selain perlakuan yang diterima dari Mr Smart, Warga di Indonesia menerima banyak perlakuan buruk. Perlakuan buruk dari para Pemimpin mereka, dari DPR/DPRD mereka maupun dari para Penegak Hukum.

Mungkin sebagian cocok dengan yang dikatakan Alexis de Tocqueville seorang ahli sejarah Perancis:
Warga menerima cengkeraman kuat sesuai dengan keinginan kelompok kuat. Kekuatan ini cepat menjalar menguasai semua Warga.
Warga semakin tidak bersikap dan semakin tidak bertindak.
Kekuatan baru yang tidak menghancurkan warga, tetapi mencegah Warga berada, mengecilkan Warga, membekukan Warga, sehingga Bangsa menjadi kumpulan Warga yang ragu, tetapi rajin dan penurut.

Mungkinkah Bangsa ini menuju Bangsa yang puas dengan Sepiring Nasi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun