Mengerjakan PR merupakan suatu kewajiban, jika tidak mengerjakan dipastikan mendapatkan hukuman, entah hukuman fisik atau nilai. Maka tidak heran kalau PR merupakan beban bagi murid, apalagi ditambah ada ulangan, waktu ini rasanya tidak cukup untuk mempersiapkan keduanya. Setiap akhir semester selalu diadakan ujian atau testing baik ditingkat sekolah maupun tingkat kota / kabupaten, pada semester genap testing ini menjadi acuan untuk menentukan kenaikan kelas. Sedangkan untuk murid kelas 6 SD, kelas 3 SMP dan kelas 3 SMA, ujian nasional dilaksanakan untuk menentukan kelulusan dan kelanjutan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Nilai yang rendah dipastikan akan kesulitan dalam mencari sekolah lanjutan, sedangkan nilai yang tinggi diharapkan bisa melanjutkan ke sekolah favorit.
***
Gambaran sistem sekolah pada tahun delapan puluhan dapat di ilustrasikan seperti diatas, apalagi sistem pendidikan dibawah naungan pemerintah orde baru. Seolah-olah bidang pendidikan pada masa itu kurang diperhatikan, karena bidang ekonomi yang dipacu secara besar besaran, dengan dalih menyukseskan pembangunan. Setelah penggantian pemimpin, pelan-pelan sistem pendidikan nasional mulai dibenahi. Dulu sering mendengar berita tentang sekolah yang roboh, maka anggaran untuk pendidikan mulai ditingkatkan, sehingga sekolah dipelosok-pelosok bisa dibangun. Kemudian pendapatan para pengajar atau guru juga diperbaiki, termasuk guru-guru honorer yang dipelosok-pelosok.
Yang tidak kalah pentingnya sistem pendidikan dirombak habis habisan, mulai dari dihapusnya sekolah unggulan. Sekolah dengan sistem ini sesungguhnya cepat atau lambat akan menciptakan diskriminasi terhadap sekolah yang lain. Sistem penerimaan murid baru, juga mengalami perubahan yang luar biasa. Penerimaan murid sekarang berdasarkan zonasi, bukan lagi mengandalkan nilai yang diutamakan. Sistem zonasi diharapkan jarak antara rumah dan sekolah tidak jauh sehingga calon murid tidak mempunyai kendala masalah transportasi. Namun sistem inipun masih banyak orang tua yang mengakali, supaya anaknya bisa sekolah yang diinginkan. Sekarang ujian nasional tidak dijadikan penentu kelulusan siswa, ini juga perubahan yang tidak mungkin diterapkan pada masa sekolah tahun delapan puluhan.
Sistem pendidikan Nasional, diharapkan oleh pakar pendidikan, adalah sistem pendidikan yang orientasinya pada peserta didik atau murid. Maka murid sebisa mungkin di jadikan subyek dalam proses pendidikan, bukan obyek. Sedangkan guru berperan sebagai pendamping, penuntun dan mengarahkan. Murid mempunyai kebebasan untuk memilih dan mendalami materi yang akan dipelajari, sehingga melalui minat dan bakat dari materi yang dipelajari, seorang murid bisa menentukan masa depannya. Jadi ditangan seorang ahli, seorang murid tidak dibentuk menjadi apa, tetapi seorang murid mampu menjadi apa sesuai keinginannya. Didalam satu kelas kelak antara murid yang satu dengan yang lainnya akan menempuh ujian dengan materi yang yang berbeda. Peran sekolah adalah tempat diskusi antara murid dengan guru yang dipilihnya, sehingga sekolah bukan tempat belajar mengajar seperti dahulu.
Pandemi covid-19, 19 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H