Kejagung telah menembak mati 6 narapidana narkoba, 18/1/2015. Satu diantaranya warga negara Belanda. Eksekusi mati ini adalah gelombang yang pertama. Akan menyusul eksekusi mati selanjutnya.
Sebagai tanda protes bahwa warga mereka ditembak mati, Belanda memulangkan duta mereka dari Indonesia. Kata Menteri Luar Negeri Belanda: Hukuman mati adalah hukuman yang kejam dan tak manusiawi.
Jokowi diplomat unggul vs Presiden Suharto
Menurut Menlu Retno, Raja Belanda menelpon Jokowi pada 15/1/2015. Presiden Jokowi menyampaikan posisi Indonesia: eksekusi mati warga negara asing bukanlah bentuk perlawanan dari Indonesia kepada negara lain. Kejahatan narkoba adalah persoalan serius yang mesti diimbangi dengan penegakan hukum.
Dimasa pemerintahan Suharto , pemerintah menyatakan sebagian besar “narkoba” yang masuk Indonesia berasal dari Belanda karena bebasnya pemakaian dan penjualan “narkoba” di Belanda . Presiden Suharto menuntut pemerintah Belanda menghentikan ‘pengiriman” “narkoba” ke Indonesia.
Pemerintah Belanda melaksanakan perintah Presiden Suharto dengan menangkap seorang pilot Garuda karena membawa 8 ribu pill estasy untuk diselundupkan ke Indonesia. Pilot tersebut dipenjara di Amsterdam untuk 15 bulan.
Berlomba-lomba dukung Jokowi dan hukuman mati
Hanya Menlu Retno yang sepantasnya berbicara, membuat pernyataan tenang hukuman mati warga negara asing. Wapres JK sepatutnya menghindar dari membuat pernyataan apalagi Menko Polhukam. Pernyataan Kejagung diragukan manfaatnya: eksekusi 6 narapidana narkoba diatas adalah gelombang pertama, akan ada eksekusi selanjutnya.
Apa yang dikatakan Mantan Menkumham sangat mengena:
Hukuman mati jangan jadi tontonan kehebatan pemerintah
Hukuman mati yang menyangkut nyawa manusia seolah menjadi tontonan khalayak.
Pelajaran dari ditangkapnya pilot Garuda di Amsterdam
Ditangkapnya pilot Garuda di Amsterdam seolah tidak memberi pelajaran kepada pemerintah Indonesia. Meningkatnya narkoba yang beredar di Indonesia seharusnya memaksa pemerintah meningkatkan kinerja penegak hukum, mulai dari Imigrasi di Bandara. Bukan rahasia lagi adanya narkoba yang disita penegak hukum, kemudian beredar lagi di pasar. Bandar narkoba melakukan bisnisnya di penjara, dari penjara seolah Indonesia sebuah Negara Gagal, setidaknya dalam perjalanan menjadi Negara Gagal.
Banyaknya narkoba yang beredar di pasar adalah tanggung jawab pemerintah. Meningkatnya pemakai narkoba adalah tanggung jawab pemerintah, tanggung jawab seluruh bangsa Indonesia.
Rokok: pintu gerbang ke Narkoba
Hampir tidak pernah ada pemakai narkoba yang tidak memulainya dengan merokok. Seperti narkoba, rokok menimbulkan ketergantungan.
Pemerintah perlu menaikkan harga rokok sehingga setara dengan harga rokok dinegara lain. Harga rokok di Indonesia berkisar Rp 10 ribu/pak sedangkan di beberapa negara Asean seperti Singapura mencapai Rp 60 ribu/pak.
Indonesia perlu memastikan bahwa rokok hanya dijual ke orang yang berumur setidaknya 18 tahun. Penjual rokok berusia minimal 18 tahun. Rokok juga tidak boleh ketengan, dilarang dijual per batang, harus dalam pak isi 20 batang.
Bunuh membunuh karena rebutan lahan parkir, demi uang Rp 100 ribu/ hari bukan lagi berita. Kurir narkoba dengan sekali jalan mendapat puluhan juta rupiah.
Banyak sekali, besar sekali pekerjaan rumah bangsa Indonesia untuk mengurangi kejahatan narkoba
Mengurang kejahatan narkoba bukan pekerjaan biasa, tetapi tugas raksasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H