Mohon tunggu...
Robbi Khadafi
Robbi Khadafi Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang Ketik, Sang Pengantar

Kecil disuka muda terkenal tua kaya raya mati masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Suparji Achmad: "Jangan Salahkan Semua Revisi UU KPK kepada DPR"

7 September 2019   06:11 Diperbarui: 7 September 2019   09:37 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Rapat Paripurna persetujuan RUU KPK jadi inisiatif DPR (kompas.com)

Upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus dilakukan oleh berbagai pihak. Setelah 10 nama Calon Pimpinan (Capim) KPK periode 2019-2023 hasil seleksi Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK yang dinilai bermasalah diserahkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ke DPR, kini upaya pelemahan lembaga anti rasuah ini menjalar pada Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (RUU KPK).

RUU KPK yang diusulkan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2019 secara tiba-tiba ini, sudah disetujui melalui Rapat Paripurna DPR kemarin oleh seluruh fraksi. Sementara pengusul atau inisiator pembahasan RUU ini ke Baleg ada 6 orang anggota DPR. 

Mereka adalah Masinton Pasaribu, Risa Mariska dari Fraksi PDI-P, Taufiqulhadi dari Fraksi Partai Nasdem, Achmad Baidowi dari Fraksi PPP, Saiful Bahri Ruray dari Fraksi Partai Golkar dan Ibnu Multazam dari Fraksi PKB. Mereka semuanya berasal fraksi partai pendukung pemerintah.

RUU ini sebenarnya bukan pertama kali diusulkan. Terakhir pada 2017, pemerintah dan DPR sudah sepakat. Namun karena adanya penolakan dari kalangan masyarakat sipil dan aktivis anti korupsi, RUU KPK ditunda pembahasannya. Ketika itu Presiden Jokowi juga menyatakan sikap bahwa pembahasan RUU KPK ini ditunda. Bukan dibatalkan.

Ahli hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Achmad, mengatakan usulan RUU ini unik diajukan menjelang akhir masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019. Padahal RUU KPK ini sudah lama dipersiapkan. Tahap berikutnya RUU ini dibahas bersama pemerintah.

Menurutnya, RUU KPK ini akan mudah proses pembahasannya. Karena materinya sudah di siapkan dari dulu, sehingga sudah ada kesepahaman antar fraksi. Perdebatan kini bersama pemerintah yang memegang kunci, apakah mau ikut membahas atau tidak. Lalu apakah Presiden mengeluarkan surat perintah (supres) untuk mengirim wakilnya untuk pembahasan.

"Jadi kata kuncinya ada juga di Presiden. Jangan salahkan semua kepada DPR, karena DPR memang pemegang legislasi. Tetapi UU itu tidak mungkin dibahas sendirian oleh DPR, tetapi dibahas bersama pemerintah," kata Suparji Achmad di Jakarta, Jumat (6/9/2019).

Suparji memaparkan opsi yang bisa dilakukan Presiden dalam usulan RUU KPK ini. Pertama, tidak ikut membahas dengan tidak mengirimkan wakil pemerintah. Kedua, kondisikan partai politik pendukung Presiden Jokowi untuk tidak membahas RUU KPK. 

Ketiga, ketika memang terpaksa membahas dan disetujui maka Presiden jangan tanda tangan. Meskipun ketika tidak tanda tangan berdasarkan peraturan perundang-undangan selama 30 hari, dinyatakan berlaku.

" Tapi setidaknya publik bisa menilai Presiden Jokowi sangat sungguh-sungguh konsisten dalam mendukung pemberantasam korupsi. Khususnya dalam penguatan KPK," ujarnya.

Lebih lanjut Suparji mengatakan sangat mungkin terjadi penundaan pembahasan jika Presiden Jokowi mendengar berbagai aspirasi dan konsisten dengan pernyataan sebelumnya untuk memperkuat KPK. Terkait adanya saling lempar pengusul RUU KPK antara DPR, Presiden dan KPK, Suparji meminta agar dibuka ke publik kronologi usulan pembahasan RUU KPK ini bagaimana.

Kemudian sikap Presiden bahwa pembahasan RUU KPK itu ditunda pada 2017 bukan dibatalkan, kata Suparji, artinya Presiden atau pemerintah ada niatan untuk merevisi UU KPK. Artinya usulan serta persetujuan pembahasan RUU KPK ini tidak hanya dari DPR, tetapi juga dari eksekutif.

"Jadi berdasarkan realita fakta historis tersebut, maka jangan sepenuhnya kalau muncul opini bahwa ada pelemahan KPK itu bersumber dari DPR. Tetapi karena ada juga faktanya koloborasi antar eksekutif dan legislatif," tegasnya.

Suparji berharap antara DPR, KPK dan pemerintah mengakui telah mengusulkan RUU KPK. Hal ini agar tidak saling tuding serta polemik ini menjadi terang benerang. Pernyataan tersebut sekaligus untuk menjawab adanya pernyataan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang mengklaim bahwa pimpinan KPK saat ini juga ikut mengusulkan RUU KPK.

Usulan pembahasan RUU KPK menjadi perhatian publik, sebab itu perlu ditinjau agar ada kebenaran sebetulnya bagaimana mekanisme pembahasan RUU KPK sebelumnya. "Jadi jangan semua ditumpukan ke DPR semua. Karena DPR tidak mungkin membahas secara monopolis, karena pasti butuh pemerintah, pandangan stakholder terkait. Apalagi KPK pihak yang berkepentingan tidak diajak ngomong, itu tidak fair," pungkasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun