Kalau di negara yang mayoritas Nasrani seperti Australia atau Selandia Baru, cocok kalau produk makanannya pakai label halal. Mereka relatif nggak mumet soal halal haram. Ada sih yang diharamkan, tapi jarang ditemukan di pasar konvensional.
Sesama muslim relatif saling percaya kalau produk (makanan) yang dijualbelikan di antara mereka itu halal.
Di samping itu, sertifikasi halal bisa membuka peluang korupsi. Karena untuk mendapatkan sertifikat halal itu harus bayar, nggak gratisan. Nggak semudah itu ferguso. Harus dipersulit. Ini Endonesa Raya.
Suatu produk yang nggak ada label halalnya akan diancam dengan sanksi pidana penjara atau denda yang berat. Remek, dagangan durung payu wis direpoti sertifikasi.
Sertifikasi haram juga sebenarnya bisa dimainkan, tapi teknisnya agak sulit dibandingkan sertifikasi halal. Jika ada pun relatif jarang. Â Misal ada seseorang yang punya usaha abon babi minta dagangannya tidak dikasih label haram. Mungkin karena bikinnya susah --> babi utuh digebuki sampai jadi abon.
Sertifikasi halal bisa merusak iman petugas sertifikasi. Karena bisa diperjualbelikan. Dengan sedikit ancaman hukum pidana, maka penghasilan sampingan pun lancar jaya.
Begitulah, apakah anda semua sudah paham? Kalau belum, baca sekali lagi ya. Matur nuwun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H