Mohon tunggu...
Robby Syahputra
Robby Syahputra Mohon Tunggu... Wiraswasta - syahdu fajar dan sendu senja

mimpi telah menggenggam tanganku melewati malam-malam panjang jemari waktu lalu meremas nadiku saat pagi mengambilmu dari hidupku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pahlawan Itu Miko Namanya

25 Desember 2020   17:51 Diperbarui: 25 Desember 2020   18:11 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: hasil karya saya sendiri Foto orang tua tersenyum: mitrapol.com

Bukan cerita baru jika ada seseorang merantau sendirian ke kota besar seperti Jakarta tentunya. Hampir setiap tahun ada pendatang baru dari daerah, yang tidak jarang hanya bermodalkan kenekatan. Seperti kisahku yang datang ke ibukota untuk menguji peruntungan. Tapi ini bukan kisahku, ini tentang seorang pahlawan dalam satu lembar kisah perjalanan hidupku.

Akhir februari 2013, bermodalkan uang seadanya aku berangkat ke Jakarta. Sendirian, tanpa teman, sahabat dan juga sanak saudara. Sebatang kara istilah kerennya. Aku mencoba peruntunganku. Bertahun-tahun sebagai karyawan, aku putuskan untuk berhenti, karena aku ingin mewujudkan impianku menjadi pengusaha. 

Kenekatanku saat itu, aku ke Jakarta tidak tahu mau apa, mau ke mana, memulai dari mana, dan yang pasti aku tidak kenal siapa-siapa. Sepertiga uang yang aku bawa, aku pakai untuk tempat tinggal. Setelah aku pisahkan beberapa lembar untuk makanku, sisanya aku tekadkan sebagai modal awalku.

Bermodalkan pengetahuan yang aku dapatkan sebelum berangkat ke Jakarta, aku putuskan untuk berjualan online tas-tas wanita. Bagaimana aku memulai, memutuskan pemilihan tempat tinggal dan kenapa memilih untuk menjual tas wanita, mungkin untuk saat ini harus kita lewati dulu, karena tokoh utama dalam cerita ini bukan aku tentunya. Seperti penampilan artis besar, aku hanyalah artis pembuka dalam cerita ini.

Awal berjualan, dalam dua sampai tiga hari aku terkadang hanya menjual satu atau dua tas saja. Dikarenakan belum memiliki kendaraan, aku terpaksa berjalan kaki untuk mengantarkan paket ke JNE. Tapi saat aku berjalan dan melihat ada bapak tua pengayuh becak sedang duduk menunggu penumpang memakai jasanya, aku merogoh sakuku. Setelah memastikan keuntungan penjualan hari itu cukup untuk membayar, aku meminta bapak itu mengantarkanku. Aku selalu percaya, saat kita memberi dengan tujuan baik, Tuhan selalu punya cara membalas kebaikan hamba-Nya.

Meski saat itu, usaha online belum seperti saat ini, tapi JNE Pademangan -- tempatku biasa mengirimkan paket -- selalu penuh dengan antrian. Aku terbiasa duduk di pojokan menunggu keadaan sedikit sepi. Ada sedikit rasa malu di hatiku, hanya membawa satu atau dua paket saja. Hal ini terjadi beberapa kali. Ternyata selama beberapa kali itu, seorang karyawan mengamatiku.

Sampai suatu ketika, saat aku selesai menyerahkan paket, membayar dan menerima resi, aku berpapasan dengannya di depan JNE. Dia baru saja selesai mengambil paket pick up  sepertinya.

"Bang Obie ya?" Dia menegurku.

"Iya. Kok bisa tahu nama saya?" aku tersenyum namun juga bingung karena dia menyebut namaku.

"Nebak aja bang. Di paket kan suka ada nama pengirim." Dia tersenyum balik sambil memainkan rambutnya yang hampir sebahu. Pernyataannya aku sambut dengan anggukan membenarkan.

"Bang, kenapa ga minta di pick up aja paketnya?" Pertanyaannya sederhana memang, tapi entah kenapa seperti menampar wajahku. Hanya dua paket tapi minta diambilin? Mau ditaruh dimana ini muka? Batinku saat itu bergejolak.

"Jangan bilang kemari kalau cuma sedikit bang, chat saya aja." Lanjutnya lagi tanpa bertanya aku bersedia apa tidak.

"Ga enak, masa Cuma dua paket minta diambilin." Sahutku dengan senyum sungkan.

"Ah, santai aja bang. Masih di Pademangan ini. Kecuali abang tinggal di Kelapa Gading." Dia tertawa dengan leluconnya, sementara saat itu aku sendiri tidak tahu Kelapa Gading itu dimana.

"Gue Miko bang, ini pin bb saya." Sambal dia menyodorkan handphone nya untuk di scan barcode-nya.

Itulah awal mula aku mengenal Miko. Jujur, dialah teman pertamaku di Jakarta waktu itu.

Awalnya ada rasa sungkan untuk menghubunginya, namun demi menghemat tenagaku agar bisa bergerak lebih leluasa mencari barang, dan juga mengurangi pembakaran energi agar aku tidak cepat lapar, akhirnya aku putuskan menghubungi Miko. 

Benar ternyata, meski hanya satu atau dua paket, dia pasti datang mengambilnya. Tanpa Miko sadari, dia telah berbagi semangatnya denganku. Rasa sungkan itu membakarku. Miko yang tidak mengenalku, telah rela menyisihkan waktunya. Hal ini membuat aku bertekad menaikkan penjualanku.

