Mohon tunggu...
Robby Nur Awaluddin
Robby Nur Awaluddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SMPN 1 Cibalong, Garut

Senang menulis online dan belajar hal yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berbagi Kebahagiaan dengan Murid-murid Tersayang melalui Cilok Gratis

22 Desember 2020   23:00 Diperbarui: 22 Desember 2020   22:59 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salam hormat untuk para pembaca artikel ini. Terima kasih saya ucapkan untuk dewan Juri yang sudah menyempatkan waktu untuk membaca dan mungkin memasukkan tulisan sederhana ini ke dalam daftar artikel yang layak/ memenuhi kriteria lomba "JNE 3 Dekade Bahagia Bersama."

Artikel ini mungkin lebih tepat disebut sebagai cerita tentang pengalaman pribadi saya sebagai seorang guru yang merangkap sebagai penjual Cilok. Orang Sunda bilang Cilok itu kepanjangan dari Aci Dicolok. Pasti Saudara pun sudah mengenal makanan tersebut, kan?

Hehe...

Menjual cilok sudah lama saya lakukan di sekolah pada jam istirahat. Rekan guru dan para siswa adalah sasaran utama saya dalam berjualan atau berdagang. Tapi ini dulu... Sebelum adanya virus corona dan sekolah masih dibuka.

Meski hasil berjualan cilok masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Alhamdulillah kegiatan tersebut selalu saya lakukan.

Entah mengapa bisa seperti itu? Saya pun tak mengerti mengapa semangat saya menjual cilok tidak pernah hilang meski sering kali dagangan cilok saya banyak tersisa karena tidak laku.

Setelah diingat-ingat, ternyata ada kepuasan batin saat berdagang cilok yang tak saya sadari pada awalnya.

Saudara tahu apa itu?

Biar saya ceritakan kronologinya.

Begini ceritanya...

Suatu hari ketika saya mendatangi seorang siswa yang sedang menyendiri.

Kemudian saya tanya, apakah kamu mau beli cilok buatan bapak ini? Murah kok, cuma 2 ribu saja.

Beberapa detik setelah saya bertanya, dia menjawab: Pak, saya hanya punya uang seribu. Bisakah saya membeli cilok itu dengan seribu rupiah?

Kemudian terlintas di pikiran saya, mungkinkah ini yang menyebabkan anak ini menyendiri? Apakah ia menyendiri karena tidak punya uang jajan?

Tanpa berpikir panjang, saya pun memberikan cilok itu tanpa meminta bayaran dari anak yang masih merupakan murid saya.

Singkat cerita, waktu pulang sekolah pun tiba. Sesampainya di rumah, saya pun berpikir, untuk besok, mungkin saya akan membuat cilok yang lebih banyak untuk dibagikan di dalam kelas saat saya sedang mengajar.

Keesokan harinya saya membawa banyak cilok untuk dibagikan kepada murid-murid yang saya ajar. Terus terang cilok itu saya jadikan sebagai penyemangat para murid dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya berikan saat akhir pembelajaran.

Ternyata... Benar dugaan saya.

Ada kepuasan batin ketika kita bisa mengasihi (menyantuni) dan berbagi dengan orang lain. Meski hanya dengan memberi cilok gratis kepada murid-murid,  jujur, itu bisa membuat saya merasakan kebahagiaan yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata biasa.

Apa yang saya rasakan saat itu adalah kebahagiaan saat melihat murid-murid semangat belajar dan ketika mereka bicara bahwa cilok yang dibagikan rasanya enak.

Sejak saat itu saya mendefinisikan kebahagiaan sebagai perasaan tenang dan senang saat melihat orang-orang di sekitar kita tersenyum, ceria, riang gembira, dan semangat ketika berbicara dengan kita. Selain itu, kebahagiaan juga rasakan ketika orang lain menerima pemberian kita dengan senang hati.

Mungkin Saudara pun akan bahagia ketika melihat orang lain bahagia atas apa yang Saudara berikan. Tidak hanya itu, mungkin sebagian besar dari kita akan bahagia ketika orang yang kita bantu menerima kebaikan dengan senang hati dan wajah yang ceria.

Bukankah demikian?

Jadi, kebahagiaan sejati bagi saya pribadi dapat dirasakan ketika mampu berbagi dan membantu orang lain yang sedang kesulitan sehingga mereka tersenyum tulus sebagai tanda berterima kasih.

Itulah definisi kebahagiaan menurut saya pribadi dan apa hal yang bisa membuat saya bahagia.

Artikel ini ditulis untuk berbagi cerita dan syarat mengikuti lomba JNE 3 dekade bahagia bersama.

Demikian cerita singkat perjalanan hidup saya dalam memaknai kebahagiaan. Perjalanan hidup ini hanya saya ungkap di Kompasiana.

Terima kasih untuk follower, pembaca, dan semua Juri yang sudah membacanya...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun