Mohon tunggu...
Robby Sopyan
Robby Sopyan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Alam Semesta

Terus belajar, terus berproses

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peserta Didik Meninggal Usai Dapat Hukuman Fisik, Disiplin Positif Jadi Alternatif

3 Oktober 2024   18:05 Diperbarui: 3 Oktober 2024   18:47 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Kemendikbud, 2022)

Dari lima posisi kontrol guru diatas, guru dituntut berada pada posisi sebagai manajer. Guru yang mendahulukan informasi dibanding emosi, guru yang selalu mengajak dialog, menggali penyebab dan menawarkan solusi, bukan menghakimi.

Sebuah Refleksi

Permasalahan kekerasan pada peserta didik menjadi sebuah dilema, satu sisi pendidik ingin mendisiplinkan, memberikan nilai tanggungjawab dan membentuk karakter baik namun di sisi lain pendidik menemui kebuntuan ketika bertemu dengan murid yang melanggar, tidak nurut atau dalam kata lain "bandel". Namun mari kita refleksikan kebuntuan itu dengan alternatif menerapkan disiplin positif.

Contoh dalam kasus ini, murid tidak berhasil hafal tugas yang telah diperintahkan guru sehingga guru memberikan hukuman fisik. Dalam konsep disiplin positif, ketika anak "melanggar", artinya dia sedang melampiaskan kebutuhannya, atau setidaknya menunjukkan ketidakmampuannya, dalam kasus ini ketika murid tidak mampu hafal, artinya dia secara tidak langsung menunjukkan bahwa dia butuh metode lain selain menghafal, atau ada faktor lain sehingga dia tidak sempat menghafal, alangkah baiknya guru tidak langsung menghukum dan menghakimi, akan tetapi menggali informasi penyebab terlebih dulu. Hal itu akan menjaga kondisi psikologis peserta didik, sehingga langkah ini masuk kategori menstabilkan identitas. 

Selanjutnya, guru melakukan langkah validasi tindakan yang salah. Pada tahap ini guru memberikan pemahaman pada siswa bahwa tidak mengerjakan tugas itu adalah tindakan yang kurang baik, kurang bertanggungjawa atas apa yang sudah ditugaskan. Karenanya penting bagi guru di awal pembelajaran mengadakan kesepakatan-kesepakatan kelas, dan juga penting untuk menguasai berbagai variasi asesmen untuk mengukur kemampuan siswa berdasarkan gaya belajar masing - masing, berdasarkan kemampuan awal, dan lain sebagainya, bukan terpaku pada satu asesmen saja, dalam hal ini hafalan atau tes lisan.

Pada tahap akhir guru mengarahkan siswa untuk menanyakan keyakinan, artinya memupukkan keyakinan bahwa nilai kedisiplinan, nilai tanggungjawab dalam belajar itu penting. Tahapan - tahapan restitusi ini berlaku secara siklus, jika terjadi "pelanggaran" alangkah baiknya guru menerapkan konsep restitusi ini dimana posisi kontrol guru adalah sebagai manajer. Dengan demikian, kekerasan dan hukuman yang merusak fisik maupun mental peserta didik bisa dihilangkan. Sekolah bisa menjadi rumah kedua yang nyaman bagi murid untuk menemukan kemerdekaan dirinya, sehingga mereka mampu menemukan jati dirinya, tidak takut dengan identitasnya namun mampu membatasi diri dengan nilai-nilai positif yang secara siklus telah ditanamkan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun