Saya tidak bisa menyebutkan nama-nama jalan yang saya lalui menuju Serang. Yang saya ingat hanya melewati Jalan Raya Serang. Selama perjalanan saya juga banyak melewati pabrik-pabrik. Tidak aneh sih menurutnya saya karena daerah Tangerang, Serang, memang dikenal sebagai daerah industri.
Sesampainya di daerah Serang - saya tidak tahu daerah Serang mananya - Saya disuguhi pemandangan yang langka dijumpai di Jakarta seperti sawah-sawah, tanah lapang yang banyak digunakan oleh anak-anak sekitar untuk bermain bola dan danau-danau kecil. Udara di daerah tersebut juga sejuk. Berbeda dengan Jakarta. Meskipun saat ini sudah memasuki musim hujan, cuaca Jakarta masih saja panas.
Mengapa cuaca Jakarta menurut saya masih saja panas meski sudah hujan? Karena penghijauan yang kurang, sudah disesaki pemukiman penduduk, hotel-hotel, pusat perbelajaan moderan (mall) dan lainnya.
Saya pun benar-benar menikmati suasana di kota Serang itu. Apa lagi saya sampai di rumah saudara sahabat saya ini sekitar jam 4 sore. Saya pun langsung diajak sahabat saya ini jalan-jalan ke sawah dan danau di belakang rumah. Di sana saya benar-benar melepas kepenatan dari rutinitas kehidupan kota besar yang penuh dengan kebisingan.
Kehidupan masyarakat di Serang ini juga sangat berbeda dengan Jakarta. Mereka lebih banyak bersosialisasi. Mulai dari anak-anak, pemuda, orang dewasa, semuanya berinteraksi. Berbeda dengan masyarakat di Jakarta. Mereka lebih sibuk dengan gadgetnya masing-masing. Berinteraksi secara langsung bisa saya katakan bukan hal yang utama. Masyarakat ibu kota lebih suka berinteraksi secara tidak langsung atau melalui media sosial.
Hal ini menjadi pemandangan yang langka ditemui di Jakarta, seperti bermain getek (perahu kecil terbuat dari kayu/bambu), berenang bersama di danau, mancing, bersepeda sore-sore yang saya temui anak-anak di Serang melakukan aktivitas itu. Sayangnya saya tidak mengabadikan momen-momen itu dalam bentuk visual, karena saya memang tidak berniat perjalanan saya ini untuk menjadi bahan tulisan.
Saya pun sempat berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Bahaya yang digunakan adalah bahasa Sunda. Mereka bisa juga menggunakan bahasa Indonesia, meskipun masih diselengi atau dicampur dengan bahasa Sunda. Suasana malam hari di Serang pun berbeda dengan Jakarta. Disana suasana tenang. Di karenakan juga rumah-rumah disana itu berdekatan.
Saya tidak menginap. Sekitar jam 10 malam, saya kembali ke Jakarta. Perjalanan bergeser dua jam dari Ibu Kota Jakarta ini benar-benar berkesan bagi saya, sekaligus menjadi pengalaman dan obat mengatasi kejenuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H