Mohon tunggu...
Robert Antonius
Robert Antonius Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Fotografer dan Videografer lepas

hobinya kerja, kerjanya jalan-jalan, menikmati Indonesia bagian dari desa saya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bilik Swara Sandhi Yudha_Kitab Selendang Naga Langit (5)

8 April 2024   18:18 Diperbarui: 8 April 2024   19:10 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto koleksi giat latih serang hindar_Silat Perisai Diri

Pelabuhan Tuban selalu ramai seperti biasanya, hilir mudik kapal dagang baik berukuran kecil hingga besar dengan sarat muatan merupakan pemandangan yang biasa bagi penduduk sekitar. Sebuah pelabuhan yang dari abad 11 yang menjadi penyangga kehidupan perekonomian di Jawa pedalaman dengan pesisir dunia luar.  Di pelabuhan ini pula titik awak mula pemberangkatan ekspedisi militer Singhasari ke wilayah Malayu yang dicanangkan oleh Kartanegara dalam membantu kerajaan-kerajaan di Sumatera yang sedang dalam ancaman Kerajaan China, sekaligus membangun kemitraan yang setara dan poros militer yang kuat antara Sumatera dan Jawa dalam membendung  militer China yang semakin agresif.

Ki Demang Ragasemangsang  melenggang menyusuri jalan keluar dari pura pelabuhan, bersama Utami yang berjalan agak dibelakang dengan kereta kuda yang sarat dengan barang dagangan. Tujuan Ki Demang ada di persimpangan jalan utama menuju Kadipaten Tuban, sebuah kedai makan yang cukup besar persis berdiri menghadap ke selatan yang juga berfungsi sebagai penginapan terletak dibelakangnya.  Kedai makan menjadi cukup ramai menjelang  siang yang terik, banyak orang diantaranya para pedagang dan juga para abdi kadipaten biasa menghabiskan waktu mereka berkumpul di kedai tersebut.

Nampak di sepanjang  perjalanan umbul-umbul kesatuan-kesatuan militer berkibar, pertanda sedang ada peristiwa penting  seperti kedatangan tamu agung atau gladi militer besar. Di setiap sudut terdapat pos-pos penjagaan dengan  para prajurit jaga yang hilir mudik dengan persenjataan lengkap, penuh siaga dan waspada mulai dari pelabuhan hingga masuk ke belakang kadipaten. Menarik sekilas dalam pandangan Ki Demang, semua rakyat, baik tua hingga muda, laki maupun perempuan mengenakan wastra sinimpen yang identik satu sama lain. Menandakan warga, para abdi maupun prajurit sedang dalam kondisi tempur, semua bersikap waspada meski tetap wajah ramah dan bersabahat menandakan ciri khas warga pesisir utara jawa yang terbuka kepada siapa saja. Wastra sinempen dengan motif yang sama satu dengan lain menandakan seolah-olah itu adalah pakaian terakhir para warga. Saiyeg Saeka Praya, seluruh warga sedang bertirakat dalam kesatuan yang utuh, rela berkorban untuk menghadapi siapa saja yang menjadi musuh mereka.

Memasuki halaman kedai, Ki Demang mengisyarakatkan Utami untuk istirahat sejenak, mereka memasuki satu bilik dan memesan makan dan minum. Sambil menyapu pandangan ke sekeliling kedai yang cukup ramai dan nampak riuh dengan beberapa sudut  bilik terisi dengan beberapa orang, nampak terlihat pada satu bilik sedang penuh dengan para saudagar. Dan di bilik satu lagi, beberapa prajurit juga sedang bersantap dengan beberapa abdi kadipaten.

Ki Demang nampak akrab dengan sudut-sudut kedai makan tersbut kemudian memilih satu bilik utama yang terletak di tengah-tengah, tak jauh dari halaman utama. Sambil menunjuk satu sudut dan mempersilahkan Utami duduk sendiri menunggui pesanan makanan mereka, Ki Demang lanjut  berjalan menuju ke bilik besar yang menjadi ruang utama dalam kedai tersebut.

Bilik utama cukup besar dengan dinding kayu tebal dan hiasan dan meja kursi yang cukup mewah. Ditengah-tengahnya terdapat meja kayu yang cukup besar, banyak para tamu yang kadang menghabiskan waktu dengan hiburan bermain dadu di meja itu seusai bersantap. Ki Demang memperhatikan sekeliling bilik utama itu,  nampak beberapa orang sedang asyik bermain dadu. Suasanya hangat dan riuh ramai. Seperti menemukan satu permainan, Ki Demang mengambil kursi dan duduk di tengah-tengah kerumunan pemain dadu, berhadapan lansung dengan bandar permaianan;

"Aku hanya mau bermain dengan seseorang yang bernama Jaran Keling",

"Yang tidak merasa bernama itu, silahkan menyingkir"  ucapnya sedikit keras dan tegas.

...

Sementara itu jauh di wilayah kadipaten Gelang-gelang, Tunjung  Dupa risau hatinya, ketidakberhasilannya dalam mengambil gulungan kitab di padepokan tempo hari membuatnya seperti enggan hadir menghadap sang Akuwu. Telah habis semangatnya untuk menghadap serta melaporkan hasil kerjanya. Dengan setengah hati, ia mengetuk pintu utama bilik itu. Sesorang yang sedang menunggunya di dalam bilik member isyarat untuk masuk. Menahan nafas yang memburu, ia duduk bersila meberi hormat sambil melaporkan kegagalan usahanya dalam mengambil gulungan kitab sakti.

Tunjung Dupa bukanlah orang sembarangan, ia merupakan seorang prajurit yang ahli dalam penyamaran dan mengorek informasi rahasia musuh selain juga ahli membunuh dalam senyap. Kemampuan silatnya cukup tinggi disamping piawai juga dalam menggunakan berbagai macam senjata, biasa bekerja dengan segelintir orang  dengan penugasan yang amat sangat rahasia. Seperti diceritakan sebelumnya, kondisi di akhir Singhasari membuatnya kehilangan arah dan tujuan sebagai seorang abdi negara, laiknya prajurit yang bekerja tanpa tuan ia berkelana dari satu kadipaten ke kadipaten lain. Dengan bekal keahliannya ia dapat bekerja kepada para penguasa, nalapraja atau Akuwu-akuwu yang serakah dan hanya menginginkan kekayaan materi untuk pribadinya saja, ia lakukan untuk sekedar bertahan hidup di jaman yang serba sulit seperti sekarang ini.

Tunjung Dupa yang kenyang malang-melintang di palagan pertempuran begitu meremehkan keberadaan Padepokan Ragasemangsang yang diketahuinya hanya sekedar padepokan biasa seperti yang ia sering jumpai. Sifat meremehkan ini berujung pada kegagalannya dalam mengambil kitab selendang naga langit.  Padahal telah diintainya beberapa lama dan dihitung secara cermat sebelum ia melakukan aksi malam itu. Tidak menyangka murid-murid padepokan yang meski nampak biasa saja tapi ternyata banyak memiliki ilmu silat yang aneh dan macam-macam. Apalagi jika mengingat akibat dari serangan gelombang suara yang menyakitkan gendang telinga dan membuatnya mual pada malam aksi itu, beruntung tenaga dalamnya bisa meredam rasa sakit yang amat sangat meski itu butuh waktu pemulihan beberapa hari kemudian.

...

Kembali  di kedai makan di kadipaten Tuban sana, Dhuaaaar.....! secara tiba-tiba, Ki Demang nampak menggeser kursi tempatnya duduk agak menyamping dari  meja yang menjadi ajang permainan dadu,  suara keras berderak membuat meja permainan dadu itu terbelah menjadi dua. Beberapa orang menjadi terkejut dengan apa yang terjadi segera memilih menyingkir. Puing-puing meja berserakan di lantai, menyisakan sedikit debu yang bertebaran disekeliling ruangan. Sebuah tombak nampak menancap persis ditengah-tengah hingga membuat meja tersebut terbelah menjadi dua. Dilanjutkan sedetik kemudian sebuah erangan keras menghambur dari luar kedalam bilik tersebut, sosok tubuh besar dan berat melompat sambil berputar seperti gasing, menyerang Ki Demang yang duduk di tengah membelakangi meja permainan dadu yang telah terbelah itu. Ki demang beringsut dengan cepat memiringkan tubuhnya, kaki kanannya maju sedikit ke depan dan lantas seluruh tubuhnya egos melingkar mengikuti sosok tubuh yang menerjangnya.

Kaki penyerang menapak lantai dan dilanjutkan dengan sebuah sapuan naga luar mengarah pada posisi kedua kaki Ki Demang, dengan sedikit tenaga Ki demang hanya lakukan lompat tipuan putri dan langsung ia lepaskan tendangan gejug ke bawah ke arah dada si penyerang. Menyadari posisinya yang kritis, penyerang melakukan gerak harimau menggulung, menghindar ambil jarak dari jangkauan tendangan Ki Demang yang deras dan cepat sekali. Masih dalam posisi agak merunduk, si penyerang melentingkan tubuhnya lakukan terkam harimau, menyerang ke bagian atas Ki demang, sebuah lompatan yang cepat dan kedua telapak tangan saling menangkup seperti mencengkeram ke arah kepala Ki Demang. Menyadari bagian atasnya terbuka dan sangat membahayakan, Ki Demang memutar badan kesamping dengan hempis kedua tangan didepan dada, posisinya sekarang saling berhadapan dan berjarak sekitar 2 tombak. Dengan nafas yang memburu, si penyerang menyadari dua kali serangannya mengenai tempat kosong tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan kali ini, dengan mengempos kedua kakinya lakukan gerakan lompat terkam harimau lagi, kali ini lebih ganas dan deras, dan sangat cepat sekali.

