Mohon tunggu...
Robbi Khadafi
Robbi Khadafi Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang Ketik, Sang Pengantar

Kecil disuka muda terkenal tua kaya raya mati masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jangan Hanya Jaksa Agung, Pos Menteri Ini Juga Tidak Boleh dari Parpol

16 Agustus 2019   06:14 Diperbarui: 16 Agustus 2019   06:14 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bendera Parpol (asumsi.co)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengungkapkan komposisi menteri dalam kabinet mendatang atau Kabinet Kerja Jilid 2. Untuk jabatan menteri dari partai politik (parpol), Jokowi memberi jatah 45 persen. Sedangkan menteri dari kalangan profesional 55 persen. 

Menariknya, mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga sudah memastikan posisi Jaksa Agung bukan dari parpol. Namun, Jokowi belum bersedia menyebutkan nama calon orang nomor satu di Koprs adhiyaksa tersebut.

Pakar hukum pidana, Suparji Achmad, menyambut positif sikap Presiden Jokowi yang akan menunjuk Jaksa Agung bukan orang dari parpol. Ia pun mengusulkan Jaksa Agung dari kalangan internal Kejaksaan. 

Namun ia meminta orang baru dan muda dari kalangan internal Kejaksaan. Bahkan Suparji berani mengusulkan nama Reda Mantovani yang kini menjabat sebagai asisten umum Jaksa Agung ditunjuk Jokowi sebagai sebagai pengganti HM Prasetyo..

Acuan Suparji mengusulkan nama Reda Mantovani karena Presiden Jokowi pada periode kedua pemerintahannya akan memilih orang-orang dari kalangan milenial. Reda Mantovani bisa menjadi Jaksa Agung apabila tidak mempertimbangkan status atau tingkatan pejabat di internal Kejaksaan Agung. 

Pasalnya, Reda saat ini bukan pejabat eselon I. Sementara apabila mempertimbangkan jabatan, Suparji menyebut nama Wakil Jaksa Agung Arminsyah yang layak menjadi Jaksa Agung.

Ketua Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia ini mengatakan tidak cukup Presiden Jokowi hanya berani menunjuk Jaksa Agung bukan dari parpol. 

Tetapi ia juga meminta Jokowi harus berani menunjuk jabatan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) bukan dari parpol. Pasalnya, kewenangan Menkumham ini sangat besar dan mempunyai pengaruh dalam perbaikan hukum di Indonesia kedepannya.

Pada era orde baru, ada pengalaman Menkumham dijabat bukan dari orang parpol. Seperti Ismail Saleh dari kalangan profesional. Lalu Hamid Awaluddin yang merupakan akademisi yang juga mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Duta Besar Republik Indonesia untuk Rusia. Menurut Suparji, kinerja Menkumham bukan dari orang parpol lebih baik. Mereka benar-benar bekerja untuk kepentingan hukum.

"Pointnya lebih bagus Menkumham bukan dari partai agar bisa bekerja secara profesional bukan atas pertimbangan politis," kata Suparji Achmad di Jakarta, Kamis (15/8/2019).

Wilayah kerja Menkumham yang cakupannya meliputi pengesahan badan hukum, pengelolahan lembaga pemasyarakatan, imigrasi dan lainnya, sangat berbahaya apabila dijabat oleh orang dari parpol. 

Sebagai contoh Menkumham yang kini di jabat kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Yasona Laoly. Berbagai kegaduhan terjadi. Mulai dari terjadinya dualisme kepengurusan di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Golkar, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), narapidana bisa bebas keluar masuk, peredaran narkoba di dalam Lapas dan lainnya.

Suparji mengusulkan beberapa nama yang layak ditinjuk oleh Presiden Jokowi sebagai Menkumham. Seperti Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmanto Juwana, Rektor Universitas Negeri Semarang Prof. Jamal Wiwoho, Rektor Universitas Diponegoro Prof. Yos Johan Utama dan juga rektor-rektor yang berlatarbelakang hukum.

Kendalanya kata Suparji bahwa power sharing untuk menunjuk Menkumham tidak dari parpol kuat atau tidak. Komposisi menteri yang akan dipilih Jokowi pada masa pemerintahan keduanya yakni 45 persen dari parpol dan 55 persen dari kalangan profesional, tidak cukup untuk parpol. 

Saat ini saja, parpol pendukung Jokowi di Pilpres 2019 seperti PDIP sudah menyatakan minta jatah kursi menteri lebih dari 4 kursi. Lalu Golkar, PKB, NasDem, PPP, juga meminta jatah kursi menteri yang banyak.

Belum lagi kalau parpol diluar pendukungnya seperti Gerindra, PAN, Demokrat ikut merapat ke Jokowi, tentu mereka juga minta jatah kursi menteri. "Maka jatah kursi menteri dari kalangan profesional akan berkurang," ujarnya.

Sebab itu, Suparji meminta Presiden Jokowi harus jelas menentukan jabatan menteri mana yang tidak boleh di isi oleh orang partai selain jabatan Menkumham. 

Misalnya, Menteri Keuangan, Menteri BUMN, Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara, Menteri Pertanian. Dan juga yang paling penting kata Suparji Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

"Menteri Dalam Negeri bukan dari parpol karena dia komunikasi langsung dengan kepala daerah. Sehingga terjadi politisasi," pungkasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun