Mohon tunggu...
Robbi Khadafi
Robbi Khadafi Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang Ketik, Sang Pengantar

Kecil disuka muda terkenal tua kaya raya mati masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mungkinkah Imam Nahrawi Dapat SP3?

20 September 2019   13:43 Diperbarui: 20 September 2019   13:49 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu lalu telah menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi sebagai tersangka kasus dugaan suap KONI kepada Kemenpora terkait dana hibah tahun anggaran 2018. 

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu diduga menerima uang pelicin sebesar Rp 26.500.000.000 dari sejumlah pejabat KONI agar dana hibah dapat segera cair.

Uang pelicin itu diterima dalam dua gelombang. Pertama, pada 2014- 2018, senilai Rp 14.700.000.000. Uang ini diterima Imam melalui staf pribadinya Miftahul Ulum. Kedua, pada 2016-2018, Imam diduga meminta uang dengan total Rp 11.800.000.000 kepada pejabat KONI. Diduga uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi.

Penetapan Imam sebagai tersangka berawal dari suap pejabat KONI ke Kemenpora  ketika penyidik KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT), Desember 2018. Dari OTT itu, penyidik KPK telah menetapkan enam orang sebagai tersangka, yaitu Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johny E Awuy sebagai pemberi suap.

Adapun penerima meliputi Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo, staf Kemenpora Eko Triyanta, dan asisten pribadi Menpora Miftahul Ulum. Nama Imam berulang kali disebutkan menerima suap. Penyidik juga berulang kali memanggil Imam. Namun, ia tidak pernah memenuhinya.

Imam Nahrawi pun sudah membantah kasus yang menjeratnya itu. Ia juga sudah mundur dari jabatannya sebagai Menpora. PKB juga sudah memberikan bantuan hukum terhadap kadernya itu. KPK pun sudah mencegah Imam Nahrawi bepergian ke luar negeri.

Kini muncul pertanyaan akankah atau mungkinkah kasus Imam Nahrawi ini dihentikan atau di keluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3)? Menyusul dalam Undang-Undang (UU) KPK yang baru hasil revisi, lembaga antirasuah itu memiliki kewenangan tersebut. Ahli hukum pidana Suparji Achmad menjabarkan kemungkinan tersebut.

Suparji mengatakan KPK pasti sudah mempunyai pertimbangan yang kuat menetapkan Imam Nahrawi sebagai tersangka. Ditengah serangan bertubi-tubi terhadap KPK. Mulai dari revisi UU KPK, pimpinan KPK periode 2019-2023 yang dinilai bermasalah, tentu kasus Imam Nahrawi yang berstatus seorang menteri ketika ditetapkan sebagai tersangka ditunggu publik.

Selanjutnya Suparji mempertanyakan apakah kasus Imam Nahrawi ini murni persoalan hukum atau muncul spekulasi publik adanya politisasi. "Harapan saya karena kasus ini prosesnya sudah lama, segera dilimpahkan ke pengadilan secara terbuka agar publik tahu fakta apa dilakukan dan perbuatan apa yang bersangkutan kena perkara itu," ujar Suparji Achmad di Jakarta, Jumat (20/9/2019).

Menurut Suparji, kasus ini menarik dengan masa kerja pimpinan KPK periode 2015-2019 berakhir pada desember mendatang. Lalu ada UU KPK yang baru, apakah bisa menuntaskan kasus ini atau tidak. "Lalu apakah ketika kasus ini tidak tuntas pada KPK yang baru, atau mungkin dalam tanda petik yang pertma untuk dikeluarkan SP3 seandainya KPK menemukan alasan yang kuat untuk tidak dilanjutkan perkaranya," katanya.

Lebih lanjut Suparji memaparkan sebuah kasus di KPK bisa dihentikan apabila tidak cukup alat bukti, bukan perkara pidana dan lainnya. Namun Suparji memprediksi kasus Imam Nahrawi ini tidak cukup alat bukti. "Ini (kasus Imam Nahrawi) ada peluang SP3," ungkapnya.

Apabila nantinya kasus Imam Nahrawi di SP3, Suparji menilai tidak menarik karena proses penegakan hukum dan ada kesan kecurigaan publik mengenai SP3 ini dengan pertimbangan-pertimbangan diluar hukum. "Seharusnya SP3 itu untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum. Lalu agar jelas status hukum seseorang karena status tersangka itu label yang menyedihkan," tuturnya.

Ketua Program Magister Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia ini menegaskan bahwa kriteria dikeluarkannya SP3 harus sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku dan hak asasi manusia. Bukan karena norma politis dan lainnya. "Satu-satu kriteria kasus Imam Nahrawi di SP3 hanya tidak cukup alat bukti. Diluar itu tidak ada," tegasnya.

Suparji menambahkan, KPK nantinya dalam mengeluarkan SP3 tidak mungkin sewenang-wenang. Apabila hal itu dilakukan, maka pasti akan ditempuh mekanisme praperadilan seperti yang diatur dalam KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi.

Hingga kini Imam Nahrawi belum mengambil sikap untuk membawa kasus penetapan tersangka ke praperadilan. Suparji menyarankan Imam perlu membawanya penetapan tersangkanya ke praperadilan. Hal itu untuk menguji apakah sah penetapan tersangkanya itu. "Tunjukkan saja alat bukti bantahan penetapan tersangkanya tidak sah, karena tidak sesuai ketetapan hukum yang berlaku. Sehingga penetapan tersangkanya bisa dibatalkan" pungkasnya.

Sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun