"Jangan bilang kemari kalau cuma sedikit bang, chat saya aja." Lanjutnya lagi tanpa bertanya aku bersedia apa tidak.
"Ga enak, masa Cuma dua paket minta diambilin." Sahutku dengan senyum sungkan.
"Ah, santai aja bang. Masih di Pademangan ini. Kecuali abang tinggal di Kelapa Gading." Dia tertawa dengan leluconnya, sementara saat itu aku sendiri tidak tahu Kelapa Gading itu dimana.
"Gue Miko bang, ini pin bb saya." Sambal dia menyodorkan handphone nya untuk di scan barcode-nya.
Itulah awal mula aku mengenal Miko. Jujur, dialah teman pertamaku di Jakarta waktu itu.
Awalnya ada rasa sungkan untuk menghubunginya, namun demi menghemat tenagaku agar bisa bergerak lebih leluasa mencari barang, dan juga mengurangi pembakaran energi agar aku tidak cepat lapar, akhirnya aku putuskan menghubungi Miko.Â
Benar ternyata, meski hanya satu atau dua paket, dia pasti datang mengambilnya. Tanpa Miko sadari, dia telah berbagi semangatnya denganku. Rasa sungkan itu membakarku. Miko yang tidak mengenalku, telah rela menyisihkan waktunya. Hal ini membuat aku bertekad menaikkan penjualanku.
Memasuki pertengahan bulan kedua, berkat semangat yang ditularkan Miko, aku berhasil menaikkan penjualanku. Tanpa kenal lelah, aku terus berjuang agar bisa mengirimkan sepuluh hingga lima belas paket setiap harinya. Sampai di minggu terakhir, aku berhasil mengunci pengiriman di atas dua puluh paket setiap harinya. Bahkan tidak jarang Miko membantuku menempelkan label alamat, karena saat dia datang aku belum selesai membungkus semuanya.Â
Sambil membungkus, kita sering berbagi cerita tentang keseharian kita, hingga keluarga kita. Aku yang sering merasa, kalau hidup yang aku jalani cukup keras, ternyata tidak sekeras yang harus Miko lalui. Darinya aku banyak belajar cara bersyukur. Senyum selalu terpancar dari wajahnya. Jarang sekali aku mendengar keluhan terlontar dari mulutnya, bahkan sepertinya hampir tidak pernah. Bahkan, meskipun cuaca sedang hujan, dia tetap semangat mengambil paketku dengan senyum khas nya.
Jumlah paket yang bertambah, memaksa pergantian jam pick up. Yang awalnya Miko mengambil paket di tempatku jam delapan malam, terpaksa kita geser ke jam sebelas malam. Apakah setelah itu dia beristirahat? Tidak. Dia masih mengirimiku laporan resi. Terkadang dia mengirimiku resi jam tiga pagi. Lagi-lagi aku dibuat takjub dengan semangat dan etos kerjanya. Tidak pernah sekalipun aku menerima resi lebih dari jam 3 pagi, meskipun dia mengambil paketku jam dua belas malam. JNE sangat beruntung memiliki karyawan sepertinya.
Jumlah paketku akhirnya mendapat sambutan dari pemilik JNE Pademangan. Aku ditawarkan potongan ongkos kirim sebesar dua persen dari total nilai ongkos kirimku. Jika di total dalam sebulan, nilainya lumayan besar juga. Aku menyampaikan hal tersebut pada Miko, dan aku katakana padanya kalau itu bukan hak aku.Â