Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Korupsi Sebagian dari Iman?

15 Maret 2023   17:48 Diperbarui: 15 Maret 2023   17:52 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : grc-indonesia.com

Ngembat uang triliunan milik negara memang bajingan. Tapi sekali-sekali kita perlu simulasi di dalam pikiran. Hasilnya -->  memang sulit menjaga kewarasan kalau megang uang triliunan.

Dadi yo ngAlhamdulillah awakmu ora dadi pegawai pajak. Jadi pegawai CV Gembus Jaya adalah tempatmu yang pas. Lha ya'opo,  jangankan 1 triliun, uang 150 ribu saja kamu kemplang.

Catet yo le, kita ini belum jadi koruptor karena nggak berada di lahan yang subur untuk korupsi.

Anti korupsi itu wajib. Perang melawan korupsi harus digalakan. Tapi itu semua percuma kalau imannya payah. Minimal punya basic agama yang lumayan. Walau orang yang agamis tidak menjamin untuk tidak korupsi.

Dulu malaikat sempat kecolongan. Ceritanya ada 2 partai politik, partai agamis dan partai sekuler. Para malaikat memfokuskan diri untuk menjaga partai sekuler agar tidak korupsi. Dipikirnya partai agamis tidak akan korupsi, karena basic agamanya oke. Eh lha kok yang korupsi malah partai agamis. Korupsi sapi! Dobolll.

Asli malaikat kecewa. Saat itu banyak malaikat yang mengajukan resign.

Tapi sepertinya jaman sekarang ini korupsi sudah bagian dari hidup yang harus dijalani. Ora et labora, ora korupsi ora mangan. Korupsi itu sebagian dari iman (HR Musyrik).

Korupsi itu banyak modelnya, nggak cuman ngemplang uang negara. Laporan lemburan palsu juga masuk korupsi, korupsi kelas kere. Orang yang basic agamanya lumayan, tiap hari menulis lemburan palsu itu melelahkan secara batin. Rasa bersalah itu pasti ada. Kecuali yang hatinya berkarat, gak ngurus, lelah opo.

Yang jelas menipu tiap hari itu capek, membosankan dan menyesakan hati, karena mengingkari hati nurani.

Padahal kalau kamu tahu korupsi itu kayak pesugihan, enaknya diawal. Uang  yang didapat dari cara nggak benar pasti minta 'tumbal'. Barang yang dibeli dari uang haram pasti akan menyengsarakan pemiliknya. Bolak balik rusak, uang habis untuk servis atau beli lagi.  Atau kasus yang lain yang menguras dompet, pokoke onok ae.

Banyak orang yang mbadak mencari uang dengan segala cara karena mereka pikir sumber kenikmatan utama di dunia itu materi. Mereka tidak menemukan kenikmatan di keindahan hidup yang  diberikan Tuhan. Radar keindahannya tidak berfungsi normal.

Sudah milyaran kali uztadz atau motivator bilang, materi tidak menjamin hidup bahagia. Ada banyak korban bunuh diri itu justru dari kalangan menengah ke atas. Sing kere malah awet urip.

Ada kemarin seorang mahasiswi anak orang kaya yang tinggal di apartemen mewah, berkendara mobil pribadi yang juga okelah, tapi memutuskan mengakhiri hidup dengan loncat dari atas apartemennya. Dia lakukan itu beberapa hari sebelum wisuda.

Rumor yang beredar, si mahasiswi ini anak broken home. Orang tuanya cerai sejak usia dia masih belasan. Dia ingin selalu menyatukan kedua ortunya. Tapi nyatanya nggak pernah bisa. Bahkan di hari wisuda pun kedua ortunya nggak bisa disatukan dalam satu tempat dan waktu.

Akhirnya dia simpulkan, satu-satunya cara untuk menyatukan adalah kematiannya. Dan benar, kedua ortunya pun akhirnya bersatu, berada di tempat dan waktu yang sama di hari pemakamannya.

Kok jadi sedih ya. ---Btw, kisah mahasiswi ini kalau dipanjangkan dan diramu dengan bahasa  sastra ala pujangga,  bakalan jadi cerpen yang indah  sekaligus getir. Kesedihan yang bakalan mengendap dibenak hatimu berminggu-minggu lamanya---

Intine, ojok korupsi. Jarene Simbah, tingkatkan radar keindahanmu, ada kenikmatan yang lebih membahagiakan hati daripada materi.

Wis ah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun