Tiga lembaga survei yang keluar dari Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) menjelang Pilkada 2024, yaitu Poltracking, Parameter Politik Indonesia (PPI), dan Voxpol Center. Bagi publik Sumatera Barat (Sumbar), keluarnya Voxpol dari Persepi menjadi perhatian karena lembaga survei tersebut baru-baru ini mengeluarkan hasil survei elektabilitas calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar.
Sebelum membahas Voxpol, kita bahas dulu Poltracking, sebagai lembaga survei yang pertama keluar dari Persepi di antara tiga lembaga tersebut.
Dikutip dari "Duduk Perkara Beda Hasil Survei Pilkada Jakarta, Berujung Sanksi untuk Poltracking" (Kompas.com, 6 November 2024), Dewan etik Persepsi menjatuhkan sanksi terhadap lembaga survei Poltracking Indonesia berkait hasil survei elektabilitas tiga pasangan calon (paslon) Pilkada Jakarta yang berbeda dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI). Dari hasil pemeriksaan, Poltracking Indonesia tidak berhasil menjelaskan ketidaksesuaian jumlah sampel valid sebesar 1.652 data yang ditunjukkan saat pemeriksaan dengan 2.000 data sampel seperti yang dirilis ke publik. Oleh karenanya, dewan etik Persepi tidak memperbolehkan Poltracking untuk mempublikasikan hasil survei sebelum mendapat persetujuan dari Persepsi. Setelah mendapatkan sanksi, Poltracking keluar dari Persepi.
Setelah Poltracking keluar, PPI dan Voxpol Center juga keluar dari Persepi. Dikutip dari dari "Parameter Politik Indonesia dan Voxpol Keluar dari Persepi" (Detik.com, 7 November 2024), Direktur PPI, Adi Prayitno, mengatakan bahwa dalam surat pengunduran PPI dari Persepi ada dua alasan mereka mundur, salah satunya restrukturisasi kepengurusan PPI. Sementara itu, Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi, tidak menjelaskan alasan lembaganya keluar dari Persepi.
Keluarnya Voxpol dari Persepi tanpa memberikan alasan apa pun menjadi pergunjingan publik. Publik berusaha untuk mencari tahu sendiri dengan menebak-nebak alasan Voxpol keluar dari Persepi, salah satunya berkaitan dengan berbedanya hasil survei Voxpol dengan hasil survei Indikator Politik tentang elektabilitas calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTT.
Kecurigaan publik terhadap kabar tersebut setidaknya mulai menampakkan titik terang. Dikutip dari "Voxpol Mundur dari Persepi, Takut Diperiksa soal Pilgub NTT?" (JPNN.com, 8 November 2024), Dewan Pakar Persepi, Hamdi, mengatakan bahwa berencana memeriksa dua lembaga survei tersebut. Namun, alih-alih membuka data, Voxpol memilih mundur.
Sementara Direktur Ekskutif Voxpol tidak mengeluarkan pernyataan apa-apa tentang keluarnya lembaganya dari Persepi, Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menyatakan lembaganya siap buka-bukaan terkait survei Pilgub NTT.
"Sebagai anggota Persepi, kita terikat kode etik. Karenanya, kami siap buka-bukaan data, juga diperiksa oleh Dewan Etik Persepi," kata Burhanuddin di sela-sela rilis survei Pilkada Kabupaten Majalengka secara virtual, Kamis (7/11), sebagaimana dikutip dari "Voxpol Mundur dari Persepi, Takut Diperiksa soal Pilgub NTT?"
Indikator Politik Indonesia tidak keluar dari Persepi dan menyatakan bersedia diperiksa oleh Dewan Etik Persepi. Sementara itu, Voxpol tidak menyatakan berani diperiksa oleh Persepi, bahkan sudah keluar sebelum diperiksa oleh Persepi. Karena itu, wajar Voxpol dicurigai sebagai lembaga survei yang bermasalah. Kalau hasil surveinya dapat dipertanggungjawabkan, mengapa Voxpol keluar sebelum diperiksa oleh Dewan Etik Persepi?
Bagi publik Sumbar, hasil survei Voxpol tentang elektabilitas dan popularitas Mahyeldi-Vasko dan Epyardi Asda-Ekos Albar cukup aneh dan tidak masuk akal. Voxpol mengeluarkan hasil survei preferensi pemilih Sumbar melalui akun YouTubenya, Voxpol Center Official, Rabu (22/10/2024). Berdasarkan hasil survei itu, elektabilitas calon Gubernur dan Wakil Gubernur Mahyeldi-Vasko, sebanyak 70,3 persen, sedangkan elektabilitas calon Gubernur dan Wakil Gubernur Epyardi-Ekos sebanyak 16,8 persen, sementara persentase responden yang menjawab tidak tahu atau tidak menjawab sebanyak 13 persen. Hasil survei itu juga memperlihatkan popularitas kedua pasangan calon. Popularitas Mahyeldi 88,8 persen, Vasko 61,4 persen, Epyardi 51,1 persen, dan Ekos 36,9 persen.
Ada beberapa hal yang mencurigakan dari hasil survei itu. Pertama, popularitas Vasko lebih tinggi daripada Epyardi dan Ekos. Artinya, Vasko lebih dikenal oleh masyarakat Sumbar daripada Epyardi dan Ekos. Padahal, Vasko merupakan orang baru di Sumbar. Dia baru muncul di Sumbar menjelang Pileg 2024 sebagai caleg DPR dari dapil 1 Sumbar. Dia tidak lahir dan besar di Sumbar, juga tidak berkiprah di Sumbar. Dia lahir, besar, dan berkiprah di Jakarta. Orang tuanya saja yang dari Sumbar. Karena tidak cukup dikenal di Sumbar, dia tidak mendapatkan cukup suara untuk duduk di kursi DPR.