Ki Demang yang telah memperhitungkan jarak segera melakukan gerakan garuda sayap mengembang maju menyongsong terkaman harimau lawannya. Kedua tenaga bertubrukan di udara, harimau yang kuat itu hanya sedikit saja lompatannya dibawah kepak garuda yang dilakukan oleh Ki Demang, kedua tangan mereka berdenyut keras, ngilu... membuat masing-masing mundur 2-3 langkah, saling menjauh,  hawa panas menjalar ke seluruh ruangan, kibasan tenaga melontarkan benda2 ringan yang ada di sekelilingnya.

Tapak garuda Ki Demang bergetar hebat begitu pula dengan cengkeraman harimau lawannya. Si Penyerang memutar tangan dengan cepat, guna memunahkan getaran tenaga yang masih dirasakan hingga ke lengan. Tanpa menunggu lawannya bergerak, Ki Demang mengembangkan lagi kedua tangannya di udara, sambil tubuhnya melompat memutar di udara, tanganya berkelebat, melontarkan sebuah benda hitam, meluncur deras ke arah si penyerang yang masih belum pulih dari benturan tenaga dalam terakhir tadi. Dengan tetap waspada dan memperhatikan sekilas kelebat serangan Ki demang, dia melontarkan tubuhnya ke belakang sambil memutar badan melakukan gerak harimau merendah, setelah dirasa bayangan hitam tersebut mendekat, dengan menggeram seperti harimau menangkap mangsa, sentakan tenaga dari gerak harimau menghentikan laju kelebat hitam tersebut. Ditangkapnya kini sebuah pisau yang seluruhnya hitam legam, pisau lempar yang didesain sangat unik dan khusus, dan memiliki sandi aksara khas yang sangat dikenalnya.

"apa kabarmu kawan lama?" ucapnya kepada Ki Demang.

"sangat baik kawanku,... aku lihat ilmu silatmu semakin tinggi" sahut Ki demang.

"Aaaish, pukulan garudamu kini nyata semakin ampuh, apalagi dengan luncuran pisau khusus ini, Ki... " lanjutnya.

Keduanya berangkulan erat layaknya kawan yang  lama tidak berjumpa, sambil mempersilahkan duduk, Ki Demang dan Jaran Keling melanjutkan perbincangan. Para tamu yang tadi menonton pertarungan menjadi semakin bingung dengan kejadian tersebut, dua orang yang saling beradu silat, saling menyerang dengan deras, tiba-tiba berangkulan erat dan tertawa bersama-sama.

"Maafkan aku, mejamu jadi hancur terbelah jadi dua". Ucap Ki Demang.

"Ah sudahlah, lagian aku sudah tidak suka dengan modelnya, aku telah pesan dari barat sana, perabotan baru, agar para tamu bisa lebih lahap lagi berjudi dan bertamu di kedai ini", sambut Jaran Keling dilanjutkan tertawa berdua terbahak bersama Ki Demang.

"Apa gerangan yang membuatmu kembali ke Tuban?  Melihatmu seperti ini, apa keperluanmu datang? untuk berdagang, atau bukan? Tanya Jaran Keling.


Ki Demang menghela nafas lantas melanjutkan, "Aku butuh berjumpa dengan seseorang, penting. Jika perlu Adipati Tuban sendiri dapat menemuiku, aku perlu menyampaikan satu dua hal. Sebuah pesan penting dari Sang Singha Adhyaksa".

Suasana bilik mendadak sunyi, semua para tamu yang tadi berkerumun sudah membubarkan diri, Ki Demang dan Jaran Keling diam sesaat. Semenjak kepulangan Adipati Tuban dari Majapahit tempo hari menyisakan satu masalah yang cukup pelik. Adipati Tuban berselisih paham dengan para Dharmaputera pada persoalan pemilihan Mapatih yang pilihan dari Dyah Wijaya jatuh pada Nambi. Perselisihan ini berakibat Majapahit menggelar pasukan untuk menghukum Tuban, seseorang menghembuskan desas-desus dan sengaja mengadu kekuatan militer Tuban dan Majapahit. Tugas Ki Demang untuk bisa mencari titik temu dan menengahi dua kubu yang sedang dalam puncak perseteruan.

...

Tunjung Dupa beringsut keluar bilik, raut mukanya nampak masam dan kurang senang. Dia kembali berjanji pada Akuwu untuk dapat mengambil gulungan kitab Selendang Naga Langit. Dalam hatinya berkobar satu niatan, tidak akan berhenti sebelum kitab itu didapatkannya. Selain persoalan janji dan hutang atas jasa Sang Akuwu yang telah kembali mengangkat derajatnya, Tunjung Dupa juga berkeinginan mempelajari isi kitab tersebut, setidaknya dia bisa mempelajari beberapa ilmu silat tingkat tinggi seperti yang sudah dilihat dan dirasakannya sendiri kala beradu dengan murid-murid padepokan Ragasemangsang tempo hari,  sekaligus mempelajari ilmu pengobatan yang menurutnya akan berguna dalam menunjang pekerjaannya nanti, setelah sang Akuwu memberikan penghargaan dengan mengangkatnya menjadi lurah prajurit, sukur Bekel.

(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun