Banyak jalan untuk jadi selebgram. Pakai cara yang elegan atau cara idiot. Tapi kok ya ndilalah banyak yang potong kompas, pakai cara idiot. Terkenal tapi rembes. Postingannya unfaedah.
Seperti yang dilakukan selebram yang berinisial OF kemarin, yang kebetulan seorang hijaber. Postingannya kacau : Menjilat es krim seolah-seolah seperti ngemut 'adik'nya Suyat.
Ngerti gak nduk, pengguna medsos itu bukan hanya orang dewasa. Sekarang anak esde saja TikTok-an. YouTube jadi tontonan wajib. ---Ini lagi rame soal sindrom Skibidi Toilet. Perilaku yang menirukan adegan di serial Skibidi Toilet di YouTube---.
Kita semua sepakat kalau jilbab tidak bisa menjamin kealiman seseorang. Tidak bisa dijadikan parameter keimanan. Tapi untuk ukuran budaya Timur, postingan OF itu sudah offside.
Yang lebih disayangkan adalah karena dia berjilbab. Sandang yang harusnya syakral untuk seorang muslimah.
Jilbab itu nggak cuma menutupi rambut kepala, tapi soal meneguhkan diri untuk lebih serius menjalani syariat Islam.
Rambut wanita itu aurat, walau tidak (serta merta) membangkitkan syahwat. Makanya kalau berjilbab tapi berbaju ketat itu kontradiksi. Justru yang bikin nafsu lekukan bentuk susumu yang menonjol itu. Membuat pikiran pria menerawang jauh ke awan.
Nek rambutmu yo gak ngefek blas. Mau ditutupi atau dibuka, sama sekali tidak membuat 'adik'nya Suyat bereaksi. Lha wong rambut ruwet gak jelas modele. Iku suwekan kertas opo dakron yo.
Biarawati itu berjilbab (entah apa namanya di agama Nasrani) karena dia meneguhkan diri mengabdikan hidupnya hanya untuk urusan gereja (agama). Mereka mentalak tiga dunia. Membelakangi gemerlapnya kehidupan fana.
Jadi kalau kamu sudah memutuskan berjilbab, harusnya kamu berani dengan konsekuensinya : menjaga sikap dan perilakumu. Walau nggak seekstrim biarawati. Pada dunia, cukup talak satu saja. Nek akeh-akeh malah dadi wali. Repot engkuk.
Intinya kalau kamu respect dengan jilbab, jagalah perilakumu. Nggak sekedar untuk urusan fashion belaka.
Beragama harusnya berdasar apa kata Tuhan, bukan kata orang. Banyak orang memutuskan berjilbab karena tetangga kanan kirinya pada berjilbab. Ini oke saja, cuman pemahamannya hanya sampai kulit, nggak nyampai daging. Tabiatnya masih kacau. Kasihan jilbabnya.
Yo wis lah gak popo, minimal belajar berjilbab.
Makane nek beragama iku ojok melok-melok tok ae. Syariat itu bukan trend. Kalau level imanmu masih gabluk, jangan ikutan sekte ortodok. Sing gampang-gampang ae lah. Lihatlah Najwa Shibab, Inayah Wahid, atau lainnya. Yang penting kamu jadi orang baik. Gitu aja kok repot.
Sekali lagi aku tulis : Kita ini cuman umat. Silahkan kamu ikut ulama yang mana. Ulama yang paling sesuai dengan hati dan pikiranmu, yang masuk logikamu. Jangan ikut-ikutan doang. Kalau ternyata salah, yang salah ulamamu. Umat itu awam, ulama yang tahu ilmunya.
Tenang ae lah. Parameter keberhasilan seseorang dalam beragama itu bukan salah atau benar, tapi baik atau tidak baik.
Elingo yo nduk, adab itu di atas syariat. Walau syariat itu pilar yang penting juga. Kalau syariat sudah oke, tapi adabnya bajingan, itu gagal dalam beragama.
Berjilbab itu belum prestasi, prestasi itu kalau dengan berjilbab kamu jadi orang yang lebih baik. Onok lho sing jilbaban gede tapi mbeling. Wis mangan ngaku durung. Wis sugih ngurus Gakin. Cwape dwech.
Tapi kalau kebetulan kamu tidak berjilbab, jangan kampanye ngajak orang untuk tidak berjilbab. Nggak perlu gitu juga. Berjilbab itu baik. Yang nggak baik itu khan yang menodai jilbab dengan kelakuan kacau pemakainya.
Lagian agama itu urusan personal. Hormati keputusan orang untuk berjilbab atau tidak, dan juga yang berjilbab terus copot jilbab. Nggak usah terseret ikut-ikutan menghujat atau membela. Wong podo gak pahame kok. Iku urusan Gusti Allah.
Aku amati di fesbuk ada (muslimah) yang kerjaannya membela orang yang tidak berjilbab atau berjilbab tapi dicopot jilbabnya. Lapo se wong iki. Postingannya seputar itu dan konyolnya di-share banyak orang. Kok akeh wong gak beres yo.
Sementara ini saja...besok diteruskan. Btw, ojok percoyo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H