“Kalau begitu, Anda harus turun lagi ke bawah! Lalu jadikan ransel Anda sebagai bagasi. Kalau tidak obeng ini kami tahan!”
Saya mencoba memasang wajah memelas, seperti di SMB II.
“Cepat!” tiba-tiba saya dihentak. “Bapak berangkatnya pukul 05.50! Masih ada waktu.”
“Tapi Mbak!” saya masih berusaha merayu.
Tahu akan hal itu, Mbak Security langsung menuju laci dan memperlihat obeng-obeng yang pernah ditahannya. Aha! Saya mengerti. Tidak ada negosiasi lagi. Saya pun berlari ke bawah, dan menjadikan ransel sebagai bagasi. Tentu saja konsekuensinya saya akan berlama-lama menunggu ransel di Adi Sucipto.
Gerbang C5 telah dibuka. Kami masuk. Di luar, telah menunggu shuttle bus Air Asia. Asyik naik bis lagi.
Di dalam pesawat, saya berdampingan dengan sepasang muda-mudi asal Jerman (terdengar dari mereka bicara). Pemuda-pemudi ini tidak malu memperlihatkan kemesraan. Sepanjang perjalanan, tangan mereka selalu berpagutan. Amboi! Jadi ngiri. Saya kapan? Daripada nelan ludah, saya nikmati saja pramugari Air Asia yang super seksi memperagakan prosedur keselamatan.
[caption caption="Ngantri masuk pesawat."]
Adi Sucipto (Yogyakarta).
Sempat ngetem di landasan pacu selama dua puluh menit (alasan: antri), kami akhirnya turun. Dan benar, saya harus nunggu satu jam untuk mendapatkan ransel saya kembali.
Setelah dapat, langsung ke shelter TranJogja. Hanya Rp.3.600,- bisa sampai kos. Murah meriah. Daripada taksi bisa kena 80ribu. Ampun! Cukup untuk makan tiga hari.