Memasuki pertengahan bulan kedua, berkat semangat yang ditularkan Miko, aku berhasil menaikkan penjualanku. Tanpa kenal lelah, aku terus berjuang agar bisa mengirimkan sepuluh hingga lima belas paket setiap harinya. Sampai di minggu terakhir, aku berhasil mengunci pengiriman di atas dua puluh paket setiap harinya. Bahkan tidak jarang Miko membantuku menempelkan label alamat, karena saat dia datang aku belum selesai membungkus semuanya. 

Sambil membungkus, kita sering berbagi cerita tentang keseharian kita, hingga keluarga kita. Aku yang sering merasa, kalau hidup yang aku jalani cukup keras, ternyata tidak sekeras yang harus Miko lalui. Darinya aku banyak belajar cara bersyukur. Senyum selalu terpancar dari wajahnya. Jarang sekali aku mendengar keluhan terlontar dari mulutnya, bahkan sepertinya hampir tidak pernah. Bahkan, meskipun cuaca sedang hujan, dia tetap semangat mengambil paketku dengan senyum khas nya.

Jumlah paket yang bertambah, memaksa pergantian jam pick up. Yang awalnya Miko mengambil paket di tempatku jam delapan malam, terpaksa kita geser ke jam sebelas malam. Apakah setelah itu dia beristirahat? Tidak. Dia masih mengirimiku laporan resi. Terkadang dia mengirimiku resi jam tiga pagi. Lagi-lagi aku dibuat takjub dengan semangat dan etos kerjanya. Tidak pernah sekalipun aku menerima resi lebih dari jam 3 pagi, meskipun dia mengambil paketku jam dua belas malam. JNE sangat beruntung memiliki karyawan sepertinya.

Jumlah paketku akhirnya mendapat sambutan dari pemilik JNE Pademangan. Aku ditawarkan potongan ongkos kirim sebesar dua persen dari total nilai ongkos kirimku. Jika di total dalam sebulan, nilainya lumayan besar juga. Aku menyampaikan hal tersebut pada Miko, dan aku katakana padanya kalau itu bukan hak aku. 

Ongkos kirim yang aku bayarkan, itu adalah uang konsumen yang aku teruskan sebagai amanah untuk pengiriman paket mereka. Akhirnya aku dan Miko memutuskan memakai dana tersebut untuk menyantuni orang-orang yang lebih membutuhkan. Miko yang lebih banyak menghabiskan waktu di jalan saat pick up, aku percayakan untuk melihat jika ada yang membutuhkan. Tapi dalam hatiku juga bertekad, akan menyisihkan sebagian untuk membantu Miko.

dok. pribadi
dok. pribadi
Lelaki itu Miko namanya. Aku tidak pernah bertanya nama lengkapnya. Menurut ceritanya, dia masih keturunan Jawa. Walau awalnya aku berfikir dia masih keturunan Cina dari wajahnya, ternyata dia tidak ada darah Cina sama sekali, baik dari ayah maupun ibunya. Aku yang sempat hampir putus asa menguji peruntunganku di Jakarta, sangat bersyukur dipertemukan dengan Miko. Keberuntungan terbesarku saat itu, Tuhan menuntunku ke Pademangan. Hingga aku memilih JNE Pademangan sebagai partner kerjaku untuk pengiriman barang.

Sepanjang tahun 2013, berkat JNE Pademangan yang mempertemukan diriku dengan Miko yang telah memberikanku motivasi besar serta berbagi semangat yang seakan tanpa lelah, sehingga usahaku berkembang cukup cepat dan aku juga bisa memberikan pelayanan maksimal pada konsumen. Tahun itu begitu banyak kebahagian telah kita lewati, dengan memberi, berbagi dan juga menyantuni mereka yang membutuhkan. Semua hal itu tentunya tidak terlepas dari peran JNE yang begitu profesionalitas dalam proses pengiriman barang, hingga konsumen percaya untuk menjadi pelanggan setia.

Akhir 2013, Ibuku memintaku untuk pulang. Dengan berat hati, aku harus melepaskan usaha yang telah aku bangun demi Ibu. Sayangnya, aku tidak sempat berpamitan langsung dengan Miko, karena dia sedang libur.

Miko telah menjadi bagian dalam perjalanan hidupku di tahun itu. Dia adalah pahlawanku. Orang yang memotivasiku. Bagi sebagian orang, mungkin akan melihat perannya hanya peran kecil. Hanya mengambil paket, menginput dalam sistem, lalu memberikan laporan resinya. T

api bagiku, tidak pernah ada peran kecil dalam hidup ini. Dan apa yang telah Miko lakukan padaku telah berdampak besar pada usahaku. Dia telah mengajarkanku cara bersyukur atas segala hal, bekerja tanpa lelah sebagai bentuk ibadah serta tidak melihat ataupun bertanya tentang jati diri seseorang terlebih dahulu sebelum membantu. Terima kasih JNE Pademangan yang telah menjadikan Miko sebagai karyawan, sehingga aku bisa bertemu dengan orang hebat itu.

Untuk siapapun yang memakai jasa JNE, berbaik hatilah. Bukan hanya menunduk dan senyum pada pemiliknya, karena tanpa perjuangan orang-orang seperti Miko, mungkin paket-paket kita akan terdampar entah dimana.

Terima kasih Miko. Terima kasih telah merubah rasa hampir putus asaku, kembali menjadi semangat membara. Terima kasih telah merubah gurat khawatir di wajahku menjadi senyum bahagia dan penuh kepuasan. Terima kasih telah bersama-sama melewati 2013. Terima kasih pahlawanku.

sumber gambar ilustrasi
Gambar: hasil karya saya sendiri
Foto orang tua tersenyum: mitrapol.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun