“Ih, tangganya unik,” kata saya, sumringah.
“Iya, kayak kembali ke zaman Londo.”
Di lantai dua, ruangnya lebih luas (tanpa sekat seperti di lantai pertama). Meja dan kursi pun bertebaran. Hal unik di lantai dua ini, yakni adanya kamar diskusi. Kamar ini lumayan besar; dapat memuat empat orang di dalamnya. Saya coba masuki. Dan ternyata nyaman dan sejuk. Bahkan, di dalam kamar ini terdapat lagi kamar baca. Tapi kayaknya khusus satu orang, karena saya hanya melihat satu kursi saja di sana.
Lalu saya memeriksa koleksi buku di lantai dua ini. Koleksi bukunya cukup bermutu. Kalau sedang ingin mencari referensi yang menyangkut Jogja, baiknya ke sini saja. Apalagi tempat ini masih banyak yang belum mengetahui. Sehingga keheningannya masih terjaga. Saat mengisi daftar tamu, saya amati rata-rata pengunjung hanya 15 orang saja yang datang perhari. Sedikit, kan?
[caption caption="Tangga retro."]
[caption caption="Lantai dua."]
[caption caption="Kamar diskusi."]
[caption caption="Kursi di kamar diskusi lumayan empuk."]
[caption caption="Kamar baca."]
Allahuakbar! Allahuakbar! Tiba-tiba adzan Zuhur berkumandang.
“Sholat di mana kita?” tanya teman saya.